2. SERAGAM

16.3K 970 31
                                    

2. SERAGAM

"YA AMPUN KALIAN LAGI??!" Suara Bu Desi yang seakan bisa didengar dari Sabang sampai Merauke itu menggelegar. Menyentak khususnya ketujuh siswa badung yang tidak ada bosannya buat ulah. Bikin Bu Desi dan Pak Bondan kesal setengah mati.

Pak Bondan mengangkat jari telunjuknya, menunjuk Arka dengan tatapan menyelidik. "Tadi pagi saya lihat kamu pakai atribut lengkap loh, Kasep."

"Namanya Arka, Pak." Nathan mengoreksi.

"Heh diam kamu, Indro. Saya belum minta kamu untuk bersuara." Telunjuk Pak Bondan beralih ke wajah tampan Nathan membuat cowok itu langsung menutup mulutnya rapat.

"Nama saya Nathan, Pak. Bukan Indro."

Pak Bondan menatap Nathan sambil mendengkus kesal. "Yang namanya Indro itu ganteng loh, Le. Jangan main-main kamu."

"Saya nggak nanya Indro ganteng apa enggak." Nathan membalas lagi.

"Namamu siapa toh, Le?" Pak Bondan dalam mode kesal.

"Namanya Nathan, Pak Bondan!" jawab Virdy. "Udah dibilang Nathan dari tadi nanya mulu," gumamnya dongkol.

Fauzan menyikut lengan Virdy sambil tertawa pelan. "Diemin aja bego. Pak Bondan galak. Nanti dibotakin mau lo?"

"Kalo botak bikin gue nambah ganteng ya nggak masalah."

"Yeh tai."

"Tolong yang ada di belakang jangan mengobrol ya!" Bu Desi si guru berkacamata tebal dengan wajah judesnya menegur. Fauzan dan Virdy langsung bungkam.

"Poin kalian akan Ibu kurangi lima untuk setiap atribut yang tidak terpasang. Dan Ibu juga akan melihat kerapihan kalian mulai dari... NATHAN!"

"Kenapa kamu pakai seragam begitu?" Bu Desi berdecak. "Rapikan."

Nathan melirik seragamnya sekilas. "Udah rapi, Bu."

"Rapi dari mananya?! Itu dasinya tolong dibenerin. Kerahnya itu loh aihh Ibu gemes banget jadi pengen benerin." Bu Desi membuat gerakan seolah ingin mencubit Nathan. "Ayo dibenerin, Nathan."

Nathan tidak mengindahkan ucapan guru tersebut. Masih anteng menatap ke depan.

"Kancingmu ini loh, Nathan..." Pak Bondan menyentuh dada bidangnya membuat Nathan sedikit mundur.

"Iya-iya." Nathan hanya membenarkan kancingnya sedikit. Selebihnya ia biarkan. Gerah banget kalau dikancing semua.

"Dada gue digerepe-gerepe, anying," ucap Lingga sambil tertawa.

"Gue dicubit-cubit Bu Desi, anjrit." Virdy menambahkan agak heboh.

"Buset dah tuh guru berdua emang iseng bener." Justin geleng-geleng.

"Kalo dicubit Violet mah gue terima. Lah ini? Dicubit si tua bangka," kata Lingga dengan alis menukik sempurna.

"Violet mulu. Giliran di depannya aja ciut lo!" kekeh Fauzan.

"Nah, itu cara gue jaga image. Biar gak keliatan bangor-bangor amat di depan Neng Violet." Lingga berdalih.

"Nathan!" Bu Desi memanggil. "Ibu kurangi poin kamu yang tinggal setengah itu sebanyak tiga puluh lima poin. Karena seragam sekolahmu tidak dikenakan dengan rapi maka Ibu kurangi lima belas poin. Lalu kamu tidak pakai topi, ikat pinggang, jaket, dan pakai sepatu abu-abu maka Ibu kurangi lagi poinnya jadi tambah dua puluh. Total, tiga puluh lima. Sekarang sisa poinmu adalah lima belas."

"Sampai sini mengerti?!"

Nathan mengangguk sekali. Sama sekali tidak mempermasalahkan sisa poinnya yang kini tersisa sangat sedikit itu. Paling kalau poinnya habis, Nathan kena skors. Tidak masalah. Nathan justru senang bisa diliburkan untuk beberapa hari.

NATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang