Hening menyapa ruang kelas kala bel masuk akan berbunyi sekitar lima menit lagi. Di luar hujan tengah turun, musim pancaroba memang telah tiba, terkadang panas dan terkadang hujan, tetapi yang Jo rasakan, akhir-akhir ini hujan sering turun, dan udara pun agak sejuk dari biasanya. Selain sering begadang untuk belajar, mungkin ini pemicu Jo jatuh sakit. Hanya demam, namun itu cukup menyiksa baginya. Tanpa sengaja Jo melirik kursi yang biasa diduduki oleh Ares, tumben sekali perempuan itu belum datang, sepengetahuan Jo, Ares tak akan telat bila hari ini ada ulangan, atau anak itu sedang tidak baik-baik saja?
Hanya tersisa tiga puluh detik lagi, tetapi batang hidung Ares belum juga terlihat. Jo cemas dibuatnya, ia takut anak itu jatuh sakit dan tidak bisa masuk sekolah. Padahal Ares sudah terlihat belajar dengan giat malam tadi, terbukti dari lampu kamar Ares yang masih menyala hingga jam sebelas lewat. Jo tahu lantaran jam segitu ia masih terjaga untuk membaca bukunya.
Bel masuk pun berbunyi, suara klotak sepatu dari lorong sudah terdengar saking heningnya kelas Jo kali ini. Bertepatan dengan masuknya guru Biologi, Ares datang menyusul dengan napas yang terengah-engah. Rambut dan seragam yang dikenakannya sedikit basah. Gadis itu kehujanan rupanya.
Lembar soal ulangan pun akhirnya dibagi, kertas itu berisi dua puluh pertanyaan objektif, dan lima soal essay. Alasan Jo belajar dengan giat untuk ulangan ini adalah karena soalnya yang hampir menyerupai lembar soal UTS.
Di bangkunya, Jo mengerjakan dengan tenang dan juga teliti, ia tersenyum senang karena apa yang dipelajarinya masuk semua, sementara Bryan yang duduk di kursi belakang sangat rusuh. Cowok itu berkali-kali menendang bangku Jo untuk meminta jawaban.
Jo merasa terganggu, tetapi ia tak bisa menolak. Sebab, Jo terlalu baik, itu masalahnya.
"Pst, nomor 15, 18, 5, 10, 12, apa?" tanya Bryan berbisik.
Jo menghela napasnya, sembari melihat situasi, Jo menoleh ke belakang. "A, a, a, c, b," bisiknya kembali fokus ke depan.
Bryan yang sudah mendapat jawaban dari Jo pun memicu temannya yang lain meminta jawaban pada lelaki itu. Grasak-grusuk dan suara bisikan pun tak dapat terelakkan lagi.
"Heh, tenang semuanya. Kalian ini ulangan atau apa? Jangan berisik atau lembar jawaban kalian ibuk ambil paksa."
Kelas pun kembali hening, di bangkunya Ares tersenyum penuh makna. "Buk, Jo kasih contekan sama yang lain." Berdesirlah darahnya Jo, saking kagetnya ia terpaku untuk beberapa saat.
Tanpa mau mendengarkan penjelasan dari Jo, guru Biologi mereka menghampiri meja Jo, dan menatap anak itu dingin. "Siniin lembar jawaban kamu."
"Tapi buk, saya belum selesai sepenuhnya," ujar Jo memohon, masih ada sekitar tiga soal objektif, dan dua soal essay yang belum sempat ia jawab lantaran masih merasa ragu. Jo sudah berusaha keras untuk ulangan ini, dan dia tak ingin gagal.
"Saya tidak peduli, kumpulin sekarang atau kertas ulangan kamu saya robek di sini?"
Jo tak punya pilihan lain selain menyerahkan lembar jawaban ulangannya pada sang guru. Ia menoleh pada Ares yang kelihatan puas di bangkunya.
Keringat dingin membasahi tubuh Jo kala lembaran soal itu dibawa oleh sang guru. Kepalanya mendadak pening, dan tubuhnya limbug seketika. Jo tidak sadarkan diri.
••
Setelah sadar dan berakhir dengan dirinya yang diinfus, Jo lebih banyak diam. Ia masih kepikiran dengan ulangan Biologinya. Jo tahu, menyontek dan memberikan contekan pada seseorang adalah suatu hal yang salah, tetapi ia melakukan itu pun juga terpaksa. Jo ingin diterima oleh teman sekelas, makanya mau memberi contekan kepada mereka. Jo pikir, jika begitu, akan ada yang mau menjadi temannya. Setidaknya hanya satu.
"Diem mulu Jo, lo nggak mau bilang sesuatu ke gue gitu? Misal 'Jun, gue laper' 'Jun, gue nggak suka rumah sakit'. Paling enggak kata kayak gitu," tukas Juni menatap prihatin pada Jo.
Mendengar lisan Juni barusan, Jo menoleh. Ia menatap saudaranya itu dengan sendu. "Ulangan Biologi gue kacau, hasilnya pasti nggak bagus," ujarnya membuat Juni menaikkan kedua alisnya keheranan. Tidak mungkin seorang Jo tidak mendapat nilai bagus dalam ulangannya setelah belajar mati-matian hingga beberapa hari ini.
"Kenapa? Bukannya lo udah belajar terlalu keras? Gara-gara sakit, ya?"
Jo kembali terdiam, dia ingin sekali mengatakan pada Juni apa yang sudah dia lalui selama ulangan Biologi tadi. Jo merasa marah, kenapa Ares melakukan itu padanya? Apa salah yang telah diperbuat Jo hingga membuat Ares bersikap begitu padanya? Jo ingin menangis, tetapi ia malu pada Juni.
"Kadang kita emang nggak selalu harus mendapat nilai sempurna, nggak papa gagal sekali, Jo," kata Juni menenangkan cowok itu.
Bukan masalah gagal sekali ataupun berkali-kali, melainkan masalah bahwa penyebab kacaunya ulangan Biologi Jo pagi ini adalah orang lain. Toh, Ares juga melakukan hal yang sama dengan dirinya. Gadis itu juga memberikan contekan pada orang lain, tetapi kenapa hanya dia yang kena? Jo hanya merasa tidak adil. Ia benar-benar merasa dikhianati oleh usahanya sendiri.
Jika penyebab gagalnya ulangan Biologi Jo karena kesalahannya sendiri, Jo masih bisa menerima, tetapi masalahnya penyebab gagalnya ulangan Biologi Jo adalah orang lain, orang yang disukainya, orang yang bahkan sebelum ulangan dimulai sempat Jo khawatirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jo (SELESAI)
Historia CortaBukan salah Jo bila terlahir pintar, bukan salah Jo bila suka belajar, dan bukan salah Jo pula bila menjadi tetangga Ares.