Dor!
"Aurel!" teriak Arka ketika Aurel sudah terjatuh ke bawah lantai dengan bersimpah darah.
Ternyata bukan Arka yang tertembak melainkan Aurel. Aurel yang mengetahui Roky akan menembak Arka, ia segera berlari ke arah Arka dan berdiri di hadapannya sehingga peluru tersebut mengenai Aurel.
Roky juga sangat kaget, seharusnya yang terkena pelurunya adalah Arka, bukannya Aurel.
'Gadis bodoh,' ucap Roky dalam hati.
Roky dan Vani pun di bawa ke kantor polisi."Aurel! Bangun Rel!" teriak Arka sambil memangku kepala Aurel.
"K–Kak A—Arka," ucap Aurel terbata-bata.
"Lo harus kuat Aurel, gue bakal bawa lo ke rumah sakit," ucap Arka.
"K—Kak Arka, a—aku sudah tahu? Siapa Dinda sebenarnya? Dinda adalah kekasih K—Kak Arka dulu. Kekasih yang Kak A—Arka sangat cintai, makanya a—aku mau kita a—akhiri hubungan kita, walaupun a—ku harus me—mengorbankan ci—cintaku, a—aku bu—bukan Dinda. A—aku adalah Aurel, wanita ya—yang nggak pe—pernah kakak cintai. A—anggap aja a—aku nggak pernah a—ada di kehidupan Kak A—Arka, sehingga a—ku bisa pergi de—dengan tenang," ucap Aurel terbata-bata.
Deg!
Kata-kata Aurel sangat menusuk hati Arka, hubungan yang baru mereka mulai, harus berakhir seperti ini, walaupun hubungan mereka hanya sebatas tantangan, tetapi entah kenapa? Mereka seperti layaknya kedua pasangan yang saling mencintai.
Hati Arka juga sudah mulai terbuka untuk Aurel, tapi kenapa? Di saat ia akan menyatakan perasaannya terhadap Aurel, Aurel harus pergi meninggalkannya dengan keadaan yang seperti ini. Arka membenci dirinya sendiri, seharusnya dari dulu ia tidak menyembunyikan masa lalunya, seharusnya dari dulu ia jujur kepada Aurel, tapi semuanya sudah terlambat, Aurel sudah lebih dulu mengetahuinya. Hanya ada penyesalan dalam diri Arka.
Memang ya? Penyesalan itu selalu berada pada akhirnya."Nggak! Lo harus kuat! Lo nggak boleh ninggalin gue, gue cinta sama lo Aurel," ucap Arka sambil meneteskan air matanya.
"Tapi a—ku udah e—nggak cinta sama Kak A—Arka, tolong lupakan a—aku," ucap Aurel sambil menahan rasa sakit akibat reaksi peluru tadi.
"Bohong! Lo juga cinta 'kan sama gue? Lo nggak bisa ninggalin gue gitu aja, I Love You Aurel," ucap Arka sambil memeluk erat Aurel.
Belum sempat Aurel menjawab Arka, ia langsung terjatuh di dalam pelukan Arka.
"Aurel! Aurel! Bangun!" teriak Arka sambil menepuk-nepuk pipi Aurel pelan.
"Kak Arka, sini biar gue periksa Aurel," ucap Dira sambil melangkah ke arah Aurel.
"Kok lo bisa ada si sini?" tanya Arka heran.
"Nanti aja omongnya kak, yang penting Aurel bisa selamat," ucap Dira sambil memeriksa denyut nadi Aurel.
"Oke," ucap Arka.
"Aurel masih hidup, tapi jantungnya sudah mulai melemah, bawa Aurel cepat ke rumah sakit," ucap Dira.
Tak ambil waktu, Arka segera menggendong Aurel ala bride style ke arah mobil dan melaju ke rumah sakit.
Pasti kalian bingung? Kenapa Dira bisa ada di sana? Jawabannya karena Diralah yang membawa polisi.
Dira tahu rencana kakak tirinya yaitu Vani, walaupun Dira membenci Aurel, tetapi dia masih punya hati, Dira tidak membiarkan Vani untuk membunuh Aurel seperti Dinda dulu.
Sebenarnya, Dira dulu sangat baik hati, tetapi sejak kematian ibunya, ia mulai berubah, Dira selalu membuat masalah di sekolah dan selalu membully anak-anak, tetapi Dira akan pulang menangis dan tersiksa akibat siksaan dari ibu tirinya dan kakak tirinya. Dira selalu menyembunyikan luka hatinya dengan membully anak-anak yang ia tidak sukai.
Ayahnya Dira juga sudah tidak peduli dengannya, ayahnya selalu sibuk dengan bisnisnya.
Itulah yang membuat Dira semakin melunjak dan selalu buat kerusuhan di sekolah walaupun setelah pulang dari sekolah ia harus mendapat siksaan.Bagaimana perasaan kalian, jika berada di posisi Dira?
Memang betul ya? Jika orang jahat belum tentu jahat, dan orang baik belum tentu baik.
Pesan Author: "Jangan pernah menilai seseorang dari luarnya saja, okey!"▪︎▪︎▪︎
Sesampainya Arka di rumah sakit, ia segera memanggil dokter dan suster untuk segera menangani Aurel.
"Dokter! Suster!" teriak Arka memanggil dokter dan suster.
Arka sama sekali tidak peduli oleh tatapan aneh dari pengunjung rumah sakit, dalam benaknya yang terpenting Aurel masih bisa diselamatkan.
Tak lama kemudian, datang dua suster membawa brankar. Arka pun menaruh tubuh mungil Aurel di atas brankar itu, lalu dua suster tadi mendorongnya menuju ruang ICU. Arka juga ikut mendorong brankar Aurel sambil memegang tangan kiri Aurel.
"Lo harus bertahan Aurel," ucap Arka.
"Maaf mas, silahkan anda tunggu di luar, kami akan semaksimal mungkin untuk menolongnya," ucap salah satu suster tadi.
Arka yang tidak mau mencari keributan pun hanya pasrah. Arka pun duduk di ruang tunggu sambil mengusap wajahnya kasar.
"Seharusnya lo nggak perlu bantuin gue, Aurel. Seharusnya gue yang kena tembakan itu, bukan loh?!" ujar Arka sambil menarik rambutnya kasar.
'Semoga lo nggak apa-apa Aurel. Gue sayang sama lo,' ucap Arka dalam hati.
Tak lama kemudian, ibu Aurel, Aura dan teman-teman Arka datang. Arka tadi sempat menelepon teman-temannya dan juga ibunya Aurel untuk segera ke rumah sakit Medika karena Aurel yang masuk ke rumah sakit.
"Apa yang terjadi sama Aurel nak Arka?" tanya Ibu Ranti sambil mengguncang-guncang tubuh Arka.
"Maafin Arka tante, gara-gara Arka, Aurel jadi masuk rumah sakit, ini salah Arka yang tidak bisa menjaga Aurel, seharusnya yang tertembak adalah Arka bukan Aurel," ujar Arka sambil berlutut di hadapan Ibu Ranti.
Tangis Ibu Ranti pecah seketika dan luruh ke lantai, hatinya seperti di hantam benda berat, anak kesayangannya harus berjuang di dalam sana. Semua teman-teman Arka juga ikutan bersedih. Mereka hanya mampu berdoa, semoga Aurel bisa diselamatkan.
Entah kenapa? Batin semua orang di sana gelisah, karena dokter yang memeriksa Aurel belum juga keluar.
Tak lama kemudian, dokter yang memeriksa Aurel keluar dari ruangan ICU. Dokter tersebut hanya memberi tatapan sendu kepada mereka.
"Bagaimana keadaan anak saya dokter?" tanya Ibu Ranti.
"Maaf ... saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi karena kondisi pasien yang sangat lemah sehingga pasien tidak bisa diselamatkan," ucap dokter tersebut.
Hati Arka hancur berkeping-keping, dia tidak menyangka Aurel meninggalkannya secepat ini, padahal beberapa jam lalu, ia masih bisa melihat tawa Aurel. Ibu Aurel menangis histeris, tak menyangka anak kesayangannya pergi secepat ini.
Teman-teman Arka juga ikut bersedih, padahal baru kemarin mereka bercanda tawa dengan Aurel, sedangkan Lilis hatinya juga sangat hancur, sahabat yang ia anggap seperti saudara sendiri, pergi meninggalkannya."Nggak! Ini nggak mungkin! Ahh!" teriak Arka sambil menonjok dinding rumah sakit.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Arka and Aurel (END)
Jugendliteratur"Maafin aku, Kak Arka," mohon Aurel dengan menyatukan kedua tangannya di dada. "Nggak ada kata maaf, buat lo! Gadis miskin," ucap Arka sambil menarik kasar tangan Aurel. "Lepasin aku, Kak. Kamu mau bawa aku ke mana, Kak? tanya Aurel sambil berusaha...