08 [Juni Tak Suka Ares]

278 56 4
                                    

Hari ini Jo pulang dari rumah sakit, dan Juni bermaksud menyambutnya, sebentar lagi Jo dan kedua orang tuanya akan datang. Juni sudah tidak sabar menunggu di depan pagar. Seuntai senyuman terpatri indah menghiasi wajahnya. Lelaki itu sudah terlampau bosan hanya menghabiskan waktunya sendirian. Sebab itulah, dia begitu antusias menunggu Jo pulang. Juni sudah rindu memeluk tubuh lelaki itu saat hendak tertidur. Selama Jo di rumah sakit, kamar yang ditempati Juni terasa dingin dan sepi. Hampa rasanya tanpa kehadiran Jo di dalam sana.

"Eh, minggir minggir. Sepeda gue nggak bisa direm!" teriak seseorang dari depan sana, ia terlihat sangat panik dan juga ketakutan, Juni yang sedang berada di tengah jalan lantaran ingin melihat mobil orang tuanya ikutan kelimpungan. Ia tak bisa menghindar dari sana dengan cepat. Juni butuh usaha. Mungkin beda cerita bila ia bisa berjalan menggunakan kedua kakinya.

Ares yang tak memiliki pilihan lain terpaksa menghindari Juni yang berujung dengan dia jatuh menabrak pohon.

"Aduh," ringisnya kesakitan. Ares meniup lututnya yang terluka.

Dengan cemas Juni datang menghampiri gadis itu. Ia bermaksud menolong Ares dan meminta maaf lantaran sudah menyebabkan gadis itu terluka.

"Lo bisa berdiri?" tanya Juni mengulurkan tangannya bermaksud membantu Ares berdiri. Akan tetapi, gadis itu malah menepis tangan Juni dengan kasar. "Keadaan lo begitu, sok-sok mau bantuin gue. Minggir, gue bisa sendiri," katanya kasar. Juni sempat terkejut dibuatnya. Tabiat anak ini ternyata tidak sebaik yang dia kira.

"Walaupun gue pake kursi roda, paling enggak gue masih kuat numpu badan lo buat berdiri," jawab Juni kecewa. Maksud hati kan hendak membantu tadinya.

"Lo sama saudara lo sama aja. Sok baik jadi orang."

"Maksud lo, Jo?" tanya Juni tak paham.

"Emang saudara lo siapa lagi kalau bukan si culun itu? Kalian berdua tuh sama-sama bikin gue susah. Gara-gara lo sepeda gue rusak dan kaki gue terluka," ujar Ares sinis.

"Lo sama Jo enggak temenan baik? Kalian, kan, sekelas," tukas Juni tak mengerti. Jo bilang mereka berdua adalah teman baik, tetapi bila benar begitu, tak mungkin Ares sampai hati mengatakan hal itu kepada dirinya ataupun Jo.

"Temen baik apanya? Mimpi aja. Saudara culun lo itu bahkan nggak punya temen di sekolah," ujar Ares bikin Juni terpaku. Jadi, selama ini Jo bohong padanya? Akhirnya Juni bisa paham alasan dibalik inhaler milik Jo yang selalu hilang, dan alasan mengapa Jo selalu mengganti buku dan sampul tugasnya.

"Minggir lo, gue mau pulang," tukas Ares mendorong Juni jauh darinya. Setelah kepergian Ares, lelaki itu menatap Ares tajam. Dia tidak suka dengan tetangga sebelah rumahnya itu. Tak apa Jo tidak memiliki seorang teman, paling tidak dia terhindar dari gadis jahat itu.

"Tenang aja Jo, lo masih punya gue yang bisa lo jadiin temen," bisik Juni seraya mendorong kursi rodanya mendekati pagar.

••

Setelah kedatangan Jo, Juni sebisa mungkin membantu apa yang bisa dia bantu. Membawa barang-barang milik Jo selama dirawat misalnya, tetapi Jo malah mengambil barang itu dari pangkuannya. "Yang ini berat, biar gue aja. Gue udak baikan kok," kata Jo seraya tersenyum.

Juni mengangguk, ia membiarkan Jo membawa barangnya dan beriringan di sebelah lelaki itu.

"Jadi, gimana ceritanya ulangan Biologi lo jadi kacau?" tanya Juni tiba-tiba. "Ceritain Jo, gue pengen tau. Lagi pula gue penasaran gimana bisa seorang Jo yang pintar ini bisa gagal."

"Kenapa tiba-tiba bahas ulangan Biologi gue?" tanya Jo kebingungan.

"Penasaran aja," balas Juni tersenyum.

"Gue ketahuan ngasihin contekan ke temen-temen yang lain, jadinya kertas ulangan gue diambil. Ada tiga soal objektif, dan dua soal essay yang belum sempat gue kerjain. Belum lagi pengurangan nilai dengan poin karena gue ketahuan. Nilai gue udah pasti jelek, kan?" tanya Jo tersenyum tipis. Ia masih belum terima dengan kejadian itu, tetapi ia mencoba untuk mengikhlaskannya.

Juni menggeleng, lelaki itu menatap Jo intens. "Enggak bakalan sejelek itu, Jo. Percaya sama gue, kecuali kalo guru lo emang tegaan orangnya."

"Lagian, lo udah susah-susah belajar sampe sakit, kenapa mau-mau aja ngasih contekan ke yang lain? Liat, malah lo yang rugi, kan?"

"Gue terpaksa," balas Jo lirih. "Selama ini gue bohong sama lo, Jun," sambungnya lagi merasa bersalah.

"Gue tau, di sekolah lo nggak ada temen, kan? Lo juga nggak deket sama tetangga sebelah, tapi bagus, sih, lo nggak temenan sama dia."

Jo melirik Juni penasaran, dari mana saudaranya itu tahu tentang ini?

Tentang Jo (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang