8. Kasus Beruntun

141 27 2
                                    

“Maaf ya ?” ucap Putri merasa bersalah.

“Iya nggak papa sayang. Udah berapa kali kamu bilang maaf coba ?” Aji merasa gemas dengan kekasihnya yang kini memasang muka menggemaskan menurutnya. Ia mengusap kepala Putri pelan dan mengacak rambutnya gemas.

“Ih jangan diacak-acak rambut aku.” Putri memukul pelan tangan Aji karena kesal.

“Yaudah sana masuk. Nanti kalau pulangnya kemaleman minta tolong kak Sandi buat jemput. Kalau kak Sandi gak bisa nanti hubungi aku, oke ?” titah Aji tidak terbantahkan.

“Iya sayang. Udah sana pulang. Bye-bye…!” Ucap Putri mengakhiri obrolan dengan melambaikan tangan sembari berjalan pelan ke dalam Kantor Polisi. Meninggalkan Aji diluar sendirian.

Sebenarnya Putri merasa tidak enak dan merasa bersalah dengan Aji, pacarnya. Pasalnya makan malam mereka gagal gara-gara Putri yang harus lembur tiba-tiba. Saat Putri mau mengabari kabar prihal lemburnya, Aji sudah mengabari bahwa dirinya sudah ada di depan Kantor Polisi tempatnya magang.

“Pacar kamu Put ?” Tanya Bima sebagai sesama rekan magang dan diagguki Putri sebagai jawaban.

Bima yang seharian ini mencari berkas-berkas kasus orang hilang pada 1 tahun terakhir menyiapkan berkasnya untuk rapat yang akan mulai sebentar lagi.

“Semuanya kumpul.” Intruksi Joko sebagai komandan dalam kasus penculikan Dira.

Empat orang sudah duduk yang menghadap ke kaca tulis dan ada Joko disebalahnya yang menjelaskan kasus ini. Bima membagikan berkas yang Ia kumpulkan seharian ini.

“Oke saya mulai rapatnya, dari data yang Bima kumpulkan ada 6 orang hilang dengan motif penculikan yang sama dan ada 4 kasus yang terekam CCTV. Dan semua korbannya perempuan.” Ucap Joko sembari mencoret kaca bening sebagai papan tulis dan menempelan foto para korban.

“Dari 6 korban penculikan sudah ditemukan 4 yang meninggal dunia. Mayatnya dikembalikan ditempat tersangkat menculik korban.” Joko melingkari nama Ani, Sinta, Hanifah, dan Citra dengan spidol warna merah.

“Mereka ditemukan tewas setelah 14 hari dinyatakan hilang. Dalam 4 kasus ini dilihat dari cara hilang dan tewasnya yang serupa dapat disimpulkan pelaku pembunuhannya sama. Sekarang 2 kasus penculikan yang terakhir ini apakah berpotensi akan menjadi kasus pembunuhan juga ?” Joko memberikan waktu untuk anggotanya memberi pendapat mereka masing-masing.

“Sekarang sudah hari ke 10 hilangnya Lusi. Jika memang benar ini kasus pembunuhan berantai dia akan ditemukan tewas ditempat penculikan terjadi.” Adit yang pertama berkomentar.

“Dalam kasus penculikan Dira kemaren, Putri mendapat petunjuk jaket yang dipakai tersangka terdapat logo dan tulisan polisi. Setelah Saya telusuri kembali 3 CCTV lainnya juga tersangka memakai jaket yang sama.” Nicko memberikan 3 foto kepada masing-masing orang.

“Jadi dapat disimpulan ini kasus pembunuhan berantai.” Ujar Joko menyimpulkan.

“Dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir tejadi kasus serupa. Setiap tahunnya ada 12 korban dengan kasus yang sama. Terjadi penculikan dan ditemukan tewas ditempat penculikan terjadi setelah 14 hari dinyatakan hilang.” Giliran Bima yang bersuara. Bima adalah ahlinya dalam mengumpulkan basis data.

Putri termenung memandang berkas ditangannya. Ada sesuatu yang mengganjal dipikirannya. Tentang tersangka yang mengancam Naya sebagai saksi. Tentang secarik kertas yang bertuliskan ‘aku tunggu’. Tentang Naya yang keluar setelahnya, yang dapat Putri simpulkan bahwa itu alterego Naya yang lain.

“Tapi apa hubungannya alterego Naya yang lain dengan tersangka ? karena alterego Naya menuju tempat yang berbeda dengan yang tersangka pergi menghilang.” Ucap Putri dalam hati.

Joko yang sedari tadi memperhatikan Putri yang melamun menegur dengan tenang “Apa kamu punya pendapat Put ?”

Ucapan Joko yang tiba-tiba ditujukan kepada dirinya, membuat Putri terjangkit kaget dan gelagapan. Sontak hal itu membuat 3 orang lainnya menoleh kepada Putri.

“Ahh tidak Pak.” Ucap Putri akhirnya. Putri masih ragu memberi tahu tentang hal ini kepada rekannya apa tidak.

“Saya rasa pembunuhan berantai ini memiliki motif karena setiap korban yang ditemukan tewas memakai baju yang sama dan terdapat nomor urut dibaju itu.” Ucap Putri setelah mulai tenang.

“Aku akan mencari kebenarannya terlebih dahuli. Ini terlalu membingungkan.” Ucapnya dalam hati.

^^^

“Kamu sudah sadar sayang ?” ucap Maya dengan perasaan yang campur aduk. Sedih mengetahui putri semata wayangnya menderita seperti ini. Senang karena Naya kecil sudah sadar dari pingsannya. Air matanya yang sedari tadi mengalir kini semakin deras. Maya terus mengecup tangan Naya dengan sayang, tangannya terus mengusap kepala Naya dengan lembut.

“Bunda ?” ucap Naya dengan samar. Naya merasa sangat lemas, tubuhnya tidak bertenaga bahkan hanya untuk bicara saja Ia tidak kuat.

“Iya sayang, bunda disini. Naya istirahat dulu ya.” Ucapnya lembut.

“Apakah ayah seorang pembunuh ?” ucap Naya disisa kekuatannya. Air matanya mengalir hanya dengan mengingat kejadian yang memilukan tadi. Tentang pembulian terhadapnya.

Maya tersentak mendengar pertanyaan putri kecilnya. Ini terlalu berat untuk Naya yang masih berusia 7 tahun. Bahkan ini sangat berat baginya yang dianggap orang dewasa sekalipun. Suaminya dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan. Suaminya seorang pembunuh. Ayah Naya seorang pembunuh. Tangis Maya pecah dipelukan Naya yang masih terbaring lemah di ranjang kamarnya. Naya yang mengetahui hal itu tidak mau melihat bundanya sedih seperti ini. Hal ini membuat Naya merasa sangat bersalah sudah bertanya. Pertanyaannya pasti sudah melukai perasaan bundanya.

“Maafkan Naya, bund. Bunda jangan nangis. Naya janji tidak akan bertanya lagi soal ayah.” Lirihnya penuh pilu ditelinga Maya yang mendengarnya. Maya hanya bisa diam tanpa menjawab satu kata pun. Ia mengeratkan pelukannya kepada putrinya.

Maya keluar dari kamar setelah Naya terlelap tidur dalam pelukannya. Maya sedikit terkejut mendapati seseorang sudah terduduk tenang di ruang tamunya.

“Ada perlu apa kemari ?” Tanya Maya ketus kepada sorang pria berjas hitam rapi, dilihat dari pakaiannya sudah dapat diduka bahwa pria itu orang bermartabat tinggi. Harusnya begitu.

Pria berjas hitam itu menyerahkan selembar cek yang bertuliskan senilai 1 milyar. Dengan wajah angkuhnya Dia berdiri dan meninggalkan cek tersebut diatas meja “Jaga sikapmu Nyonya, itu pertanda yang buruk untuk bisnis kita.” Ujarnya sembari melangkah meninggalkan rumah Maya dengan cepat.

Maya jatuh terduduk setelah kepergian pria tersebut. Air matanya mengalir lagi setelah beberapa manit lalu sudah berhenti. Ia memukul dadanya yang terasa sesak, tangisnya Ia redamkan supaya Naya tidak terbangun.

“Dasar pria biadab. Tunggu sampai kasus gilamu terbongkar.” Maya bermonolog sebuah ancaman yang mengerikan. Emosinya meluap seiring masalah semakin pelik.

^^^

“Kak Sandi jemput aku.” Putri berucap dengan lemas kepada kakaknya di sebrang sana.

“Iya. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan juga.” Jawab Sandi yang masih terdengar tenang

“Tentang apa ?”

“Soal ancaman penculikan itu terhadap Naya.” Putri membulatkan matanya mendengar topik yang akan dibicarakan Sandi.

“Oke. Nanti kita bicara di rumah.” Putri mengakhiri panggilannya dan membereskan semua berkas yang berserakan dimeja kerjanya.

^^^

.
.
.
.
.
Padahal niat hati pengen update 1 minggu 2 kali. Tapi banyak tugas 😭😭😭
.
Bagaimana pendapat kalian soal cerita ini ? Aneh ? Banget. Hahaha...!
.
Selamat membaca :)
Tandai typo yaaaa....


Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang