24. Rahasia Sandi

56 7 0
                                    

"Hallo, Putri ?"

"Ha... hallo Kak." Jawab Putri terbata. "Maaf baru bisa telfon balik. Tadi lagi rapat." lanjutnya setelah terjeda beberapa saat.

"Tidak apa-apa. Kakak yang salah telfon pada jam kerja." Suara dari seberang sana membuat bibir Putri bergetar. Tidak sanggup mengucapkan sepatah kata.

"Jadi gini, Kakak mau minta bantuan kamu bisa ?" Sambung Sandi mengutarakan tujuannya menelfon sang adik.

"Apa Kak ?"

"Mungkin nanti bisa kita bicarakan di rumah. Sekarang Kakak mau tanya, bagaimana perkembangan kasus kamu ?"

"Terlalu banyak teka-teki Kak. Tapi banyak menemukan bukti baru dari hasil autopsy." Jawab Putri sembari menghela nafas berat. Pikirannya penuh saat ini.

"Bukti apa ?" Tanya Sandi to the point.

"Aku juga tidak bisa membocorkan ini ke warga sipil, apalagi melalui telefon. Nanti kalua di rumah saja biar aman rahasianya."

Setelah bertanya basa-basi ala-ala putri, panggilan pun berakhir karena Putri yang harus membuat laporan.

^^^

Sandi sudah berdiri didepan rumah lamanya sejak satu jam yang lalu. Tapi belum ada keberanian untuk memasuki rumah yang dulunya menjadi saksi masa kecilnya. Ia sempat berfikir untuk mengajak Putri, seandainya terjadi sesuatu dengan dirinya masih ada yang bisa menolongnya.

Tapi setelah mengetahui kesibukan adiknya, Sandi mengurungkan niatnya. Jadi disinilah Sandi, memantapkan dirinya untuk masuk ke dalam rumah. Kunci sudah Ia buka, tangannya masih menggenggam gagang pintu dengan kuat.

Dengan pelan tangannya membuka daun pintu yang sudah lima belas tahun Ia tinggalkan. Tepatnya setelah Ia menemukan tubuh ibunya gantung diri.

Pintu terbuka lebar, menampilkan ruang tamu yang cukup gelap, Sandi menyalakan lampu disebelah pintu masuk. Ruangan yang dulu tampak rapi dan bersih, kiri menjadi ruangan yang sangat berdebu, sarang laba-laba dimana-mana. Semua perabotan rumah ditutup dengan kain putih yang kini sudah belapis debu.

"Ibu, Sandi pulang." Ujar Sandi lirih. Ia tahu, suara yang akan menyambutnya pulang kini sudah tidak ada lagi. Seseorang itu telah pergi tanpa mengajak atau berpamitan dengannya.

Sandi melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam ruangan. Ia harus mencari apa yang harusnya Ia cari. Sandi tidak bisa terlalu larut dalam perasaan sedihnya yang sudah mengakar dalam tubuhnya. Sandi berjalan menuju kamar kedua orang tuanya. Didepan pintu, lagi-lagi tubuh sandi kaku, bayangan tentang kejadian 15 tahun silam berputar jelas diotanya.

"Bu, Sandi mohon." Sandi menghembuskan nafas dengan kasar. "Jangan muncul lagi."

Sandi membuka pintu, menyalakan lampu, dan menuju nakas. Membuka setiap laci. Setelahnya menuju lemari, mengobrak-abrik isinya dengan tergesa. Nafasnya sudah mulai memburu, Ia harus segera keluar dari rumahnya sendiri.

Gerakan tangan Sandi berhenti setelah menemukan sebuah kotak kayu dibawah tumpukan baju bapaknya.

^^^

Semua orang dengan masalah yang yang telah menumpuk dipundaknya masing-masing. Seperti itu keadaan saat ini. Bahkan Putri yang biasanya selalu ceria dan becanda, kini sering terlihat memasang wajah seriusnya. Wajahnya yang putih tampak letih dan sedikit pucat karena kelelahan.

"KAK SANDI." Teriakan Putri menggema diseluruh sudut-sudut ruangan saking kerasnya teriakan itu. Hal itu sudah biasa bagi Sandi, tapi tidak bagi Aji yang kini masih berbaring di ranjang kamar tamu. Mungkin Putri melupakan keberadaan pacarnya jadi tidak usah baginya untuk menjaga image yang terlalu bar-bar. Walaupun mungkin Aji sudah mengetahui sifat buruk gadis itu.

Merasa tidak mendapat respon, Putri berjalan menuju kamar Sandi dan membuka pintunya tanpa repot-repot mau mengetuk.

Putri terperanjat kaget melihat Sandi terkapar lemas di ranjangnya. Wajahnya tampak pucat membuat Putri khawatir.

"Kak Sandi demam." Ucapnya setelah menyentuh dahi Sandi dan menyeka keringat yang mengalir di dahi sang kakak.

"Udah minum obat ?" Tanya Putri yang direspon gelengan singkat oleh Sandi.

"Mau ke rumah sakit ?" Tanya Putri lagi. Dan lagi-lagi mendapat respon yang sama.

Dengan cekatan Putri mengambil kotak P3K dan mencari obat demam yang biasa Sandi minum.

"Bangun Kak, minum obat dulu." Putri membantu Sandi untuk duduk guna meminum obat yang Putri siapkan.

"Tahu kalau Kak Sandi sakit mending aku izin aja tadi. Kenapa tidak bilang kalau lagi sakit sih kak ? Aku khawatir kalua kak Sa..." Kesal Putri menggebu-gebu.

"Kakak tadi ke rumah." Potong Sandi dengan santainya.

Putri menutup mulutnya saking kagetnya mendengar ucapan Sandi.

"Hahaha..." Tawa Putri sumbang. "Kak Sandi bohong kan ?" Manik matanya kini terfokus ke mata Sandi untuk mencari jawaban.

"Kakak tahu tempat dimana para korban dikurung." Terang Sandi meyakinkan adiknya.

Lagi-lagi Putri dibaut terkejut oleh penuturan Sandi.

"Kak Sandi sekarang istirahat dulu. Kita bahas lagi nanti." Ucap Putri final. Ia berdiri dari duduknya dan berusaha membantu sandi berbaring, menaikan selimut sampai sebatas dada.

Sebelum Putri beranjak keluar dari sampingnya Sandi berucap "Pasti kamu mau tanya soal tattoo yang ada dibelakang leher kakak."

Dan tebakan Sandi benar. Muka Putri yang cengo Sangat terlihat dimata Sandi. Gadis itu paling tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Putri kembali duduk, menunggu cerita dari Sandi.

"Tato itu sudah ada sejak aku masih kecil. Beberapa saat setelah aku dan keluargaku pindah dari Semarang ke Bandung. Sehari setelah bapak mendapat pekerjaan. Dan kamu tahu apa pekerjaan bapakku." Sandi menjelaskannya dengan tenang.

"Kakak ingat bagaimana mendapatkan tato itu ?" Tanya Putri.

"Tidak ingat." Jawab sandi singkat.

"Jadi itu semacam tanda bukti ? Tapi kenapa Kak Sandi yang dapat, bukan Om Yoga ?"

"Karena BIG BOSS menginginkan nyawa anak dari anak buahnya. Mereka menyebutnya Bukti Pengabdian. Agar anak buahnya patuh dan setia kepadanya. Nyawa anaknya sebagai jaminan." Jelas sandi.

Putri benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang telah terjadi. Matanya memanas setelah mengetahui kebenarannya. Dan fakta yang menyakitkan, Selama ini kakaknya telah dibuat jaminan oleh bapaknya sendiri. Nyawa Sandi dibuat mainan oleh orang-orang biadab.

"Hiks.." Tangis Putri pecah saat menyadari kalau kakaknya adalah salah satu target dari kasus ini.

Sandi kembali bangun dari berbaringnya dan memeluk Putri. Menenangkan adiknya yang terisak. Dengan ini Sandi menyadari bahwa hidupnya sedikit dibutuhkan. Dan selama ini, hal itulah yang membuatnya bertahan.

^^^

.
.
.
.
.
.

Gimana part ini ?

Sayang Putri banyak-banyak 💜💜💜

Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang