Bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, teman-teman sekelas Jo pun sudah pada masuk dan duduk di kursi masing-masing. Guru-guru bilang, kelas Jo itu adalah kelas yang paling patuh dari kelas lainnya. Para siswanya juga lebih sopan dan beradab, tetapi bagi Jo dan guru-guru yang mengajar di kelas ini, sama sekali tidak setuju dengan opini tersebut. Teman-teman Jo tidak sepenuhnya patuh dan baik, mereka juga tidak terlalu pintar. Kalau boleh jujur, kelas yang kata orang-orang unggulan ini hanya beberapa yang pantas disebut siswa berprestasi, selebihnya hanya bermodalkan kata yang disebut dengan contekan, tetapi kalau masalah nilai, memang kelas ini yang paling unggul dari kelas lainnya. Namun, di balik itu semua, ada Jo yang ikut andil di dalamnya, jika bukan karena Jo, mungkin para siswa dan siswi di kelas ini tidak lebih dari sepuluh murid yang mendapatkan nilai bagus.
Para guru yang mengajar tentu tau akan hal itu, tetapi mereka diam saja. Toh, nama mereka juga yang baik, bukan?
Seorang guru memasuki kelas, ibu Eliana namanya, beliau guru matematika sekaligus wali kelas di kelas ini, tetapi sekarang bukan jadwalnya matematika, namun ketika melihat anak cowok berkulit putih, bermata agak sipit masuk dengan beliau, bikin mereka mengangguk paham. Ada anak baru rupanya.
"Silakan perkenalkan diri kamu," ujar bu Eliana ramah. Anak itu tersenyum dan maju beberapa langkah ke depan.
"Yo semuanya, kenalin nama gue Ale."
"Yo!!" balas anak kelas serempak. Anak baru ini kelihatannya anak yang asyik.
"Gue boleh nanya sesuatu?" tanya Bryan mengangkat tangan kirinya.
Ale mengangguk. "Boleh, lo mau nanya apa? Biar gue yang jawab," katanya terkekeh pelan.
"Kulit lo putih banget, pasti bukan orang sini, kan?"
Ale lagi-lagi menganguk. "Kedua orang tua gue emang bukan asli Indonesia, tapi udah lama tinggal di sini, jadi ya gitu," balas Ale mengendikkan bahunya.
"Ada lagi yang mau bertanya?" tanya bu Eliana seraya menatap anak muridnya satu per satu. Semuanya serempak menggeleng.
"Baiklah jika begitu, Ale kamu duduk di sebelah Jo, ya," tukas guru tersebut seraya menunjuk kursi kosong di sebelah Jo.
Ale mengangguk patuh. Lelaki itu berjalan menuju kursi di sebelah Jo, dan meletakkan tasnya di sana.
"Pst, Ale, jangan mau temenan sama Jo, entar nggak ada yang mau temenan ama lo," tukas Ares seraya berbisik. Jo hanya menunduk, dan Ale kelihatannya tidak peduli.
"Gue Ale, dan gue rasa lo udah tau. Biar gue tebak, lo manusia dengan nama Jo, bukan?" tanyanya seraya tersenyum.
Jo kikuk seketika, alih-alih menjawab, lelaki itu cuma menganggukkan kepalanya. "Kayaknya kalo kita berteman, bakalan cocok deh," katanya.
••
Bel istirahat pun berbunyi, beberapa anak sudah keluyuran keluar kelas, sementara Jo hanya duduk diam di tempatnya, mengeluarkan bekal makan yang dibuatkan oleh bunda untuknya tadi pagi. Jo memang jarang belanja ke kantin, selain tempat itu selalu ramai, tak ada yang pernah mengajaknya pergi ke sana.
"Ale, mau ikut kita?" tanya Ares beserta teman-temannya yang lain. Ale menggeleng. Ia sama sekali tak nafsu keluar kelas hari ini, padahal ini adalah hari pertamanya sebagai anak baru.
"Gue di sini aja bareng Jo. Lagian gue bawa bekal, kok," ujar Ale seraya mengeluarkan kotak makannya.
"Gue kira anak keren kayak lo nggak suka bawa bekal dari rumah," ujar Ares tersenyum simpul. "Kalo gitu gue duluan."
Jo menilik kepergian Ares dengan pandangan sendu. Hanya begitu respon Ares pada Ale, tetapi kenapa dengannya berbeda? Ares bilang, Jo itu anak mami, anak manja, dan terlalu cupu untuk siswa SMA seperti dirinya.
"Gadis itu kayaknya nggak suka elo. Kenapa?"
"Gue juga nggak tau, dari dulu juga gitu. Bukan cuma dia, teman-teman sekelas juga banyak yang nggak suka gue."
Ale menatap sekitarnya, memang benar kata Jo. Bahkan tak ada satu pun dari mereka yang menawari Jo untuk ikut ke kantin.
Setelah menyantap bekalnya, Ale mengeluarkan sesuatu dari dalam saku hoodie yang tengah ia kenakan.
"Obat gue, dokter bilang aritmia. Enggak terlalu parah, tapi cukup ganggu kalo lagi kambuh, tapi enggak separah apa pun. Yang namanya sakit mana pernah enak nggak, sih?" Tanyanya seraya memasukkan beberapa pil obat ke dalam mulutnya.
"Kalo lagi kambuh sakit nggak?" tanya Jo penasaran.
"Bukan sakit, tapi rasanya bener-bener nggak enak. Lo bakalan sesak napas, denyut jantung lo nggak beraturan, dan pandangan jadi burem. Pokoknya nggak enak, lo nggak bakalan pengen ngerasainnya," jelas Ale menggebu-gebu.
"Lo juga pasti nggak mau ngerasain kalo kena asma," ujar Jo mengeluarkan inhaler-nya.
"Jelas gue nggak mau," balas lelaki itu tertawa. Jo pun demikian. Senang rasanya Ale hadir di kehidupannya walaupun baru beberapa jam yang lalu.
![](https://img.wattpad.com/cover/270967916-288-k649758.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jo (SELESAI)
Cerita PendekBukan salah Jo bila terlahir pintar, bukan salah Jo bila suka belajar, dan bukan salah Jo pula bila menjadi tetangga Ares.