Lantaran Jo yang tak kunjung kembali ke dalam kamar, Ale memutuskan untuk keluar menemui lelaki itu, dan apa yang dilihatnya di lantai bawah bikin dia sedikit agak gugup, di sana ia melihat seseorang menggunakan kursi roda menatap ke arahnya. Ale pikir, mungkin itu adalah Juni--si pemilik teleskop. Jika tak salah mendengar, Jo bilang mereka saudaraan, namun kenapa Ale tak melihat kemiripan di antara mereka?
"Juni, kenalin. Itu Ale, temen baru gue di sekolah, dan Ale ini Juni, saudara gue," ujar Jo sambil tersenyum. Ia mendorong kursi roda Juni mendekat ke arah tangga.
Lelaki yang memiliki beberapa tahi lalat di wajahnya dan memiliki kulit berwarna tan itu pun tersenyum. Ia menyapa Ale dengan ramah.
"Ada di mana waktu pulang sekolah, Jo dateng menghampiri gue, dan bilang gini, 'Juni, gue punya temen baru di sekolah. Namanya Ale'."
Mendengar tuturan lisan saudaranya itu Jo tersipu malu. Bisa-bisanya dia mengatakan hal semacam itu di depan orangnya langsung. Katakanlah Jo itu sangat berlebihan, tetapi nyatanya, kehadiran Ale memang bikin dia senang luar biasa. Jo tidak merasa sendiri lagi jadinya.
"Jadi, Ale, terima kasih sudah mau jadi temen Jo."
Ale terkekeh. Ia turun dari tangga dan ikut begabung dengan kedua taruna tersebut. "Berteman dengan Jo enggak seburuk itu, kok," lirihnya.
"Ale, menurut lo, Jo itu ngebosenin nggak, sih?"
Ale melipat kedua tangannya di atas dada, lantas menoleh pada Jo yang entah kenapa kelihatan lebih gugup daripada biasanya. "Awalnya gitu, tapi gue pikir. Jo enggak sengebosenin itu. Dia bisa main game. Itu lebih dari cukup," ujar Ale mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kalo gue, awal ketemu Jo pas usia delapan tahun, gue pikir Jo itu galak, tapi pas dia ngulurin tangan lebih dulu, gue pikir Jo itu malaikat yang baik."
"Delapan tahun?" tanya Ale tak mengerti.
"Gue sama Juni bukan saudara kandung, kedua orang tua gue bawa Juni pulang pas usia kita sama-sama delapan tahun."
Akhirnya Ale pun mengangguk, dia sudah lebih dari paham. Pantas saja tak ada kemiripan di antara mereka berdua.
"Ale, lo pernah kepikiran liat bintang-bintang di langit?" tanya Juni tiba-tiba.
"Gue selalu ngelakuin itu setiap malam."
"Bukan, maksud gue pake teleskop."
Mata Ale terbelalak seketika, dari awal melihat benda itu berdiri kokoh di depan jendela sudah menarik atensinya, dan Ale tidak menyangka Juni menawarinya secepat ini.
"Emang boleh?"
"Asal ada gue, boleh-boleh aja, sih," balas Juni sambil tersenyum, dan Ale pun akhirnya mengangguk lantas bertanya kelewat semangat, "kapan?!"
"Malam ini," jawab Juni cepat.
••
"Ale, lo liat bintang-bintang yang berkumpul seakan membentuk berbagai macam pola? Itu yang namanya rasi bintang, Le, garis-garisnya seakan bertaut satu sama lain. Indah, kan?" tanya Juni kala mengarahkan Ale yang tengah mengamati bintang menggunakan teleskopnya.
Bintang-bintang di langit itu lebih bercahaya dan membentuk konstelasi-konstelasi yang indah. Ale seakan berada di atas sana, ikut mengawang bersama bintang-bintang yang bersinar terang. Ribuan cahaya berpendar memasuki retina matanya. Bahkan sekali pun pandangan Ale tak bisa beralih dari sana. Terlalu sayang untuk diabaikan begitu saja.
"Kalo lo liat ada tiga bintang yang berjajar, itu berarti lo berhasil nemuin rasi bintang Orion. Bentuknya kayak busur panah," jelas Juni lagi, karena di antara banyaknya rasi bintang yang ada di langit, rasi bintang Orionlah yang paling mudah untuk ditemui.
"Ada ribuan bintang di atas sana Juni, gimana caranya gue nemuin tiga bintang yang berjajar?"
Juni hanya tertawa mendengar ocehan Ale barusan. Dulu, waktu dia menyuruh Jo, lelaki itu juga sama mengomelnya dengan Ale sekarang.
"Sini pinjemin gue," tukas Juni seraya mengambil alih teleskop tersebut, kedua tangannya sibuk mengarahkan teleskop ke atas langit, dan sekali lihat Juni sudah bisa menemukannya. Itu ada di sana, dengan bintang-bintang yang membentuk pola seperti busur panah, dan di antara banyaknya bintang, ada tiga bintang yang berjajar. Namanya Anilam, Alnitak, dan Mintaka. Ketiga bintang yang disebut dengan sabuk Orion, ketiga bintang yang berjajar sangat indah dan paling terang di rasinya.
"Kalian tau, di saat rasi bintang Scorpio muncul di cakrawala malam, rasi bintang Orion akan menghilang," ujar Juni mencuri perhatian Ale dan Jo yang rupanya tengah menyantap beberapa camilan yang dibeli oleh Juni tadi.
"Enggak tau, memangnya kenapa?" tanya Ale sedikit tertarik. Anak itu kembali mengunyah camilannya. Maklum saja, soalnya sudah masuk jam di mana kamu akan kelaparan di tengah malam.
"Konon katanya, Orion takut dengan Scorpio."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jo (SELESAI)
Storie breviBukan salah Jo bila terlahir pintar, bukan salah Jo bila suka belajar, dan bukan salah Jo pula bila menjadi tetangga Ares.