29. Alasan Penculikan

48 6 0
                                    

Ruangan pengap dengan pencahayaan minim itu terlihat lengang. Bau anyir darah semakin tercium pekat setelah penyiksaan salah satu penghuni ruangan. Dua penghuni yang masing-masing terkurung dalam jeruji besi ukuran 2x2 meter itu juga tampak diam, bahkan nyaris tidak bergerak. Seolah jika mereka bergerak sedikit saja nyawa mereka akan menjadi taruhannya. Dalam kesunyian itu, suara pintu samping terbuka dan terdengar langkah kaki seseorang. Sindi berjalan dengan memegang nampan berisi dua piring nasi dan 2 gelas air putih. Masing-masing diberikan kepada dua penghuni sel penjara lewat celah bawah jeruji.

Tidak ada respon dari keduanya, Dira maupun Nia. Sindi memutuskan duduk bersandar pada jeruji besi Dira. Menghela nafas dalam sebelum memulai bicara.

"Hai kak Dira," Suara Sindi mulai terdengar "maaf banget tidak bisa membantu kakak keluar dari sini sampai hari ke 13  ini. Tepat hari ke 14, satu hari lagi kakak akan keluar dari sini dengan keadaan sudah meninggal."

Dira tercekat dengan informasi yang baru saja Ia dengar. Air mata yang telah kering kini mulai menggenang lagi dipelupuk matanya dan menetes dengan sekali kedip. Dira ingin sekali bergerak dan bertanya banyak hal kepada Sindi, tapi semua badannya yang penuh dengan luka sangat menyakitkan saat bergerak. Bahkan bisa berdarah kembali jika terlalu banyak gerak.

"Kak Dira adalah korban ke enam yang dia bunuh. JIka kak Dira tanya kenapa, karena ayah kak Dira sudah menjanjikan kak Dira kepada BIG BOSS. Kak Nia juga!" Ucap Sindi dengan tenang. Sindi tahu kalau Nia menatapnya dan menyimak penjelasannya.

"Ayah aku menjanjikan aku untuk dibunuh ?" Tanya Nia dengan dahi berkerut, tidak paham dengan penjelasan Sindi.

"Dulu ayah kalian masuk dalam sebuah organisasi atau komplotan dan sejenisnya, mungkin sampai sekarang jika ayah kalian masih hidup. Dalam kelompok itu BIG BOSS sebagai ketua dengan sepuluh anak buah yang diberi tanda kupu-kupu kanan, ayah kalian salah satunya. Dalam perjanjian itu anak buah harus mengorbankan satu anggota keluarga sebagai sandera untuk membuktikan kesetiaan. Dan sandera itu diberi tanda kupu-kupu kiri."

Nia menggerakan tangan kanannya untuk menyenduh leher belakangnya yang terdapat tato kupu-kupu setengah bagian. "Jadi tato ini adalah tanda bahwa aku adalah sandera ?" Lirih Nia bertanya, atau memberitahu kepada dirinya sendiri yang sebenarnya tidak terima dengan perkataan Sindi.

Sindi mengangguk membenarkan. Ia juga tidak tahu kenapa harus bercerita kepada dua orang dihadapannya ini. Padahal dia sendiri sedang terancam nyawanya. 

"Aku bukan bagian dari komplotan itu dan aku juga bukan bagian dari korban seperti kalian. Aku hanya sandera lain tanpa perjanjian. Tapi sama-sama akan mati."  Ucap Sindi. Ia hanya ingin memberi tahu alasan mereka diculik, dianiaya, dan dibunuh. Hanya itu. Semoga tidak berdampak pada keselamatan dirinya sendiri karena bersikp ceroboh.

Suara ponsel berdering membuat Sindi teralihkan fokusnya, Ia merogoh sakunya untuk mengambil benda pipih itu. Tertera nama  'Nata' dilayar. Sindi bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan untuk mengangkat panggilan. Menyisakan keheningan yang sempat terpotong tadi.

Dira dan Nia termenung mengolah informasi yang mengejutkan bagi mereka.

"Aku bahkan tidak tahu kalau ayahku ikut dalam organisasi sialan ini." Celetuk Nia lirih. Celetukan yang entah dilontarkan kepada Dira untuk ditanggapi atau mungkin monolog kelapada dirinya sendiri.

"Ayahku sudah meninggal satu tahun yang lalu karena kecelakaan. Tabrak lari yang sampai sekarang pelakunya belum ditemukan." Lirih Dira yang mendapat atensi penuh dari Nia.

"Atau mungkin kecelakaan ayahmu ulah manusia biadab itu ?" Sahut Nia menanggapi.

Dira menolehkan kepalanya ke samping menghadap Nia yang duduk bersandar pada sel jeruji.

"Mungkin ayahmu melakukan kesalahan dan Ia dibunuh oleh BIG BOSS itu juga ?" Lanjut Nia mengutarakan pendapatnya.

Dira berusaha bangkit untuk duduk dari posisi tidurannya. Ia menahan rasa perih yang menjalar dari luka sayatan dibeberapa bagian tubuhnya.

"Shhh... Aww." Rintihnya saat  luka sayatan di perutnya bergesekan dengan baju hingga merembas darah segar dari sana. Luka sayatan itu teruka lagi saat sebelumnya sedikit mengering.

"Sebelum ayahku kecelakaan, beliau sempat berantem sama ibuk. Mereka membicarakan soal ..." Suara Dira berbenti, Ia berusaha mengingat kejadian 1 tahun silam "soal panti asuhan ?" lanjutnya dengan nada yang masih ragu.

"Panti asuhan ?" Tanya Nia memastikan.

"Iya, ibuk melarang ayah untuk ikut bakti sosial di panti asuhan. Ayah menyetujui usulan ibuk untuk keluar dari komunitas bakti sosial itu. Saat perjalanan pulang dari organisasi ayah kecelakaan. Mobilnya tertabrak truk sampai masuk ke jurang. Dan mayatnya sampai sekarang belum ditemukan." Air mata Dira merembas dari kedua mata sipitnya. Mengingat kejadian satu tahun itu sangat menguras emosinya.

"Komunitas bakti sosial Wirakarta ?" Tanya Nia memastikan.

Kedua mata Dira membola saat Ia mendengar nama komunitas itu. Dira mengangguk setelah beberapa detik memproses rasa kagetnya.

"Ayahku juga ikut komunitas itu. Aku pernah diajak kesana untuk perayaan ulang tahun yang ke 32." Ucap Nia. Ia sangat ingat dengan Wirakarta.

"Aku juga pernah diajak kesana pas ulang tahun ke 31." Sahut Dira lemah. Tenaganya mulai hilang saat harus menerima semua siksaan. Sedangkan dirinya belum mengisi perutnya sejak dua hari yang lalu.

Pintu depan yang terbuat dari besi terbuka dengan suara keras. Seseorang masuk dari sana. Dira dan Nia menoleh, secara sepontan mereka berdua tercekat saat mengetahui siapa orang yang masuk dalam ruangan, BIG BOSS dengan sepatu boots dan pakaian serba hitamnya melangkah menuju ruang penyiksaan.

"Apakah aku bisa mati lebih dahulu sebelum penyiksaan terakhirku dan berakhir mati ditangan psikopat gila itu ?" Tanya Dira dengan mata berkilat marahnya. Nia terdiam dengan ide gila Dira.

"Disetiap jeruji sel ini terdapat pintu menuju ruang bawah tanah. Aku pernah mencoba kabur tapi gagal. Saat penyiksaan terakhir aku akan berusaha melawan hingga membuat dia fokus kepadaku. Kamu bisa menggunakan kesempatan itu buat kabur dari sini dan bisa lapor kapada polisi agar psikopat gila itu tertangkap."

Nia mencoba mencari pintu menuju bawah tanah yang dibicarakan Dira. Ketemu. Ia melihat bagian yang seperti bisa dibuka dari lantai yang beberapa hari ini Ia tempati.

"Jangan dibuka sekarang." Ujar Dira saat melihat gerak-gerik Nia. Perempuan itu kembali tenang diposisi duluknya yang semula.

"Apa tidak sebaiknya kita kabur sekarang sama-sama. Sebelum hari ini berganti ?" Tanya Nia, berusaha agar mereka bisa selamat. Tidak mengorbankan nyawa salah satunya.

"Mana mungkin aku bisa hidup dalam keadaan seperti ini ?" Ucap Dira sembari tangannya bergerak untuk menyentuh pipinya yang terdapat luka sayatan. "Lagian aku akan sangat merepotkan jika berjalan dalam keadaan luka sperti ini. Jadi aku serahkan ini padamu. Kamu harus berhasil kabur dan melapor pada polisi." Lanjutnya dengan menatap lekat Nia, seoalah menyalurkan semangat dan kekuatannya untuk melaksanakan rencananya.

"Kita harus mengisi tenaga kita buat besok." Balas Nia dengan menatap makanan yang Sindi berikan tadi. Dengan tangan bergetarnya dua perempuan itu meraih nampan yang bersisi sepiring nasi dan segelas air putih. Mereka memakan makanan itu dengan lahap, seolah itu menjadi makanan terakhir yang akan mereka makan.

^^^

.

.

.

.

.

Kemaren senin lupa upload fren 😭👍

Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang