11 [Juni dan Pembicaraan Tentang Jo]

220 49 0
                                    

Hari ini Jo pulang cepat dari sekolah, lantaran guru-guru bilang ada rapat penting dengan komite sekolah, tetapi itu bukan berarti mereka bisa senang-senang. Sebelum kelas dibubarkan, guru Biologi mereka masuk, beliau memberikan tugas kelompok yang terdiri dari dua orang. Kebetulan beliau sudah memilih nama-namanya, Jo kebagian dengan Sasha, seorang gadis pendiam, tetapi memiliki mata yang indah, mereka tak pernah saling bicara, namun dibandingkan teman sekelasnya yang lain, cuma Sasha yang nggak ikut-ikutan ngebully dan gangguin Jo. Tugas kelompok itu dikumpulkan besok, dan oleh sebab itulah, ada seorang perempuan di rumah. Tadinya gadis itu ingin menawari mengerjakan di rumahnya saja, tetapi karena beberapa alasan yang tak bisa disebutkan, Sasha meminta Jo mengerjakan tugasnya di rumah lelaki itu saja, dan Jo tidak menolak sama sekali.

Seraya turun dari tangga, Juni sudah menunggu Jo tepat di bawah sana, mendekat dan berbisik pada lelaki itu, tentu dengan suaranya yang amat pelan. "Jo, itu siapa? Pacar lo, ya?" tanyanya konyol sekali, bikin Jo tak habis pikir dan ingin tertawa sekencang-kencangnya, namun Jo cukup tau diri untuk tidak menyakiti perasaan saudaranya itu.

"Bukan, dia temen sekelas gue. Namanya Sasha. Kita kebetulan satu kelompok," balas Jo berbisik pula.

Dari ekor matanya, dapat Jo lihat Juni bernapas dengan lega, ada yang aneh dengan saudaranya itu.

"Dia suka gangguin lo juga di sekolah?"

Jo menggelang, bahkan bisa dikatakan Sasha itu adalah teman sekelasnya yang paling cuek, dia tidak peduli dengan apa atau apa pun yang sedang terjadi. Lebih baik begitu, sih, daripada mengganggu tanpa sebab. Iya, kan?

"Jo, ayo cepetan. Nanti sore gue harus balik," ujar Sasha di meja makan. Gadis itu melipat tangannya di atas dada dan berdecak kesal.

"Iya, sebentar," balas Jo buru-buru menemui gadis itu. Ia tak ingin membuat Sasha lebih jengkel dari ini.

"Lama amat, sih, ya udah ayo kita mulai."

Jo mengangguk, lelaki itu membuka buku dan juga laptopnya, sementara Sasha sibuk mencari materi tambahan lewat internet. Hanya untuk referensi, tidak lebih dari itu.

••

"Gue baru tau lo tetanggaan sama Ares," ujar Sasha di tengah pengerjaan tugasnya. Dua anak yang terlihat ambisius itu mengerjakan tugas mereka dengan serius. Juni yang melihatnya pun sedikit agak jengah, mereka hanya bicara beberapa kata, selebihnya fokus pada buku, laptop, dan juga hp masing-masing. Juni yang belajar masih di batas normal hanya menggeleng tak paham. Memangnya kenapa jika merasakan gagal sekali? Itu tidak membuat kita akan mati, bukan?

"Iya, udah dari lama," balas Jo seraya mengalihkan pandangannya dari layar laptop, lelaki itu melepaskan kaca matanya untuk beberapa saat. Kepalanya sedikit terasa sakit.

"Jo, lo ganteng kalo lepas kaca mata," ujar Sasha tanpa sadar. Mungkin gadis itu sedikit terpesona, dan Juni yang mendengarnya sedikit merasa tak senang.

"Juni juga suka bilang gitu, tapi gue nggak bisa hidup tanpa kaca mata."

"Bisa, lo cuma butuh usaha aja," balas Sasha sambil tersenyum. "Tapi kenapa ya, Jo, kok kayaknya Ares benci banget sama lo?" Sasha bertanya, dan Jo hanya mengendikkan bahunya. Ia sendiri juga nggak tau kenapa Ares begitu padanya.

"Gue ke wc bentar, ya," pamit Jo beranjak dari tempatnya, dan Sasha hanya mengangguk. Mulutnya terlalu malas hanya untuk mengatakan iya.

Setelah kepergian Jo, Juni diam-diam melirik ke arah Sasha. Lelaki itu tak pernah percaya dengan yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Menurutnya itu adalah hal yang konyol dan tidak berdasar, tetapi ketika melihat Sasha untuk pertama kalinya, Juni merasakan ada yang berbeda dengan dirinya.

"Hai Jun, ngapain, sih, lo duduk di sana sendiri? Sini temenin gue," ujar Sasha seraya tersenyum. Untungnya gadis itu tak menyadari bila Juni tadi memperhatikannya secara diam-diam.

"Gue lagi nonton," balas lelaki itu tak acuh, dan Sasha hanya memberengut sebal. "Lo nggak belajar?" tanyanya, karena setahu Sasha, dari apa yang diceritakan oleh Jo, Juni itu homeschooling.

"Belajar, tapi enggak kayak lo berdua."

"Maksudnya?"

"Enggak terlalu ambis," balas Juni seraya fokus pada layar televisi. Lelaki itu sibuk memencet-mencet remote untuk mencari film yang bagus.

"Juni, apa Jo selalu dituntut untuk sempurna oleh orang tua kalian?" tanya Sasha tiba-tiba. Pertanyaan itu berhasil bikin Juni menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah Sasha dengan pandangan lurus.

"Enggak pernah, Jo emang suka belajar anaknya. Menurutnya, sekeras apa usaha yang dia lakuin, dia tetap merasa itu kurang. Gue nggak paham definisi sempurna yang menurut Jo itu seperti apa."

Sasha mengangguk paham. "Mungkin sampe dia bener-bener ngerasa puas. Kayak, lo pernah nggak, sih, ngelakuin sesuatu, dan itu berhasil, tapi lo belum ngerasa puas sama hasilnya."

"Walaupun mungkin lo udah bisa dapetin nilai sempurna, tapi tetep ngerasa belum puas? Gue paling nggak paham sama orang kayak gini, sama nggak pahamnya gue sama Jo. Yang dia mau itu apa lagi?"

"Pengakuan," balas Sasha dengan cepat.

"Tapi gue dan kedua orang tua Jo, selalu bangga dengan apa yang udah dia raih. Apa lagi?" tanya Juni masih tidak mengerti.

"Bisa jadi dari orang lain, teman-teman di sekolah misalnya."

"Itu ... mungkin, sih," balas Juni hingga akhirnya Jo kembali bergabung dengan mereka.

Tentang Jo (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang