15 [Flashdiks Jo Hilang]

182 46 3
                                    

Flashdisk Jo hilang, tidak tau sejak kapan, tetapi lelaki itu baru menyadarinya sekarang, padahal di dalam sana ada berbagai macam soal yang ingin dibahasnya untuk UAS nanti, dan juga ada kumpulan materi ppt baik dari gurunya ataupun presentasi dari teman-temannya. Ia cemas, tentu saja. Flashdisk itu sudah seperti separuh jiwanya, tetapi masalahnya ia tak tahu flashdisk itu hilang entah di mana, tidak mungkin di sekolah, lantaran Jo jarang mengeluarkannya di sini, satu-satunya hal yang pasti benda itu hilang di rumahnya, namun Jo tak yakin pula. Ia bukan orang yang seteledor itu menaruh sembarangan benda penting seperti flashdisk, kecuali inhaler miliknya, Jo suka lupa menaruh benda itu di mana.

Ale yang baru datang pun bingung dengan tingkah Jo, pagi-pagi sudah risau seperti orang hendak buang air besar di sekolah.

"Kenapa, Jo? Kok panik gitu?" tanya Ale penasaran. Tidak biasanya pagi-pagi teman sebangkunya itu gundah kayak sekarang. Harusnya pandangan normal yang Ale lihat semenjak sebangku dengan Jo, adalah anak itu yang sedang belajar.

"Flashdisk gue hilang, warnanya putih. Ada nama gue di sana. Lo pernah liat?" tanyanya. Barang kali tanpa sengaja benda itu terbawa oleh Ale.

Ale menggeleng, bahkan ia memeriksa tas sekolahnya seketika, namun hasilnya nihil. Benda itu memang pernah dilihat oleh Ale kala Jo meminta materi ppt dari kelompok lain, tetapi ia sangat yakin tak pernah membawa benda itu ikut pulang dengannya ke rumah.

"Coba tanya sama temen-temen yang lain, kali aja pas minta ppt, lo lupa ambil balik flashdisknya."

Jo menghentikan aktivitasnya, itu bisa jadi masuk akal. Lantas Jo mengingat kali terakhir kelompok mana yang ia mintai ppt. Kali terakhir, adalah saat di mana ia sekelompok dengan Sasha. Mungkinkah?

"Kenapa, Jo?" tanya Sasha lantaran pemuda itu terus memperhatikan mejanya, seolah ada yang salah dengan penampilannya hari ini. Kan Sasha jadi risih dibuatnya.

"Sha, lo liat flashdisk Jo, nggak?" sambar Ale lantaran teman sebangkunya itu belum membuka mulut sedari tadi.

"Flashdisk Jo?" tanya Sasha mulai memeriksa kotak pensil dan tasnya, sebelum akhirnya gadis itu menggeleng. "Terakhir kali Flashdisk lo emang sama gue, sih, soalnya gue mau minta beberapa materi sama lo, tapi seinget gue flashdisknya udah lo ambil lagi," balas Sasha seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Iya, benda itu sudah diambil oleh Jo, mungkin saja.

Tidak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi, namun alih-alih guru bahasa Inggris yang masuk, malah wali kelas mereka yang datang dengan wajah tegasnya. Wanita itu jalan terburu-buru menghampiri Jo dan menaruh sebuah benda yang sedari tadi dicari anak itu di atas meja.

"Apa-apaan ini, Jo? Kenapa flashdisk kamu ada di ruang Tata Usaha? Dan kenapa ada kunci jawaban UAS  di dalam sana? Kamu ingin menyontek? Ikut ibuk ke kantor guru sekarang juga."

Ale dan Jo saling berpandangan, ia menggelengkan kepalanya dan meyakini Ale bahwa dia tidak melakukan itu. Jo memang ingin selalu mendapatkan nilai yang sempurna, tetapi tidak dengan cara begitu, Jo ingin melakukannya dengan usahanya sendiri.

"Lo ikut dulu ke ruang guru, jelasin semuanya, gue percaya sama lo, Jo," tukas Ale menenangkan lelaki itu, tak lupa pula ia menyodorkan inhaler milik Jo untuk berjaga-jaga jikalau asmanya tiba-tiba kambuh.

"Lo percaya sama gue, kan, Le?" tanyanya dengan raut wajah yang ketakutan. Tentu saja Ale percaya. Jo tidak sehina itu anaknya.

••

Jo belum pernah merasa setakut ini sebelumnya. Oh, pernah, itu pun sekali, saat Jo lalai dalam menjaga Juni kala usia mereka sepuluh tahun, gara-gara kelalaiannya Juni hampir saja tertabrak, tetapi beruntung lantarah ayah langsung menyelamatkan anak itu. Itu ketakutan pertama Jo, dan sekarang adalah ketakutan keduanya, ia tak menyangka akan diintrograsi oleh wali kelas, kepala sekolah, dan ibuk pengurus Tata Usaha. Sungguh, bukan dia pelakunya.

"Ceritakan bagaimana benda ini ada di sini, Jo?" tanya buk Eliana berharap Jo akan berkata jujur nantinya, tetapi lelaki itu hanya diam seribu bahasa. Ia tidak tahu harus menjelaskan apa.

"Ini permasalahan berat, nak, kamu bisa dikeluarkan dari sekolah," ujar kepala sekolah penuh pengertian.

"Bukan saya, buk, pelakunya. Saya akui flashdisk itu memang milik saya, tapi bukan saya pelakunya. Saya baru tau kalau benda itu hilang hari ini," jelasnya berusaha meyakinkan.

"Secara tidak langsung kamu ingin menuduh orang lain, begitu? Nilai kamu selalu bagus selama ini, dan itu bukti kuat menunjukkan bahwa kamu pelakunya," ujar pengurus Tata Usaha sewot bukan main, Jo tidak tahu harus melakukan pembelaan seperti apa lagi.

"Jika saya pelakunya, saya tidak mungkin meninggalkan flashdisk saya begitu saja di sini. Mungkin saja saya dijebak, buk."

"Halah, alasan saja kamu, ngaku aja. Kalau kamu mau ngaku, hukuman kamu bisa diringankan," balas pengurus Tata Usaha itu lagi.

"Begini saja, buk, biar saya yang urus, biar bagaimana pun apa yang dikatakan Jo bisa jadi benar," ujar buk Eliana seraya menatap netra hitam milik Jo. Ada getar ketakutan di dalam sana, dan Eliana pun yakin bukan Jo pelakunya. Jo yang dia kenal, bukan Jo yang seperti itu.

Hari itu Jo disidang seharian, orang tuanya pun ditelpon, bunda dan Juni yang datang. Begitu melihat Jo yang sangat ketakutan, Juni langsung menghampiri saudaranya itu. Menenangkannya.

Hari itu pula Jo pulang cepat, dan buk Eliana masuk ke dalam kelas untuk menyelesaikan masalah Flashdisk Jo dan juga mencari dalang di balik perbuatan tersebut.

"Ngaku siapa yang menaruh flashdisk Jo di ruang Tata Usaha dan memasukkan kunci jawaban di dalam sana. Waktunya selama dua minggu, jika tak ada yang menemui ibuk untuk mengaku, kalian semua terpaksa ibuk hukum, tanpa pengecualian."

Anak-anak kelas Jo pun menolak keras tindakan semena-mena wali kelasnya tersebut. Itu ulah satu orang, dan kenapa harus semuanya yang kena?

"Itu punya Jo, sudah pasti dia pelakunya," ujar Sandra melayangkan protes, ia tak ingin kena hukum hanya karena masalah ini.

"Jangan mentang-mentang Jo pintar, ibuk semudah itu percaya sama dia!" teriak Ares ikut menimpali. Tidak adil saja rasanya.

"Sudah tenang semuanya, ibuk tunggu i'tikad baik kalian kalau tak ingin kena hukuman."

Teman-teman Jo kembali melenguh tidak terima.

••

Aku cuma pengen namatin cerita ini, dan di part 20 ceritanya sudah sampai pada kata selesai, jadi makanya sering update hehehe

Tentang Jo (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang