32. Mayat Dira

42 4 2
                                    

"Nia kabur dari psikopat itu dan sekarang sedang berada di kantor polisi." Ucap Aji membuat penghuni lain didalam mobil menoleh seketika.

"Kita kesana sekarang." Naya menimpali ucapan Aji.

"Sesuai dengan rencana awal." Sahut Sandi dengan cepat.

Naya memicingkan matanya menatap Sandi dengan garang. Perbedaan pendapat antara Naya dan Sandi membuat Aji diam seribu bahasa. Aji sebagai orang dibalik kursi pengemudi bingung harus menuruti siapa.

"Apa maksut kamu ?" Suara Naya meninggi dengan nada yang cukup dingin. Seperti bukan nada bicara seorang Naya Saraswati.

"Kita tetap pada rencana awal. Menunggu sampai mayatnya Dira dikembalikan kesini." Ujar Sandi dengan tegas.

"Untuk apa ? KIta hanya membuang-buang waktu. Jelas-jelas Nia sudah ada bersama Putri. Dengan Kesaksian Nia kita bisa tahu dimana pembunuh itu bersembungi." Ucap Naya dengan pendiriannya.

"Apakah kamu tidak berfikir ini hanya jebakan ?" Pertanyaan dari Sandi membuat Naya dan Aji berfikir dan menerka-nerka.

"Masuk akal. Tidak mungkin pembunuh berantai bisa selengah itu terhadap korbanya. Bisa saja Nia sengaja dilepaskan untuk mengelabuhi kita." Aji mulai ikut bersuara.

Naya mulai menurunkan egonya. Dengan berat hati dia mengikuti dua rekannya untuk tetap pada rencana awal. Untuk urusan Nia biarlah Putri yang menangani. Naya menghembuskan nafas dengan berat sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran mobil.

Sandi melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya. Pukul 11.13 WIB, sebentar lagi waktunya tiba kan ? Sandi melihat keluar jendela mobil. Kaca mobil yang gelap memberi keuntungan untuk mereka, karena dari luar tidak dapat dilihat jika didalam mobil ada orangnya. 

Entah apa yang direncanakan oleh pembunuh itu, sehingga Nia bisa kabur dari genggamannya. Entah ini hanya sebuah jebakan atau sebuah kebetulan yang tak terduga. Sandi menerka-nerka banyak kemungkinan hingga waktu terlewati begitu saja. Hening yang tercipta membuat suara sekecil apapun dapat mereka dengar.

Dari kejahuan terdengar suara samar-samar langkah kaki dari sepatu boots dengan suara seperti karung yang diseret. Sandi, Naya, dan Aji saling berpandangan. Saling menebak bahwa suara itu dari pembunuh yang mereka tunggu. Naya memberi isyarat dengan menempelkan telunjuknya pada mulut agar mereka tidak menimbulkan suara apapun.

Suara langkah kaki semakin dekat dan dari arah belakang terlihat seseorang sedang menyeret karung besar dibelakangnya. Dari postur tubuhnya seperti sosok laki-laki dewasa dengan pakaian serba hitam dari ujung kaki sampai tudung jaket yang Ia kenakan.

Suasana semakin mencengkam saat orang tersebut mengeluarkan manusia dari karung dan meletakannya ditengah jalan. Darah mulai mengalir saat plastik yang membungkus mayat itu dilepaskan.

"Bangsat!" Lirih Aji yang melihat kegilaan manusia didepannya. Dengan emosi yang memuncak Aji keluar dari mobil dan berlari untuk menghajar orang tersebut.

"Aji tunggu..." Suara Sandi sudah tidak Aji perdulikan. Yang Aji lakukan diluar rencana. Hal tersebut dapat menggagalkan rencana yang telah mereka susun. Kemungkinan terburuknya adalah tindakan Aji yang gegabah dapat membahayakan nyawanya sendiri.

Sandi yang akan menyusul Aji dicekal oleh Naya. "Biarkan." Ucapnya dengan tenang sembari mengamati apa yang akan Aji lakukan.

Aji berlari menuju orang yang meletakan mayat perempuan ditengah jalan tersebut. Dengan cepat Ia memberi bogeman mentah kapada orang tersebut. Kejadian yang tiba-tiba itu membuat orang tersebut belum siap akan serangan Aji membuatnya tersungkur kebelakang.

"Anjing. Pembunuh sialan." Maki Aji dengan menendang orang tersebut tanpa ampun.

Tapi diluar dugaan, orang tersebut mengeluarkan pisau kecil dari dalam sakunya dan menyayat pergelangan kaki Aji.

"Akkhhh...." Rintih Aji saat merasakan nyeri pada kakinya. Darah segar mulai menetes dari luka tersebut.

Kelengahan Aji digunakan orang tersebut untuk berusaha kabur. Saat orang itu mencoba untuk lari, dengan sigap Aji mencengkal pergelangan kaki nya. Aji berusaha berdiri dan membuka tudung pada kepala orang tersebut. Dengan kecepatan yang Aji bisa, Ia menjambak rambut orang tersebut.

Tanpa bersuara orang tersebut melawan Aji dengan pisau kecilnya. Kali ini pergelangan tangan Aji menjadi sasarannya.

"Akkhhhh... Anjing!!!." Teriak Aji melepaskan jambakannya. Membuat orang tersebut dapat melarikan diri.

Dari dalam mobil Sandi dan Naya melihat semua keributan yang terjadi didepan mereka. Dengan sigap Naya memberi intruksi. "Kamu urus Aji dan mayat itu, biar aku yang mengejar keparat itu." Ucapnya sambil bergerak pindah posisi duduk dibalik kemudi. 

Tanpa protes Sandi menyetujui usulan tersebut. Ia segera keluar dari mobil dan berlari menuju Aji yang tergeletak dengan memegangi pergelangan tangannya yang terus mengeluarkan darah, serta ada mayat Dira disebelahnya.

Sandi memberikan pertolongan pertama pada luka Aji dan segera menghubungi rumah sakit terdekat untuk meminta bantuan

***

Disisi lain Naya mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi guna mengejar pembunuh yang melarikan diri.

Ia sedari tadi melakukan panggilan dengan Putri untuk bekerja sama.

"Plat motor D 1112 AB." Ucap Naya kepada Putri untuk mendeteksi laju motor tersebut melalui CCTV. Sedangkan dilain tempat, Putri yang diberi tahu bahwa tetap menjalankan rencana awal berusaha mengkoordinasi tim kepolisian untuk melacak dari semua CCTV yang tersedia dijalan raya.

"Dia melaju kearah kanan menuju jembatan A." Ucap Putri memberi tahu arah laju motor yang dikendarai tersangka. "Tunggu, tidak. Dia menuju bawah jembatan. jalan tidak bisa dilalui mobil." Lanjutnya.

"Anjing." Naya memukul setirnya dengan cukup kuat. Ia merasa frustasi saat melihat jalan didepannya hanya berupa jalan sempit yang tidak bisa dilalui oleh mobil. Jika Naya memutuskan turun dari mobil untuk berlari mengejar motor, hal itu akan sia-sia.

Dengan cekatan tim kepolisian yang terdiri dari Putri, Bima, dan Adit mencari jalur yang kira-kira menjadi tujuan tersangka.

"Jika dilihat dari maps, ada tiga jalur dari jalan tikus yang tersangka bisa lewati. Kita bisa pantau dari masing-masing CCTV dari ketiga jalur tersebut." Saran Bima yang masih berkutat dengan layar monitor dan keyboardnya.

Ketiganya membagi tugas untuk memntau semua CCTV disetiap jalan yang dapat dijangkau. Tapi hingga 10 menit kemudian tidak ada tanda-tanda motor yang dicari melewati jalan tersebut.

"Sepertinya ada yang kita lewatkan." Sanggah Adit. "Apakah memungkinkan Dia memberhentikan motornya dibawah jembatan dan berjalan kaki untuk meneruskan perjalanan ?" Tanya Adit dengan ragu.

"Kita ulang vidio CCTV dan cari orang berjalan kaki." Ucap Putri.

"Ketemu." Ucap mereka bersamaan dengan memperlihatkan orang berjalan yang menyerupai ciri-ciri orang tersebut.

"Bangsat. kenapa ada 3 orang yang sama ?" Adit yang merasa dibodohi oleh pembunuh sialan itu mulai tidak bisa mengontrol emosinya.

Naya yang masih berada dilokasi memutuskan untuk berhenti mengejar pembunuh itu. Ia tahu jika ini akan sia-sia. Penyintasan jika tidak ada surat perintah dan dilakukan dengan tertutup memang tidak akan mendapat bantuan apa-apa dari pihak kepolisian.

Drreeetttt...!!!

Dering suara panggilan dari ponselnya membuat fokusnya terbagi. Sandi menghubunginya.

"Buka laptop Aji yang berada di mobil. Dia tadi menempelkan pelacak pada sepatu pembunuh itu." Ucap Sandi dari seberang sana membuat Naya tersenyum simpul.

"Good Aji."

***

.

.

.

.

Halloooo.....

Setelah sekian abad akhirnya bisa update jugaaa

Sehat-sehat kalian.

Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang