» 19 • Remy Sylado + Diatonis Mayor + Interval Pentatonis Pelog - 7

343 59 12
                                    

SERIOUS WARNING ⚠

Chapter kali ini itungannya lumayan panjang dari sebelumnya. Jadi kalo bisa siapin mood yang bagus dulu biar nggak bosen. Bisa juga disambil dengan dengerin lagu yang vibesnya chill biar lebih santai.

HAPPY READING 💚

Pagi itu cuaca cerah. Awal yang bagus untuk memulai kelas pertama yang akan berlangsung lima belas menit lagi. Para mahasiswa kelas II-D4 satu persatu memasuki ruang kelas yang berupa auditorium mini. Hari ini kelas mereka akan mendapat kunjungan dari Pak Rafi──pimpinan Departemen Tari──yang terkenal karena sifat friendly-nya yang kelewatan. Juna berjalan masuk melewati pintu kelas. Matanya sibuk memindai ke segala arah seolah sedang mencari-cari sesuatu. Tangan kanannya sibuk memegangi tas yang tersampir satu di pundak sebelah kanan. Sementara tangan kirinya yang bebas ia masukkan ke dalam saku celana.

"Itu dia!" gumam Juna antusias setelah akhirnya menemukan sosok yang ia cari. Cowok itu lantas berlarian kecil sambil menaiki satu persatu anak tangga auditorium. Ia pergi ke sudut belakang kelasnya, mendekat pada kursi paling pojok yang berdekatan dengan jendela yang mengarah langsung ke lapangan utama ABB, lantas duduk di tepat di samping sosok yang dia cari.

"Pagi, Ma!" sapa Juna.

"Allahu akbar!"

Prima, sosok yang sejak tadi dicari oleh Juna, berjengit kaget sambil memegangi dadanya yang naik-turun. Sebelumnya gadis itu menelungkupkan wajahnya di atas meja, mencuri-curi waktu untuk tidur sebentar, salah satu kebiasaan buruknya yang sudah Juna hafal di luar kepala sejak tahun pertama mereka berada di ABB.

"Lo ganggu banget sumpah, Jun," protes Prima dengan suara yang lebih mirip seperti suara orang mengigau. Gadis itu menguap lebar. Rupanya nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.

Juna cengengesan. "Sorry. Gue ada perlu, nih, sama lo."

"Perlu apaan?"

Baru saja Juna hendak menjawab, Prima tiba-tiba saja memotongnya.

"OH! Gue tau!" Prima akhirnya paham. Kesadaran gadis itu telah terkumpul sepenuhnya sekarang. Ia menyempatkan diri untuk melakukan peregangan sejenak sebelum akhirnya berkata, "Tentang Lia?"

Sudut bibir Juna perlahan terangkat hingga membentuk sebuah senyum miring. Prima peka juga ternyata. Baguslah kalau begitu.

"Jadi, gimana sekarang hubungan lo sama Lia?" tanya Prima.

"Semalem gue ngenalin Lia ke Nyokap."

"Serius?"

Juna mengangguk.

Kedua bola mata Prima berbinar. "Bagus, dong, kalo gitu! Ada kemajuan berarti. Terus reaksi nyokap lo gimana waktu ketemu Lia?"

"Nyokap excited banget. Itu bener-bener reaksi di luar dugaan gue. Mereka sekarang akrab."

"Ikut seneng gue dengernya," ujar Prima dengan tulus.

Percakapan terhenti karena ada beberapa teman perempuan yang menyapa Prima. Mereka juga menyapa Juna, tetapi hanya dengan senyuman kecil seraya mengangguk dalam. Sisanya mereka jadi salah tingkah sendiri karena ber-eye contact dengan Juna.

"Ma," panggil Juna pelan.

"Kenapa, Beb?"

Juna melotot mendengar sahutan Prima yang kelewat santai. Namun, itu hanya terjadi sesaat, setelahnya Juna memutuskan untuk tidak peduli. Ada hal yang lebih penting yang ingin dia bahas sekarang sebelum kelas pagi dimulai.

ABBLS | #3 I.J.U.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang