10|Tamu tak di undang

112 34 7
                                    

Bian melupakan sesuatu hal yang sangat penting. Bahwa PDKT nya tidak akan berjalan lancar jaya begitu si pengganggu datang.

Padahal Bian senang banget pas tau kakinya patah dan butuh pemulihan hampir sebulan kurang. Tapi kenapa? Kenapa harus puluh secepat ini? Padahal baru 3 minggu loh, masih sisa 1 minggu buat Bian hidup bebas tanpa belenggu manusia kadal itu.

Mana berisik banget ponselnya karena bolak-balik ada panggilan dan pesan masuk dari siang sampai malam. Tapi, Bian memilih abai dan sibuk memakan jajanan yang di belanjakan calon pacarnya. Sebenarnya sih mau di pajang aja, tapi iman Bian gak kuat. Akhirnya di gasak habis deh.

"Bian?" Mama Tian tiba-tiba buka pintu dan terkejut saat melihat putrinya tengah menyantap jajanan di atas kasur.

"Makan lagi? Padahal baru makan malem tadi." Bian cengegesan lalu menyodorkan nutella cokelat pada sang mama.

"Mama gak makan manis, pasti Pak Gemintang yang beliin ya?" Bian menatap mamanya, kok bisa tahu? Padahal Bian tak bilang apapun pada mamanya perihal dia yang pergi menemani Pak Gemintang.

"Mama tau?"

"Tadi siang Pak Gemintang chat mama buat minta izin."

"Oh."

"Udah berapa kali mama bilang? Jangan celamitan, kamu ini anak perempuan loh ... Ksihan pak Gemi, uangnya bisa abis nanti. Gaji guru itu gak seberapa." Mama Tian menasehati Bian yang ia anggap sudah kelewatan. Kan kasihan, gaji gemintang gak seberapa tapi dia harus bayar tagihan ini dan itu, belum lagi untuk makan, dan lain-lain. Belum jadi istri saja sudah merepotkan, apalagi sudah jadi? Tian tak bisa bayangkan betapa kasihannya Gemintang jika menikah dengan putrinya yang tak bisa apa-apa.

Bian menghembuskan napas kasarnya, lalu menutup botol nutella ya. "Iya, maaf. Tapi Bian udah bilang mau bayar sendiri, eh Pak gemintang maksa. Bian janji deh, bakal ganti uangnya." Mama Tian mengangguk.

"Oh ya, sampai lupa. Di depan ada Gema, kakinya ternyata cepet juga sembuhnya." Bian membelalakan mata, Gema? Datang ke rumahnya? Ah sial. Dasar anak nekat. Udah di cuekin berulang kali tapi gak punya capek sama sekali.

"Bian ngantuk, bilangin--"

"Gak."

"Tapi beneran ma--"

"Gak."

Bian menundukkan kepala lesu, malapetaka sudah. Hari-harinya tidak akan seindah biasanya karena Gema sudah muncul di peradaban.

"Kamu ini, jangan galak-galak sama Gema. Kasihan dia, padahal anaknya baik banget." Bian mendengus kasar lalu beranjak dari kasur.

Gadis itu tak punya pilihan selain datang menghadapi si kepala batu.

"Lo ganti nomor?" Bian diam tak menggubris.

"Di chat gak di bales, telpon gak di angkat. Lo ngehindarin gue?" Bian masih tak bergeming.

"Hampir 3 minggu gak liat muka lo, kangen juga." grep! Bian melongo saat laki-laki itu memeluknya tanpa izin. Tuman. Selalu sok akrab kalau ketemu.

"Lepas." Bian mendorong laki-laki itu agar menjauh darinya. Apa sih, dikit-dikit peluk, dikit-dikit ngomel, dikit-dikit nelpon, udah berasa kayak pacar beneran aja. Padahal serius deh, Bian itu gak pernah respect sama sekali. Tapi kenapa dia gak pernah capek ngejar-ngejar Bian? Bayangkan, dua tahun lebih loh Gema kayak gini sama Bian. Status pun gak ada kejelasan, tapi intinya sih, Bian udah memperjelas kalau dia sama sekali gak punya perasaan sedikit pun.

"Kangen gue gak?"

Bian melipat tangannya dia atas dada, "Gak."

"Gue udah bisa jalan."

"Gak peduli."

"Besok gue jemput--"

" Jangan ngimpi!"

Gema menghela napas panjang, sekalinya bertemu sikapnya asam benar kayak lemon. Tapi kenapa? Kenapa itu yang Gema kangenin waktu di rumah aja?

"Mau cari angin gak?"

"Ngantuk."

"Yaudah, kalo lo ngantuk gue pulang--"

"Buruan, udah pegel nih berdiri." Gema mengangguk lalu mengusap kepala Bian sebelum pulang.

"Semoga mimpi gue ya."

"Najis."

Selepas kepergian Gema, Bian ingin menyempatkan diri melihat-lihat pemandangan rumah tetangga yang tampak teduh dan membuat mata langsung melek.

Bian kemudian mengambil bangku dan meletakkannya di tepi tembok.

"Selamat malam Pak calon pacar~" Gemintang tak menggubris dan sibuk olahraga skipping.

"Oh ya, keburu lupa. Pak Gemi ikhlas apa enggak?" Gemintang reflek berhenti dan menghampiri gadis tersebut.

"Dalam hal?"

"Makanan yang bapak beliin, mama bilang saya harus ganti uang bapak."

Gemintang mengulum bibirnya lalu menyibak rambutnya yang setengah basah. Gila! Ganteng banget. Bian sampai gak bisa berkata-kata karena pemandangan indah ini tak boleh terlewatkan sedetik pun. "Gak usah di ganti, saya ikhlas."

"Beneran?"

"Iya."

"Yaudah, kalo gitu bilang mama."

"Bilang apa?"

"Kalo bapak ikhlas pacaran sama saya." Gemintang tercengang, sudah ia duga. Setiap ucapan Bian, selalu saja di penuhi jebakan, yang mengatakan cinta lah, mengajak pacaran, ngelamar lah, aduh, pokoknya bikin Gemintang harus lebih was-was atau jatuh ke dalam jebakannya.

"Bercanda Pak, jangan kaget gitu." gemintang akhirnya bernapas lega.

"Sana tidur,"

"Nyanyiin dong Pak biar bisa pules."

"Lengser wengi, mau?" Bian mendecakkan lidahnya kesal, bukannya mimpi indah malah mimpi buruk yang ada. Dasar gak asik, guru gak peka, otaknya lemot. Tapi Ganteng! Sial. Bian itu selalu lemah dengan pesonanya itu makanya dia gak pernah tega buat marah. Duh, kayaknya Bian udah mulai serius nih main perasaan.

Untuk Pak Gemi, saya kayaknya mulai serius. Awas aja kalo saya korban PHP





 Awas aja kalo saya korban PHP

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Jeng jeng, ada orang ketiga dalam hubungan bar-bar si Bian nih haha

Si Bian kalo sama Gemintang meleyot, tapi giliran sama Gema galak bet kek ibu kos

Jangan lupa vote dan komennya ya Hyung, biar semangat update, oiya yg di atas visual Gema.

Love Revolution✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang