09. The Night When I Think About Life

1.1K 308 155
                                    

Flashback─Siang ini Yeonjun dibuat gelisah dengan jumlah angka di lembar tagihan pembayaran listrik dan air. Yeonjun jengkel karena ia harus membayar biaya yang cukup banyak padahal tempat tinggalnya hanya dihuni oleh dua orang saja, bahkan dua orang itu pun jarang berada di rumah. Sambil duduk di ruang tengah, Yeonjun memejamkan matanya dan otaknya mulai memperhitungkan pengeluaran bulan ini.

Tak harus menunggu lama, rekan yang tinggal satu rumah dengannya pun tiba. Sosok itu, Choi Soobin, yang baru saja pulang dari sekolah. Yeonjun memandangi pelajar bertubuh tinggi itu dengan tatapan kesal.

Yeonjun mengomel, "Sudah kubilang berapa kali kalau mau berangkat sekolah, semua lampu di rumah dimatikan. Kalau habis mandi, keran air juga jangan dibiarkan menyala hingga semalaman! Kita ini bukan orang kaya, jangan membuang-buang listrik dan air!"

"Kau mendapat penghasilan yang cukup dari RYTHM Club, kan? Kau juga sering jualan lagu di radio dan banyak yang beli, tuh. Kau punya banyak uang," balas Soobin.

"Sopankah begitu?"

"Maaf."

"Kau pikir semua uang itu hanya digunakan untuk bayar listrik dan air saja? Kau pikir siapa yang membayar uang sekolahmu? SMA Seni Mooran itu mahal, tahu."

"Kak, hidupku itu juga susah. Kau pikir aku hanya bersenang-senang saja di sekolah? Tidak ada yang mau berteman denganku karena ayah dan ibu seorang kriminal, sekarang ditambah dengan rumor gay. Aku adalah bahan gosip di sekolah."

Yeonjun mengacak rambutnya jengkel. Ia bingung, gelisah, hampir stress. "Ah, Soobin. Aku hanya tidak ingin kita berdua menjadi seperti ayah dan ibu. Aku sudah berusaha untuk menjadi orang yang baik, tapi mengapa dunia selalu mendorongku untuk menjadi jahat? Apa karena aku memang berdarah kriminal? Jadi aku tidak layak menjadi orang baik? Atau--"

"Kak Yeonjun," potong Soobin.

"Apa, sih?"

"Kau ingin aku membantumu mencari uang? Itu, kan, yang kau minta? Tidak usah didramatisir."

"Tidak. Aku hanya ingin kau sedikit lebih dewasa dan menghargai perjuangan kakakmu. Itu sudah lebih dari cukup."

Soobin masuk ke dalam kamarnya sejenak untuk mengambil sesuatu. Benda yang dibawanya adalah sebuah amplop coklat berisi beberapa lembar uang, yang kemudian diletakkan di atas meja, tepat di depan mata Yeonjun. "Pakai uang itu saja, mungkin bisa meringankan," ujar Soobin.

"Uang apa itu?"

"Sejujurnya itu uang untuk membayar tempat kursus musik Hwang House milik Kak Yeji, di bulan September 2016. Dulu, aku kan sempat berhenti kursus secara mendadak jadi bayaran untuk bulan September belum sempat dibaya--"

"Berikan padanya sekarang."

"Apa?"

"Berikan uang itu kepada Hwang House."

"Kenapa? Tempat kursus itu juga tidak menagih sampai hampir tiga tahun, kok."

"Kita bukan kriminal, kan? Berikan uang itu atau uang sekolahmu tidak kubayar. Sekarang."

"O-oke."─Flashback End.

***

Setelah menyelipkan amplop di pagar rumah orang, Soobin diundang sahabat-sahabatnya menuju suatu tempat, hanya sekadar nongkrong. Masih mengenakan seragam sekolah yang sama, Jeongin, Soobin, dan Kai berkumpul di salah satu kedai makanan.

Sambil bermain game ponsel bersama, Jeongin memecah keheningan. "Kai, bukannya hari ini kau harus menghadiri rapat perusahaan? Kau kabur?"

The Seoul Story | txtzyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang