27. Bergabung

60 8 1
                                    

Sandi memasuki rumahnya dengan banyak beban dipikirannya. Tentang tubuh Naya yang telah dikuasai oleh alteregonya yang lain. Dan kini mendapati keadaan rumah yang hancur, dengan Putri dan Aji yang sedang membereskan kekacauan yang ada.

"Ada apa Put ?" Sandi menghampiri Putri yang sedang mengumpulkan kayu yang berceceran, dari pintu yang telah rusak.

"Tadi bodygoard ayahnya Aji kesini untuk mencari Aji dan menghancurkan semua ini Kak." Jawab Putri memberi penjelasan.

"Maafkan kekacauan ini Kak. Semua ini gara-gara aku." Aji dengan rasa bersalahnya ikut bersuara.

"Kalian tidak apa-apa kan ?" Tanya Sandi untuk memastikan keadaan adiknya dan Aji. "Terus bagaimana dengan bodygoard itu ?" Lanjutnya khawatir.

"Sudah diurus kepolisian Kak. Tadi sempat menghubungi Pak Joko untuk membantu, dan dari kepolisian datang sebelum menemukan aku dan Aji." Jawab Putri.

"Tempat ini sudah tidak aman untuk kalian." Ucap Sandi sambil membantu Putri dan Aji untuk membereskan rumah.

Sandi dengan segala pikiran ajaibnya. Sepanjang Ia membersihkan rumahnya yang telah hancur, otaknya bekerja untuk menyusun sebuah rencana. Ada Naya yang tubuhnya telah dikuasai oleh alterego seorang preman. Ada Putri yang magang di kantor polisi yang bisa memberi informasi dalam perkembangan kasus pembunuhan beruntun ini. Ada Aji anak dari salah satu bagian dari BIG BOSS. Dan ada Sandi, dirinya sendiri. Bukankan ini suatu kelompok yang cukup ?

^^^

Pagi menyapa bumi dengan cerahnya. Menampakan mentari yang kini mulai menyalakan cahaya keemasannya. Membuat mata mengerjap, seakan tanda untuk membangunkan penghuni bumi bagian pagi.

Sandi mematikan alarm yang menunjukan pukul 06 : 00. Ia mendudukan dirinya dengan rasa kantung yang masih menyelimuti. Pasalnya laki-laki itu baru tertidur jam tiga dini hari, jadi terhitung Sandi hanya tidur selama tuga jam saja.

Ia menghirup udara dalam-dalam sebelum beranjak dari kasurnya. Tetapi indera penciumannya mencium bau yang menggugah selera, bau masakan yang baru saja matang. Sontak saja hal itu membuatnya cepat berajak menuju kamar mandi hanya untuk sikat gigi dan mencuci muka bantalnya.

"Kamu masak Put ?" Tanya Sandi heran.

"Iya dong." Jawabnya sombong sambil mematikan kompor. Tumis jamurnya sudah matang dan siap disajikan.

"Tumben banget. Biasanya jam segini masih molor di dalam selimut." Celetuk Sandi membuat Putri melotot tajam kearahnya.

Tapi dia Putri, bukannya terlihat menyeramkan malah lebih terlihat menggemaskan untuk Sandi. Dan penghuni rumah lainnya, Aji. Cowok dengan wajah lebam di beberapa bagian yang sedari tadi ikut sibuk memasak bareng Putri.

"Caper banget mentang-mentang ada pacar." Sandi duduk di kursi sambil melihat beberapa menu yang tersaji di atas meja.

"Kak, bisa diam tidak ? Kamu jangan membuat image yang aku bangun hancur ya." Candanya menanggapi sindiran Sandi.

"Udah ayo sarapan." Aji yang sedari tadi hanya menyimak obrolan kakak beradik itu akhirnya menjadi penengah.

Sandi hanya menggeleng menanggapi tingkah adiknya. Sandi yang terbiasa sarapan dengan roti bakar dan segelas susu kini ikut bergabung dengan sarapan dengan makanan berat. Mengikuti gaya hidup Putri. Gadis itu tidak akan merasa kenyang sebelum memakan nasi. Ciri khas orang Indonesia sekali.

Sarapan pagi ini berjalan dengan celotehan Putri. Hal itu membuat dua laki-laki yang bergabung tersenyum, sejenak melupakan masalah yang menderanya.

"Aji, apa rencanamu selanjutnya ?" Tanya Sandi saat acara sarapannya selesai. Pertanyaan yang sontak membuat gerak Aji terhenti sejenak.

Aji paham dengan maksud Sandi. Tentang dirinya, tentang ayahnya, dan tentang hubungannya dengan Putri.

"Kak Sandi... boleh aku nikahi Putri ?" Jawab Aji dengan menatap kedua mata Sandi dalam.

"Uhukkk..." Putri yang tadi sedang minum tersedak karena mendengar perkataan Aji. Putri yang akan menyemburkan kata-kata mutiaranya terhenti saat mendapat isyarat dari Sandi untuk diam terlebih dahulu.

"Kenapa ?" Tanya Sandi tenang.

"Sangat klasik jika aku mengatakan karena menyayanginya. Tapi diluar itu, aku ingin memenuhi janjiku, untuk menjaganya. Karena hanya Putri satu-satunya alasanku untuk tetap bertahan sampai saat ini. Hanya dia satu-satunya keluarga yang aku punya. Tidak dengan ayahku sendiri." Perkataan Aji membuat Putri berkaca-kaca. Ia terharu mendengar kata demi kata yang Aji ucapkan.

"Baiklah. Kita bicarakan pernikahan kalian setelah kasus ini selesai." Sandi menegakkan badannya untuk menatap Aji lebih intens lagi. "Bagaimana dengan syarat kamu memanfaatkan ayah kamu untuk membongkar kasus ini ?" Sebuah tawaran yang sontak membuat Aji dan Putri melotot kaget.

"Kak ?" Protes Putri. Itu terlalu berbahaya untuk Aji bukan ?

"Kita bicarakan nanti sore sepulang kerja. Datang ke rumah Naya jam 5 sore untuk membahas rencana ini." Sandi beranjak dari meja makan menuju kamarnya.

^^^

Pagi ini semua orang penghuni kantor tampak terkejut saat melihat Naya masuk kantor setelah cuti satu minggu. Bukan menjadi rahasia lagi soal Naya yang menjadi saksi kasus pembunuhan berantai yang sedang menghantui masyarakat akhir-akhir ini. Bahkan teman satu kantornya yang dikabarkan diculuk beberapa hari yang lalu. Kemungkinan besar Nia menjadi salah satu korban dari kasus ini.

Tapi kini melihat Naya baik-baik saja membuat semua penghuni kantor senang dan khawatir secara bersamaan.

"NAYAAA KANGEENNN !" Suara pekikan Laras sontak membuat yang mendengarnya langsung menutup telingan masing-masing.

Laras berlari menghamburkan peluknya pada tubuh Naya. Naya hampir terjungkal ke belakang karena tidak siap menerima tubrukan tubuh Laras.

"Haha... masih pagi Ras." Celetuk Naya menyambut pelukan Laras dengan tawa sumringah.

"Iya tuh dasar Laras gila. Berisik banget pagi-pagi. Mau latihan jadi toa masjid dia." Sahut Bagas sengit.

"Apasih Gas. Nyaut aja kaya aliran listrik." Sungut Laras tidak kalah sengit.

Setelah berbincang basa-basi tanya soal kabar, semua orang mulai sibuk dengan komputer masing-masing. Termasuk Naya.

Tinggg.

Suara notifikasi dari ponsel mengalihkan atensi Naya dari layar monitor. Ia membuka pesan yang ternyata dari Sandi.

'Pulang kerja nanti kita bahas rencana kita di rumah kamu. Aku membawa dua orang yang mungkin akan berguna untuk kasus ini.'

Senyum miring terbit di bibir Naya, bahkan semua orang tahu Naya yang begitu sopan tidak pernah tersenyum semengiran itu.

Tanpa perlu repot-repot membalas pesan itu, Naya meletakan kembali ponselnya dan kembali fokus kepada layar di depannya.

'Mari kita selesaikan dengan segera. Sebelum Naya mati.'

^^^
.
.
.
.
.

^^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang