Hujan si saksi bisu

167 17 4
                                    

Seperti sore sore sebelumnya, langit selalu mendung. Siklus iklim di kota ini sangat monoton, tidak pernah ada perubahan. Pagi mendung, siang akan ada matahari yang terlihat sedikit, menuju sore langit akan mendung dan sore sampai malam akan turun hujan. Hanya seperti itu setiap saat.

Bila di fikir fikir, siklus iklim ini seperti hidup yang di alami Jisung, hanya belajar, kena omel, mengeluh, mengadu ke tuhan, meminta ke tuhan untuk bertemu sang bunda hanya seperti itu setiap saat.

Jisung hanya terkadang merasa lelah untuk melewati semuanya, dirinya tidak bisa melewati semua ini sendirian. Terkadang Jisung memang ingin bercerita kepada teman teman nya, tapi ketika ingin bercerita otaknya hanya berfikir "hei, Jisung! Mereka sudah punya masalah yang cukup berat, jangan mencoba coba menambahkan masalah mereka, jalani hidup mu sendiri, jangan mentang mentang mahluk sosial, kamu selalu bergantung pada hidup orang!" hanya itu dan selalu itu yang ada di benak Jisung ketika ingin bercerita ataupun meminta bantuan ke teman teman nya.

Jisung baru saja pulang sekolah, saat ini dirinya dari rumah Jaemin menuju ke rumahnya. Sebenarnya Jaemin sudah menawarkan untuk mengantar Jisung sampai depan rumah, tapi Jisung menolaknya, karena bila Jaemin mengantar dirinya sampai ke depan rumah nya, Jaemin harus berputar balik untuk pulang ke rumah nya.

Jalanan komplek hari ini sepi, karena langit yang semakin menandakan hujan, angin kencang berhembus, suara petir mulai bergemuruh seperti badai sebentar lagi akan tiba. Ketika orang lain saat pulang akan berfikir di rumah akan makan apa, Jika Jisung di otaknya hanya dapat berfikir masalah apa yang akan menimpanya.

Bila orang orang menganggap rumah adalah tempat paling nyaman, Jisung akan menganggap rumahnya bagai neraka, atau kandang macan yang di isi macan kelaparan, sungguh menyeramkan.

Hanya butuh lima langkah lagi dirinya akan sampai di rumahnya. Jisung menghentikan langkahnya sejenak, menatap rumah nya yang menyeramkan, menelan saliva nya, sampai akhirnya memutuskan untuk melanjutkan langkahnya.

Tepat lima langkah dirinya telah sampai di depan rumah nya. Rumah nya hanya terlihat seperti rumah minimalis pada umum nya. Tapi entah kenapa Jisung sangat takut terhadapnya.

"Jisung!" Jisung menengok ke arah sumber suara, terlihat lelaki yang tinggi nya lebih pendek berlari ke arah dirinya.

"Lo dari rumah Jaemin kan?" Jisung mengangguk. "Kenapa bang?" Tanya kembali Jisung.

"Lo jalan apa ngesot si? Gue udah ganti baju segala macam, lo baru sampe?! Rumah lo sama Jaemin gak se jauh dari indonesia ke korea padahal".

Jisung menggaruk kepala nya yang tidak gatal sambil menyengir kuda "lagi menikmati angin sepoy sepoy bang".

"Sepoy sepoy kepala lo! Badai kali ini mah"

"Hush, omongan nya bang" Kini giliran Renjun yang menggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Sorry"

"Ada apa bang? Manggil gue?"

"Ini dari nyokap gak tau kerasukan apa bikin kue, terus gue disuruh bagi bagiin ke kalian" Renjun memberikan sepotong kue yang di tempatkan dalam sebuah sterofoam.

"Makasih ya bang"

"Cung!" Jisung menatap Renjun penuh tanda tanya.

"Kalo takut pulang, jangan sungkan untuk mampir ke rumah gue atau yang lain, rumah kita terbuka buat lo cung, tapi jangan ke rumah Jaemin, nyokap nya kaya kucing garong. Udah cuman mau bilang itu, kue nya di makan, jangan ragu makan kue nya, nyokap gue walaupun wanita bisnis tetep jago masak cung! Udah gue duluan ya, gue perlu ke rumah Jeno, nanti gue kehujanan" Renjun segera meninggalkan Jisung sendirian.

"Bang!" Panggil Jisung. Renjun yang sudah cukup melangkah jauh dari Jisung berhenti akibat panggilan Jisung.

Jisung berlari kecil menghampiri Renjun "ini payung gue pake aja, rumah gue ke rumah bang Jeno lumayan jauh, sedangkan hujan dikit lagi turun. Lo kalo kena hujan dikit langsung sakit, jadi mending bawa payung gue dulu nih" Jisung memberikan payung kecilnya.

METAMORFOSA | NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang