T i g a

2.3K 300 90
                                    

Happy Reading

—————

Semuanya sudah kembali berkumpul diruang keluarga setelah selesai sarapan siang. Kini Veby dan Syakir juga sudah bersiap untuk berangkat ke bandara.

Dari tadi Kaysa tidak pernah melepaskan pelukannya dari sang Mama. Ia masih betah menumpahkan air matanya.

Dengan lembut Veby selalu membelai kepala putrinya. Berusaha memberikan ketenangan.

"Kay, udah sayang. Jangan nangis lagi."

Kaysa mendongakkan kepalanya dengan mata yang sudah sembab dan hidung yang sedikit memerah dan berair.

"Ma, jangan pergi. Kay gak mau jauh dari Mama sama Papa," lirihnya.

Veby melirik Syakir, ia bingung harus berbuat apa sekarang. Tadi sebelum mereka pergi kerumah Ayla, Kaysa sudah berjanji untuk tidak cengeng. Tapi ternyata Kaysa malah menangis seperti ini apalagi didepan keluarga sahabatnya. Dan ada terbesit rasa segan jadinya saat Kaysa bicara kalau ia tidak mengenali keluarga ini dan ia tidak yakin akan diperlakukan dengan baik disini. Veby yakin pasti Ayla dan Tama tersinggung akan perkataan anak gadisnya ini.

"Kay gak mau di sini Ma, Kay pengen kembali ke rumah kita aja. Kay gak masalah kalau Kay harus tinggal sendirian disana dan Kay lebih nyaman di rumah kita dari pada disini. Kay gak kenal sama mereka semua." Lagi dan lagi Kaysa melontarkan kata-kata yang sama.

Kay jangan ngomong kayak gitu. Gak sopan," bisik Syakir di telinga putrinya.

Kaysa tidak mengindahkan perkataan Papanya. Ia masih setia menangis.

Veby melirik Ayla, Tama dan anak-anak mereka secara bergantian. Mereka tampak hanya diam tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

Apakah mereka marah? Pikir Veby.

"Tam, maafin perkataan Kaysa ya. Mungkin udah menyinggung perasaan lo beserta keluarga."

Tama tersenyum tipis, "tidak masalah. Gue bisa maklumi kok."

"Jujur ini pertama kalinya kami pisah sama Kay. Mungkin ini memang terasa sulit bagi gue, Veby dan Kay. Tapi kami tidak punya pilihan lain, selain menitipkan Kay dirumah lo. Karena gue yakin sepenuhnya kalian bisa jagain Kay seperti kalian jagain anak-anak kalian."

"Tentu Kir, lagian dengan senang hati aku bakalan jagain Kay seperti anak aku sendiri. Disini Kay gak akan sendirian, masih ada Rifka dan Rafka jadi temannya Kay. Lagian aku di rumah terus, jadi aku bisa mantau keadaan anak-anak," jelas Ayla.

"Gue sependapat sama istri gue," imbuh Tama.

"Tapi Rafka gak sependapat sama Ayah dan Bunda," ucap Rafka tiba-tiba mengundang perhatian semua orang.

"Maksud kamu apa Raf?" tanya Tama.

Rafka menarik napasnya pelan dan mengubah posisi duduknya menjadi tegap.

"Ya Rafka gak setuju aja, kalau Kaysa tinggal dirumah kita.

"Bang, lo ngomong apa sih!" celetuk Rifka mencubit paha Rafka.

RAFKAYSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang