Mencoba

68 26 6
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم


Jadikan Al-qur'an sebagai bacaan utama!


Welcome my history

•Imam dari Surga•

"Keberhasilan seseorang berawal dari kata 'mencoba' dalam kehidupannya. Setiap insan berhak mencoba dalam hidupnya."

---------------


Sejak penentuan tanggal pernikahanku dan Pak Malik, aku belum memberitahukan sahabatku. Aku bingung harus mengatakannya dari mana. Biarlah aku sembunyikan ini dari mereka, aku belum siap untuk menceritakannya. Aku juga sudah meminta kepada Ayah, Ibu, dan Om Nafi untuk mengadakan acara pernikahannya dengan kecil-kecilan saja. Aku tidak terlalu menyukai menjadi sorotan publik.

"Mikirin apa sih?" tanya Rani sembari menepuk pundakku. Aku hanya tersenyum kecil. Ouh, iya. Aku melupakan satu hal, Rani sebentar lagi akan menjadi calon ibu. Usia kandungannya baru 3 Minggu. Ahh, sebentar lagi Rahen akan menjadi orangtua dan aku masih memikirkan dia. Bodoh sekali aku!

"Bukan apa-apa, kok!" sergahku sambil melanjutkan makan yang tersisa sedikit lagi.

"Kamu lagi menyembunyikan sesuatu, ya? Soalnya, akhir-akhir ini sikap kamu beda banget," ungkap Rani yang masih memperlihatkanku. Aku pun segera mengambil segelas air hingga meneguknya sampai habis.

"Beda kaya gimana? Aku masih sama kok, engga ada yang berbeda Rani," ucapku dengan senyuman manis.

"Ya, beda ajh. Maaf ya soal Azam waktu itu," cicit Rani sambil menundukkan kepalanya. Aku pun mengangkat dagunya.

"Kamu engga salah kok. Ini sudah takdir," ucapku yang meyakinkan Rani. Aku tidak mau dia bersedih hanya karena persoalan waktu itu. Lagian, aku juga sudah melupakan kejadiannya, walaupun pertemananku dengan Azam tidak seperti dulu.

"Terimakasih Fira, kamu memang sahabat terbaikku," ucap Rani sambil membawa aku pada pelukannya. Aku percaya, perlahan-lahan semuanya akan menjadi baik-baik saja. Ini sudah menjadi takdir-Nya.

"Fira,"

"Heum."

"Dibelakang kamu ada Pak Malik!"

Deg...

Apa-apaan ini, Pak Malik ada di kantin kampus, kini aku menjadi sorotan publik. Memangnya Pak Malik mau apa? Ada hal yang penting kah?

"Ikut, saya!"

Aku sudah biasa dengan sifat es batu dan sifat pemaksanya. Ingin rasanya aku mencakar wajah sok dinginnya, menyebalkan! Ahh, semoga Rani tidak curiga. Ya---semoga.

***

Aku tidak tahu Pak Malik akan membawaku kemana. Terserah Pak Malik sajalah, saat ini aku tidak ingin berdebat dengannya. Hening menyelimuti aku dan Pak Malik hingga mobil berhenti di sebuah butik.

"Turun!" titahnya yang membuatku aku kesal dengan wajah dinginnya itu. Aku pun keluar dari mobil terlebih dahulu, kemudian disusul oleh Pak Malik.

Saat memasuki butik, aku dan Pak Malik disambut hangat oleh pemilik tokohnya, mungkin. Aku pun mengikuti kemana Pak Malik pergi. Aku tidak tahu harus apa sekarang.

"Ini, coba dulu!" titah Pak Malik yang memberikan sebuah kebaya yang begitu indah dimataku.

"Ta---"

Imam dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang