17

1.8K 185 4
                                    

*****

Keesokan harinya. Udah delapan hari Xavier berada di rumah sakit, dan hampir setiap pagi pula bundanya menjenguk. Bareng ayah Bima, ditemani kedua adeknya Upin dan Ipin.

Sekalian membawakan pesanan dari Gavian. Yang meminta dibawakan susu Milo. Tidak tanggung-tanggung ayah Bima langsung membelikan tiga krat untuk putra sulungnya.
Sedangkan Xavier tidak meminta di bawakan apa-apa. Ayah Bima jadi menaruh curiga nih. Tapi nggak boleh gitu, ia tidak boleh suudzon sama anak sendiri. Apalagi ia lagi sakit. Bima menggeleng kan kepalanya untuk menghilangkan prasangka buruknya. Memilih berjalan menuju kamar inap dari kedua putranya. Bunda Nain berjalan lebih dulu sambil menggandeng Upin dan Ipin.

Meninggalkan Bima yang membawa beberapa barang bawaan untuk kedua putranya. Yang disediakan khusus tanpa di request.

"Assalamualaikum, anak-anaknya Bunda ayah....!"

"Mas koko... Abang koko, Ipin kangeenn!"

"Upin jugaaaa...!"

"Waalaikumussalam."

"Bundaaaaa....." rengek Xavier yang menyambut bundanya dengan pelukan setelah bersalaman dengan beliau dan ayahnya. Hal itu sama halnya dilakukan oleh Gavian. Kedua adeknya terabaikan, alhasil membuat keduanya cemberut kesal apalagi saat melihat bundanya sedang memeluk abang laknatnya itu. "Anettha Bun, masa nggak nengokin aku sih."

"Ya bunda ndak tau... Emang kamu bikin salah lagi sama dia? sampe dia gini, ndak nengokin kamu." Bunda membela lembut kepala Xavier yang masih memeluk dirinya. "Makanya, kamu tuh jangan main-main sama Anettha, dia baik banget lho kekamu. Kamunya malah gitu ke dia."

"Gitu gimana, sih Bun?"

Pertanyaan itu terlontar dari mulut Xavier. Padahal tanpa ia pura-pura bertanya pun, bundanya sudah tahu kelakuan anaknya. Lewat Gavian yang terus cepu masalah Xavier sama pacarnya. Ya lagian, kalau nggak di gituin. Mana tahu bundanya perkembangan seorang Xavier, yang sudah pisah rumah. Cowok itu memutuskan tinggal di apartemen semenjak kelas 9 SMP, sebenarnya kedua orangtuanya melarang. Tapi bukan Xavier namanya kalau nurut gitu aja.

Ia mencari ribuan cara untuk tinggal mandiri di apartemen milik ayahnya. yang tempatnya dekat dengan SMA Trisakti.

"Nggak usah pura-pura bego deh, meskipun lo emang bego beneran sih," cibir Gavian sambil meminum susu Milo nya. "Udah mending langsung satset cerita apa adanya. Bunda juga udah tahu, seberapa brengseknya lo!"

*****

Udah beberapa hari ini. Anettha sering banget pulang bareng Alex. Alesan cowok itu sih klasik, katanya dia lagi ada urusan disekolah Anettha. Karena denger-denger sih, dia bakal KKN-an di SMA itu.

Anettha yang sudah bingung menolak dengan cara baik-baik, kasar, tegas dll. tidak pernah membuat Alex tak gentar untuk mengajak gadis itu pulang bareng dia. Anettha yang kepalang bingung pun mau tak mau menerima saja. Lagian dia juga mau tahu, seberapa jauh lagi seorang Alex mau memperjuangkannya. Soal yang katanya cowok itu terobsesi, biar jadi urusannya. Perasaan Anettha mengatakan hal lain. Alex kali ini seperti beda gelagatnya. Seperti tidak ada lagi pancaran harapan yang cowok itu pancarkan untuk dia.

Malah sebuah dugaan sementara yang tengah ia cari kan kebenarannya. "Lo sedeket apa sama bang Zergan?"

Raut wajah Alex langsung berubah drastis menjadi sumringah. "Aku sih gatau ya, dia ngangep aku gimana. Tapi aku kedia, ya ngangep nya deket bangettt..."

Tuh kan.
Baru satu pertanyaan aja, dugaannya udah makin kuat.

"Lo tinggal satu kostan kan sama Abang gue?"

Anettha masih berusaha menyelidiki, dan menanyakan hal sewajarnya. Toh tingkat kepekaan seorang Alex itu tipis. Dia nggak akan ngeh, kalau Anettha tengah mencari sebuah kebenaran.

Sebenarnya ia melakukan ini ntah dorongan darimana. Bisa akrab kembali sama mantan yang diberi peringatan keras oleh Xavier. yang nggak bisa banget liat Alex sama dia, apalagi kalau tahu Anettha sering diantar dan dekat lagi sampe satu mobil seperti sekarang ini. Dan bisa-bisanya, Anettha mengiya kan saja ajakan dari Alex yang mengajak mampir ke cafe. Kenanga— cafe yang menjadi perjalanan saksi keduanya yang pernah menjalin hubungan.

Bukannya Anettha pura-pura tidak mengetahui. Ia tahu, semenjak ia naik ke mobilnya Alex. Sudah ada yang mengawasinya. Orang itu belum mengikutinya, tapi sudah Anettha pastikan. Kalau orang itu sudah tahu tujuannya akan kemana.

"Kafir kalau tau ceweknya akrab lagi sama mantan yang ini pasti kejer, nggak kebayang, ngamuknya segimana."

"Rhaka? Rhaka, ngapain disini? Gamau masuk?"

Rhaka tertegun.
Terpesona akan kecantikan dari seorang Shireen. Cewek yang selama ini ia kagumi, anaknya Pak ustadz di wilayah Patrol— kompleks perumahan yang sama tempat Anettha tinggal. Mereka satu sekolah, cuman jarang ketemu karena Shireen lebih sering menghabiskan waktu di koperasi sekolah. Jadi nggak heran kan, seorang Rhaka yang lebih sering nongkrong di rooftop, kantin, parkiran jarang menemui seorang Shireen.

Palingan ia sering modus minta izin keluar kelas, buat beli sesuatu ke koperasi cuman buat liat Shireen. Ternyata diem-diem Rhaka juga bisa modus. Sungguh diluar nalar.

"Hufft... Ini, gue lagi nungguin temen."

"Kebetulan banget. Didalam ada Anettha, bareng cowok, kayak nggak asing deh."

Anettha yang notebenenya most wanted dan lumayan dikenal karena paras, dan bakatnya. Menjadikan dirinya dikenal, dari semenjak SMP pun seorang Anettha memang banyak yang mengenali. Tak sedikit juga ada yang mencari informasi pribadi tentang Anettha, tak terkecuali tentang masalah asmaranya. Jadi nggak heran, kalau seorang Shireen tau tentang Anettha. Ia juga diam-diam menjadi penggemarnya. "Lo mau nganterin pesanan ini ke mejanya Anettha, kan?"

Shireen menggangguk. "Jangan bilang ada gue. Jangan bilang juga kalau gue sering kesini, ngikutin tuh cowok."

Dagu Rhaka mengarah pada Alex yang tengah asik berbincang. "Oke!"

Xanetha [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang