Mulai Berubah

98 40 21
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم


Jadikan Al-qur'an sebagai bacaan utama!


Welcome my history

•Imam dari Surga

"Jangan tanyakan perubahan ini, aku hanya sedang mencoba untuk mengikhlaskan dirimu yang kenyataannya kamu adalah bukan takdirku."

-------------

"Assalamu'alaikum!"

Aku pun memasuki rumah dan terlihat Ayah dan Ibu sedang menonton telivisi berdua. Uhh, romantis sekali mereka. Umur memang bukan tolak ukur untuk saling berbagi kekasih. Aku juga ingin memiliki pernikahan seperti mereka, banyak cinta dan kasih sayang dengan cara yang unik dan berbeda dari lainnya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Tumben baru pulang?" tanya Ayah dengan aku menyalami tangannya dan Ibu.

"Fira ada kerja kelompok Ayah. Fira ke kamar dulu ya, Ayah, Ibu!" teriakku yang sudah meninggalkan mereka berdua terlebih dahulu.

"Tumben anakmu ga kaya biasanya."

"Mungkin dia capek Bu, mendingan kita nonton lagi, filmnya lagi seru!"

***

Sesak ini belum hilang, akhirnya tangisan ini kembali pecah. Padahal aku sudah berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak menangisi dia lagi. Pada kenyataannya, aku tidak bisa. Aku pun mengambil buku catatan yang isinya adalah curahan hatiku.

Bandung, 3O September 2020

Terlihat harap yang sudah memudar. Terlihat cinta Fatimah yang bertepuk sebelah tangan, dan terlihat cinta Ali untuk Fatimah yang kedua dengan begitu tulusnya. Aku memang bukan seperti Fatimah Az-Zahra, namun caraku mencintaimu sama seperti yang dilakukan oleh Fatimah untuk Ali-nya.

Begitu mendambakan cinta seperti Fatimah Az-Zahra dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Namun, kenyataannya kisah cintaku ini tak sama seperti mereka. Ada jiwa yang mendoakannya sama seperti yang dilakukan Fatimah untuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Pada akhirnya, ada sosok Fatimah lainnya yang sudah mendapatkan keridhaan Allah untuk menggapai cintamu, dan itu bukan aku.

Goresan tinta pena ini menjadi saksi bahwa cinta Fatimah tak selamanya berakhir bahagia. Aku yang selalu mendambakan itu lupa dengan satu hal, aku belum bisa menjadi seperti Fatimah Az-Zahra yang begitu memukau akhlaknya. Pada kenyataannya aku memang bukanlah Fatimah Az-Zahra dan aku juga sadar cinta Fatimah dengan Ali itu begitu suci, sedangkan cinta diam-diamku ini tak layak seperti cintanya Fatimah Az-Zahra untuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

***

Suasana resepsi pernikahan Rani dan Rahen sangat ramai. Hiasannya yang sederhana, namun terlihat mewah dan elegan. Aku hampiri Sari dan Ayu yang kebetulan mereka sedang berbincang dengan Rani.

"Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!"

"Rani sekali lagi selamat ya," ucapku dengan memeluk Rani begitu erat. Ouh ayolah, jangan sampai aku menangis kembali dihadapkan sahabatku.

"Iya makasih udah mau datang, ayo cicipi menunya dulu Fir! Aku mau ke Mas Adi dulu yah, tadi dia manggil," ucap Rani dengan anggukan sebagai jawaban dariku.

"Fira, mata kamu kok agak merah sih? Abis nangis yah?" tanya Sari yang mendapatkan anggukan dari Ayu.

"Emm---engga kok. Ini mungkin kelilipan. Ayah nganter aku pake motor jadi dijalan aku kelilipan tadi," ungkapku yang berbohong. Ya Allah, ampunilah hamba-mu ini sudah berkali-kali berbohong. Maaf juga untuk Sari sama Ayu, aku bohongin kalian.

Imam dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang