01 [Jo dan Juni]

1K 97 1
                                    

Jo bertemu Juni pertama kali ketika ia berusia delapan tahun. Saat itu ayah dan bunda pulang membawa seorang anak laki-laki yang menggunakan kursi roda. Awalnya Jo bingung siapa gerangan, tetapi bunda dan ayah langsung menjelaskan bahwa Juni adalah adiknya. Ayah bilang, dia dan Juni hanya beda dua bulan.

Jo dan Juni memang tak memiliki ikatan apa-apa. Anak malang itu ayah dan bunda bawa dari sebuah panti asuhan, mereka bertemu kala ayah dan bunda ingin berdonasi di sana. Kala itu ayah melihat Juni sibuk dengan kertas konstelasi di pahanya di saat  teman-temannya sibuk bermain. Anak itu tidak punya teman rupanya. Ayah bilang, kala itu Juni kelihatan sedih, dan bunda memberi usulan untuk membawa Juni tinggal di rumah. Ayah dan bunda ingin Jo memiliki seorang teman di kala mereka sedang sibuk-sibuknya. Bunda bilang, Jo dan Juni akan cocok satu sama lain, mereka akan mudah akrab.

Waktu pertama kali bertemu Jo, Juni merasa canggung dengan anak itu. Juni takut Jo tak menerimanya seperti teman-temannya di panti. Akan tetapi, Juni salah. Alih-alih dirinya, Jo yang lebih dulu mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri sebagai abang. Jo bilang, dia akan melindungi Juni dari apa pun dan berjanji akan membuat Juni selalu bahagia.

Pertama kali dalam hidupnya, baru kali ini ada orang yang bersikap hangat padanya. Jo selalu tersenyum, itu yang Juni tebak saat mereka berkenalan. Jo selalu baik dan menolongnya bila Juni membutuhkan Jo. Sebab itu pula Juni berjanji akan melindungi Jo, menjaga anak itu dari orang yang jahat padanya. Juni sayang Jo, begitu pun dengan Jo yang sayang Juni.

"Inhaler lo udah?" tanya Juni ketika melihat Jo baru saja turun dari tangga. Lelaki itu sudah berpakaian rapi siap ke sekolah. Sebagai orang pengidap asma yang bisa kambuh kapan saja, Jo selalu membawa inhaler ke mana pun ia pergi, tetapi yang Juni herankan, selang tiga atau lima hari benda itu akan hilang dan berujung dengan Jo yang meminta ayah untuk membelikannya barang itu lagi.

"Udah," kata Jo seraya mengulurkan ibu jarinya kepada Juni lantas tersenyum setelahnya.

"Jangan ilang lagi, lo kemanain, sih?" tanya Juni curiga, karena tidak mungkin benda itu dimakan oleh saudara tirinya itu.

"Enggak tau, mungkin jatuh atau ketinggalan di mana gitu," jawab Jo seraya menggigit roti bakarnya.

"Jo, rambut lo agak berantakan," ujar Juni sembari mendorong kursi rodanya ke tempat Jo duduk. Anak itu merapikan rambut Jo dan mengibaskannya ke belakang. "Rambut lo udah mulai panjang, entar minta temenin ayah potong rambut. Lo enggak boleh kena hukum," ujar Juni mulai mengomel.

Jo berdecak, bosan betul mendengar ceramah Juni di pagi hari.

"Iya iya, bawel lo ah."

"Diingetin juga. Bekal lo udah gue masukin ke dalam tas, ya. Hati-hati, jangan lupa cerita kalo nanti udah pulang," tukas Juni kepada Jo. Bagi Jo itu sudah seperti alarm pagi untuknya. Juni selalu antusias ketika Jo menceritakan hari-harinya di sekolah, bagaimana serunya bercanda dengan teman-teman, tetapi tentu saja semua cerita itu bohong. Seru apanya? Tak ada satu pun yang ingin berteman dengannya.

"Jo," panggil Juni kala lelaki itu hendak pergi. Jo menoleh dan membulatkan matanya, mengisyaratkan pertanyaan 'apa' pada Juni. "Kancing baju lo yang paling atas lepas aja. Engap gue liatnya, lagian culun amat, sih," tukas Juni sembari tertawa.

Jo menggeleng. Kalau kancing atas seragamnya dilepas tidak kelihatan rapi. Jo tidak suka.

"Tetep rapi, kok, juga itu jangan pake kaca mata."

"Tanpa kaca mata gue enggak bisa ngeliat nanti. Burem," balasnya seraya menaikkan kaca matanya yang mulai melorot.

"Makanya jangan belajar mulu, minus kan mata lo jadinya."

"Biarin, gue belajar biar pinter. Udah, ya, gue pamit. Kayak biasa gue pulangnya jam 4, lo jangan aneh-aneh di rumah," ujar Jo mengingatkan. Kemarin rumah hampir saja terbakar sebab habis masak sosis, Juni lupa mematikan kompornya dan malah tertidur, beruntung ayah pulang tepat waktu kemarin, kalau tidak entah bagaimana nasib anak itu.

"Oke, pesan diterima. Dadah Jo!" teriak Juni seraya melambai. Ia merasa sangat beruntung bisa tinggal di kediaman Jo dan menjadi saudara tiri anak itu. Di sini ia benar-benar diperlakukan seperti anak sendiri. Juni tidak tahu harus membalas keluarga Jo dengan apa, maka dari itu ia berusaha menjadi anak yang baik dan bisa diandalkan. Baik bagi ayah, bunda, ataupun oleh Jo sendiri.

Tentang Jo (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang