votenya atuh ih, jgn lupa komen, dan follow akun ini yaaa.
Makasih yg masih baca cerita yg blm sempurna ini, msh banyak kekurangannya.
*****
Setelah pergulatan itu berlalu. Renatta mencari-cari kunci disaku celana Xavier dibantu oleh Willian yang membalikkan badan Xavier yang sudah tengkurap lemas. Anettha didalam mobil sudah menangis sejadi-jadinya. Padahal kalau dia keluar. Dia bisa saja ikut menghajar kelima keparat sialan tadi. Tapi begonya Xavier malah mengunci Anettha dari luar."Masih hidup nggak sih?"
"Mati kayaknya," sahut Willian santai sambil memberi cela bebas untuk bernafas Xavier ia letakkan kepalanya di paha. Anettha yang melihat itu merasa syok. Darah berceceran dimana-mana. Ada yang keluar dari hidung dan mulut Xavier. "Waduh! nafasnya aja udah slowmo gini. Nggak bakal lama feeling gue."
Tubuh Anettha mendadak lemas. Apalagi saat mendengar penuturan dari Willian. Sebenarnya cowok itu hanya bercanda, begitupun Renatta. Tapi yang namanya liat pacar sendiri dengan keadaan begini. Mana ada coba yang bisa tenang? Melihat tubuh Xavier lemas. Tentu membuat hati Anettha terenyuh. Setetes bulir bening menetes begitu saja.
Tangannya menggapai tangan Xavier yang dingin. Dia sudah sesegukan, padahal baru sebentar nangis. Dia cium lembut punggung tangan Xavier. Mengantikan posisi Willian yang tadi memangku kepala Xavier. Kini berpindah pada paha Anettha. "Tapir! Lo bangun dong, lo nggak matikan?"
"Ayolah... hiks, masa lo secepat ini ninggalin gue sama Linglung. Mereka masih kecil, masih butuh nafka, gue juga. Masa iya lo tinggalin gue." Isak tangis Anettha yang tadi terdengar memilukan kini sudah menjadi kebingungan bagi Renatta dan Willian yang tidak jadi iba dari sebelumnya. Tadi mereka pikir Anettha itu waras, ternyata satu dua sikapnya seperti Xavier. "Lo mati cepet amat, nggak ada niat mau ninggalin black cards, BBKP, sertifikat tanah, atau uang cash gitu...? Tega banget."
Anettha menyeka air matanya yang mengalir luruh. Apalagi melihat darah ditangannya daritadi tangannya memegang wajah Xavier yang penuh darah. "Cicilan lo masih banyak, TAPIR! Mati dulu nggak lucu. Lo nggak boleh gitu lahhhh hiks, tega lo buat gue menderita? Tanpa nafkah dari lo?!!"
"Bangun anjing! Nggak lucu lo merem gini," Anettha menepuk-nepuk pipi Xavier. "Lo kalau nggak bangun gue selingkuh sama Alex atau nggak Deo."
"Nggak usah pacaran nanti. Langsung minta dinikahi gue, hiks... Bangun bego! Lo kenapa sih? Gue nikah sama yang lain tahu rasa lo. Masa lo mati secepat ini lho, katanya mau sampai pelaminan sama gue..."
Xavier mendengar nada penuturan penuh khawatir dari Anettha nampak tersenyum samar. Anettha emang kadang suka bercanda, gengsi mengatakan kekhawatiran lewat celotehan tidak berguna seperti tadi. Tapi lihat lah sekarang. Wajahnya mendongak mencium kening Xavier begitu lembut dengan isak yang menderu luruh. Mulutnya terus komat-kamit mengumpati Xavier. Padahal dalam hati berdoa supaya tidak terjadi apa-apa.
Orang kalau udah bego ya bego. Bukannya luka parah dibawah dirumah sakit biar ada penanganan. Ini malah di penuhi drama dulu. "Tapir kembarannya babikkk! Lo nggak bangun gue tinggal nikah, lo bangun kek."
"Woi! Net, kalau lo nggak buru-buru bawa dia kerumah sakit. Keburu koit beneran lho dia."
"Daripada nangis, mending ayo kita bawa kepengurus jenazah."
Anettha menatap sengit Willian tadi yang berucap asal. "Dia masih hidup anying, bisa-bisanya yak... hiks." Masih saja dirinya terisak dengan bibir yang sulit untuk tidak mengumpat saat dadanya sesak melihat keadaan Xavier.
KAMU SEDANG MEMBACA
Xanetha [on going]
Random[HARAP FOLLOW DULU SEBELUM BACA!!!] Cerita sederhana, yang menggambarkan satu cowok yang hobi berganti-ganti cewek. Tiba-tiba harus berhenti dengan sifat buruknya, karena merasa menemukan cinta pada seorang pacarnya yang bernama Anettha. Anettha sel...