22. Manipulatif

59 6 0
                                    

Jam sudah menunjukan pada angka tujuh. Pagi yang datang begitu cepat bagi Sandi yang baru tidur selama tiga jam. Matanya terpaksa mengerjap dengan berat saat merasakan guncangan ringan pada lengan kanannya. Sandi menatap adiknya yang berdiri disamping ranjang tempatnya tidur dengan mata setengah terpejam, tapi yang ditatap tidak merasakan kepekaan sama sekali.

"Ada apa ?" Tanya Sandi akhirnya.

"Dipanggil Aji tuh." Jawab Putri santai. Kemudian melangkah keluar dari kamar.

Sandi menghembuskan nafas berat. Dengan berat hati Ia bangun dari tidurnya dan beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelahnya keluar kamar menuju kamar tamu untuk menemui Aji.

"Kenapa ?" Tanya Sandi to the point saat memasuki kamar tamu. Melihat Aji berbaring di ranjang dengan perban hampir menutupi seluruh tubuhnya. Ada saluran selang infus ditangan kirinya. Sangat memperihatinkan.

Aji menatap Sandi dengan lekat. Memantapkan hatinya untuk membagi segelintir bebannya kepada orang yang lebih dewasa. Demi Putri, Ia harus melindungi gadisnya.

"Tadi malam waktu penculikan korban ke tujuh kak." Ujar Aji tenang.

Sandi memicingkan matanya, seolah bertanya 'Dari mana kamu tahu ?'. Sebelum Aji melanjutkan penjelasannya, Putri dangan dengan tergesa sembari memegang ponsel warna pinknya.

"Korban ke tujuh itu Nia Kristiana, temannya Kak Naya." Celetuk Putri dengan mata bulatnya yang terbuka lebar.

Kedua laki-laki dalam ruangan tampak terkejut.

"Kok bisa ?" Tanya Aji reflek.

"Aku baru dikabari Pak Joko."

"Tapi" Ucapan Aji menggantung sembari tangan kanannya merogoh saku belakang celana dengan sudah payah. Mengeluarkan sesuatu yang sempat Ia curi dari ruang kerja ayahnya, menyerahkannya pada Sandi.

Sebuah kertas yang dilipat kecil, Sandi membelalakan matanya saat mengetahui isi dari kertas kecil itu. Sebuah nama yang sangat Ia kenali. "NAYA SARASWATI". Putri mendekat untuk melihat tulisan yang tertera. Sama seperti Sandi, Putri juga sama kagetnya dengan tulisan itu.

"Jadi ayah kamu terlibat dalam kasus ini ?" Tanya Sandi penuh selidik.

Aji mengangguk dengan ragu. Jadi selama ini dugaan Sandi benar, Pramudya Laksana terlibat dalam kasus ini.

"Bisa ceritakan tentang kertas ini ?" Cercah Sandi.

^^^

Tepat jam lima sore saat Aji sampai di rumahnya. Hari ini Ia keluar dari rumah sakit dijemput bawahan ayahnya.

"Silahkan istirahat di kamar dulu tuan. Nanti malam akan saya bangunkan untuk makan malam." Ucap bawahan ayahnya dengan Bahasa formal.

"Ayah kemana Pak ?" Tanya Aji.

"Di ruang kerjanya, sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu." Jawab seoarang laki-laki yang biasa Aji panggil dengan sebutan Pak No.

"Saya harap tuan muda jangan bertemu tuan terlebih dahulu. Anda baru saja sembuh." Cegat Pak No dengan mecekal lengan Aji saat ingin beranjak ke ruangan ayahnya.

Aji diam sejenak dan mengangguk paham.

Hingga makan malam tiba, Aji mendudukan diri dideretan kursi yang kosong. Rupanya ayahnya memilih makan terpisah dengannya. Seperti biasanya, ayahnya akan meminta makanannya diantar ke kamar atau ruang kerjanya. Dan seperti biasanya pula, Aji akan makan sendiri.

"Apa aku coba ngajak ayah makan bareng ya ?" Monolog Aji dengan suara pelan.

Aji berjalan menuju kamar ayahnya, mengetok pintunya dengan sopan.

"Ayah." Panggil Aji beberapa kali yang tidak mendapat balasan. Dengan ragu Aji membuka pintunya hati-hati.

Kosong.

"Apa ada di ruang kerja ya ?" Tanya Aji pada dirinya sendiri.

Akhirnya Aji melakukan hal yang sama pada pintu ruang kerja ayahnya. Saaat akan menutup pintunya kembali, matanya melihat kertas yang terlipat kecil jatuh di lantai, tepat disebelah meja. Aji berniat menaruh kertas itu ke meja, kali aja itu kertas penting.

Saat tangannya memungut kertas itu, ada sisi pada dirinya merasa ingin tahu isi kertas yang terlipat rapi. Dengan pelan Aji membuka kertas lipatan itu dan sontak Aji membelalakan matanya saat melihat tulisan dengan warna merah darah itu.

"AJI, APA YANG KAMU LAKUKAN ?" Sentak Pram saat memasuki ruangan dan menemukan anaknya didalam.

Dengan gerakan cepat, kertas yang telah Ia lipat kembali seperti semula, Ia masukan dalam saku belakang celananya sembari berbalik badan agar tidak ketahuan.

"A... Ayah sudah makan ?" tanya Aji takut.

"Apa yang kamu lakukan disini brengsek ?!" Suara Pram masih meninggi dan berjaan menuju Aji yang sedang menunduk.

"Ma... Mau ngajak a...yah makan bareng." Dengan nada bergetar Aji menjawab. Keringat dinging mulai membasahi pelipisnya.

'Aku mohon jangan lagi.' Batin Aji.

Tapi tidak dengan apa yang terjadi selanjutnya. Aji diseret keluar dari ruangan Pram menuju kamar tidur Aji.

"PENGAWAL !" Teriakan Pram menggema disetiap sudut ruangan. Lima laki-laki dengan badan kekarnya datang membawa balok-balok kayu.

"Ikat dia." Perintah Pram yang langsung dituruti oleh semua anak buah Pram.

Sekuat apapun Aji mencoba lepas, itu mustahil. Dia kalah jumlah. Dan ingat peraturan yang ada Jika bicara akan mati.

Aji dikerek keatas dengan kepala dibawah. Dijadikan samsk oleh ayahnya sendiri.

^^^

Setelah mendengar cerita Aji soal kertas itu Sandi cepat-cepat menghubungi Naya, memastikan Naya dalam keadaan baik-baik saja. Dari lokasinya Naya berada di rumah sakit.

"Halo." Jawab Naya dari seberang sana.

"Kamu baik-baik saja ?" Tanya Sandi. "Tadi malam korban ke tujuh telah diculik."

"Hampir saja aku korban selanjutnya, aku selamat kali ini Dok." Jawab Naya.

"Tidak untuk selanjutnya. Kamu harus segera selesaikan urusanmu disana dan cepat kemari."

"Sebelum 14 hari aku akan kesana." jawab Naya sebagai pembicara akhir dari panggilan.

"BANGSAT !" Teriak Sandi frustasi. Ia membanting gelas dinakas kamarnya sebagai pelampiasan emosi.

"Apa rencananya sampai mau menculik Naya terlebih dahulu ?" Tanya Sandi pada dirinya sendiri. Untuk semua teori yang telah Ia kumpulkan selama ini membuatnya pusing.

Iya. Sandi tahu soal urutan penculikan kasus pembunuhan beruntun ini. Yang pastinya ada dirinya didaftar para korban nanti. Menjadi kisah dongeng yang melegenda. Sandi tidak sebodoh itu mengikuti alur yang telah ditentukan oleh sang dalang. Sandi adalah wayang dengan jalurnya sendiri. Sandi tidak bisa menyelamatkan semua rekan wayangnya. Ia tidak sehebat dalang yang memiliki peran.

^^^

.
.
.
.

Tebak ada dipart berapa kata-kata Sandi diatas ? Hehehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tebak ada dipart berapa kata-kata Sandi diatas ? Hehehe....

Tengkyu udah mampir 🐣

Disosiatif AlteregoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang