17 [Pelakunya Mengaku]

238 44 0
                                    

Hari ini Jo kembali masuk, seperti yang sudah dia duga, teman-teman sekelas menatapnya mengintimidasi, bahkan ada yang terang-terangan menunjukkan bahwa tak suka Jo. Ares salah setunya. Begitu masuk kelas, gadis itu berdecak sebal. Sandra yang paling tidak terima dengan ancaman yang diberikan wali kelasnya langsung menghampiri Jo, menggebrak meja anak itu di saat Jo baru saja menaruh tasnya di atas kursi.

"Gara-gara lo kita semua kena masalah," omelnya dengan wajah jengkel, Jo hanya mampu menunduk, berulang kali menggumamkan kata maaf di dalam hatinya. "Guru-guru selalu bangga-baggain lo, nyuruh kita semua buat contoh lo, tapi lo malah ngelakuin perbuatan picik kayak gitu. Memalukan, gue pikir nilai yang lo dapet selama ini murni dari otak lo, tapi ternyata hasil nyontek dari kunci jawaban. Ah, atau jangan-jangan semua prestasi yang lo dapetin itu pake cara curang. Menjijikkan."

"Gue enggak sehina itu jadi manusia, jaga bicara lo!" ujar Jo lantang. Dia sudah cukup banyak bersabar selama ini, dan dituduh tanpa bukti tak jelas benar-benar tak bisa lagi ditoleransi.

"TAPI NYATANYA KAYAK GITU, ITU PUNYA LO, SIAPA LAGI PELAKUNYA KALO BUKAN ELO, HA?!"

"Gue muak selama ini guru-guru selalu bilang, 'coba liat itu Jo, kalian harus bisa contoh dia, anak yang membanggakan sekolah', dan kata-kata lain yang bikin gue tambah nggak suka sama lo," sambung Sandra seraya menunjuk Jo tepat di depan muka anak itu.

"Waktunya dua minggu, dan kalo elo nggak ngaku, awas aja," ujar Sandra lagi seraya mendorong kaki meja, dan menubruk bahu lelaki itu ketika hendak pergi.

"Kita semua nggak mau dihukum gara-gara lo, ya, awas aja," tukas yang lainnya pula, dan Ares adalah yang paling senang dengan apa yang sedang menimpa Jo, ia merasa puas Jo dipojokkan oleh teman-teman sekelas.

"Anak yang diagung-agungkan sekolah, ternyata kayak gini kelakuannya," ujar Ares tersenyum sinis.

Jo lagi-lagi hanya terpaku diam, bahkan dia tak bisa melakukan pembelaan, mengatakan bahwa itu bukanlah perbuatannya. Seorang Jofrian Afrianda tak akan pernah melakukan hal semacam itu.

••

Lima belas menit sebelum bel masuk berbunyi, keadaan kelas lagi kacau-kacaunya, hampir setengah anak kelas memaksa Jo untuk mengakui perbuatannya, tetapi laki-laki itu tidak bergeming sama sekali, ia duduk di kursinya seraya menenangkan diri. Napasnya sesak. Sungguh. Ale yang baru datang pun buru-buru menghampiri kursi Jo, wajah anak itu pucat, dan dadanya naik turun tak beraturan.

"Jo, tenang, hirup ini pelan-pelan," tukas Ale seraya menyerahkan inhaler milik Jo yang dia ambil dari saku baju lelaki itu.

Jo berusaha untuk tenang, dan perlahan demi perlahan ia mulai menghirup inhaler-nya, perlahan pun ia mulai merasa lega walau masih terasa sesak di dadanya.

"Teman-teman tenang, semuanya tenang dulu," tukas Bryan yang tiba-tiba memukul meja guru dengan heboh. Setelah semua teman-temannya diam, ia mulai menilik mereka satu per satu, terutama pada Jo yang kelihatan masih pucat. Lelaki itu menghela napasnya.

"Ada yang mau gue sampein ke kalian semua, jadi gue mohon, tenang."

Senyap melingkupi ruang kelas, mereka semua diam seakan menunggu kalimat lanjutan dari Bryan.

"Gue pelakunya," lirih Bryan merasa bersalah. Suasana yang tadi mulai hening, mendadak heboh seketika, Sandra dan Ares yang terlihat paling terkejut, mereka bahkan saling melirik satu sama lain, sedangkan Ale sudah mengepalkan kedua tangannya di atas meja, dan siap meledak bila Jo tak menahan lengan tangannya.

"Buat lo, Jo, gue nggak bermaksud ngefitnah lo. Flashdisk itu ada di meja Sasha, dan gue ambil gitu aja tanpa minta izin. Awalnya gue nggak kepikiran buat ngelakuin itu, tapi nilai gue semester ini sangat-sangat buruk, dan kalo nilai gue rendah di UAS, gue bisa tinggal kelas ...."

"Terus maksud lo ninggalin flahdisknya di situ aja apa?" potong Ale emosi. Jo itu anak yang baik, dan dia tak terima teman sebangkunya itu diperlakukan seperti ini. Sangat tidak adil untuk Jo.

"Gue enggak bermaksud, Le, sumpah. Waktu gue mau ambil flashdisknya, temen gue teriak dan bilang pengurus Tata Usaha udah mau dateng. Gue panik, gue kehilangan akal, dan akhirnya gue pergi tanpa flashdisk punya Jo. Gue minta maaf, gue menyesal udah ngelakuin itu dan bikin Jo dipojokin sama teman-teman sekelas. Gue minta maaf," lirih Bryan penuh penyesalan. Orang-orang yang tadi mojokin Jo terdiam tanpa bisa berkata apa-apa, mereka terlalu malu.

"Gue bakalan nemuin buk Eliana hari ini, gue bakalan buat pengakuan."

"Emang itu yang harusnya lo lakuin, kalo elo nggak mau jujur, gue yang bakalan bilang sama buk Eliana," balas Ale tegas, yang namanya kebenaran itu harus ditegakkan, bukan?

"Dan kalian semua, nggak ada yang mau minta maaf sama Jo? Kalian udah bikin dia sakit," sambung Ale yang hanya dibalas cuekan oleh teman-teman sekelas, mereka semua jahat sekali. Rasa iri dan dengki membutakan hati mereka semua.

••

Yok bisaa yook tiga part lagi selesai wkwk

Tentang Jo (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang