21. Korban ke 7 (2)

63 5 0
                                    

Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang. Naya merapatkan jaket yang Ia kenakan. Tangan kanannya memegang kantong kresek yang berisi beberapa cemilan yang Ia beli dari minimarket terdekat. Suasana malam yang lengang menghantarkan Naya yang berjalan kaki seorang diri dengan headset tersumpal dikedua kupingnya.

Naya merasakan sesuatu yang tidak beres. Dengan perlahan Naya mengarahkan tangan kirinya yang bebas kedalam saku jaket untuk mematikan musik yang Ia dengarkan. Perasaan tidak enak yang Naya rasakan meningkat setelah telinganya menangkap suara sepatu boots yang melangkah tidak jauh dibelakangnya.

Naya menetralisir degup jantungnya yang dua kali berpacu lebih cepat. Dengan membuang rasa takutnya mentah-mentah, kedua kakinya berhenti melangkah. Dan saat itu juga langkah kaki yang mengikutinya ikut berhenti. Dengan gerakan cepat Naya menoleh kebelakang.

Kosong.

Matanya tidak menangkap siapapun berada dibelakangnya. Dengan perasaan gelisah Naya kembali berjalan dengan lebih cepat dari sebelumnya. Tapi suara langkah sepatu boots itu terdengar lagi. Naya berlari guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Suara langkah itu ikut berlari mengejar Naya. Dilain sisi Naya tidak memiliki keberanian hanya untuk menengok kebelakang saat suara langkah sepatu boots itu semakin mendekat, langkah kaki Naya kalah cepat dari penguntit itu.

"Aaa... mmmhh... " Suara teriakan Naya teredam oleh sapu tangan yang membekap mulutnya. Tubuh kecil Naya dicekal oleh tubuh tegap yang memakai topi bucket dikepalanya. Berangsur kesadaran Naya menghilang setelah menghirup obat bius yang menutupi mulut serta hidungnya. Naya pingsan yang langsung digendong oleh laki-laki bersepatu boots.

^^^

Hari kesepuluh Dira terperangkap didalam sel penjara terkutuk ini. Tubuhnya yang lusuh penuh luka yang telah mengering. Tatapan matanya yang tampak kosong memandang makanan didepannya yang belum Ia sentuh sama sekali.

'Untuk apa makan jika sebentar lagi aku akan mati juga.' Pikirnya.

Braakkk!

Suara pintu yang dibuka paksa membuat Dira tersentak kaget yang otomatis mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Pria berpakaian serba hitam dengan sepatu boots dan topi bucket seperti biasanya. seperti tidak punya pakaian lain saja.

Yang membuat Dira tersentak adalah sosok tubuh perempuan yang Ia bawa. Perempuan dengan rambut Panjang serta baju kantoran yang masih dikenakannya. Korban selanjutnya telah tiba. Dira tidak bisa mengerti dengan perasaannya. Apakah Ia harus sendang karena sekarang mempunyai teman ? Atau Ia harus sedih karena sebentar lagi Ia akan dieksekusi seperti Lusi, korban sebelumnya.

Pandangan Dira mengikuti gerak laki-laki itu memasukan perempuan yang masih dalam keadaan pingsan ke dalam salah satu sel. Selang beberapa menit saat laki-laki tadi pergi dari ruangan, datanglah seorang perempuan dengan masker yang menutupi wajahnya. Tangannya memegang pakaian penjara yang sama dengan yang Dira kenakan. Perempuan dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya itu dengan santai mengganti pakaian korban selanjutnya.

"Kau salah satu dari mereka ?" Tanya Dira tiba-tiba.

"Hmm." Jawab perempuan bermasker tanpa menoleh. Masih dengan aktivitasnya.

"Bisa temani aku sampai dia sadar ?" Ujar Dira.

Tidak ada sahutan dari lawan bicaranya. Tapi perempuan itu membuka maskernya dan memperlihatkan wajahnya yang cantik.

"Namaku Sindi." Jawabnya sembari duduk berselonjor dengan menyenderkan punggungnya di besi sel.

"Namaku DIra." Ucap Dira tersenyum tipis. Hatinya menghangat hanya sekedar menatap wajah tenang Sindi.

Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang