5. Ada apa ?

619 103 12
                                    

REVISED 03/10/2022




Jeane

Aku turun dari motor yang dikendarai Juna setelah berhenti di depan gedung fakultas kedokteran. Karena perselisihan kami kemarin, perjalanan bersama Juna terasa jauh lebih lama. Juna juga tidak mengingatkanku untuk makan tepat waktu seperti biasanya.

Kami nyaris tidak pernah bertengkar sebesar ini, paling-paling hanya karena aku yang sebal dengan kebiasaan Juna tidak menaruh handuk di jemuran setelah pakai, atau Juna yang mengomel kalau lantai penuh dengan rambutku yang rontok berjatuhan.

Hubungan kakak-adik yang kami punya tidak terlalu dekat, namun karena tinggal satu atap dengannya dari kecil sampai SMA membuatku mengenal apa kebiasaannya, kesukaannya.

Waktu terlalu cepat berlalu hingga dalam sekali berkedip, Juna yang dulu harus minum susu hangat sebelum tidur berubah menjadi Juna yang tertutup dan jarang menceritakan isi hatinya. Padahal dulu kalau habis dijewer guru akibat lupa pakai ikat pinggang sudah misuh-misuh di rumah.

“Psttt, ada yang melamun lagi.” bisik Haikal.

“Kakean utang kali.” timpal Julian sambil melirik Haikal dengan jenaka.

“Jen.” Sentuhan dipundakku oleh Reyna membawaku kembali setelah asik terbawa arus pikiranku.

Jok melamun dong, medeni iki nde laboratorium anatomi.” Danny mencolek tanganku.

Ada banyak desas desus yang berkeliaran mengenai laboratorium anatomi di setiap kampus yang ada Fakultas Kedokteran. Karena berurusan dengan cadaver yang notabene adalah jasad yang di awetkan dengan formalin, tidak membuat kami lupa kalau jasad tersebut dulunya adalah manusia, dan manusia mengandung jiwa. 

Dengan matinya raga manusia, maka jiwa mereka konon katanya masih menetap bagi mereka yang belum “tenang”. Jangan heran ketika Danny si penakut selalu mengingatkan teman-temannya agar jangan melamun kalau tidak mau kesambet.

“Cerita dong, katanya lagi banyak pikiran” Haikal menatapku serius.

“Kalau kamu udah siap, kami dengerin kok.” ujar Reyna.

Aku hanya mengangguk tanpa mempertimbangkan ujaran Reyna. Sulit rasanya bercerita mengenai masalahku, terutama pada orang terdekat. Harusnya dengan persahabatan yang kami punya bisa membuatku memiliki safe space untuk sekadar curhat.

Namun buatku, bercerita tentang masalah sendiri pada orang terdekat bisa membawa petaka. Ketika mereka merasa kalau masalah yang aku ceritakan terlalu berat untuk merek cerna, mereka bisa saja menjauh. Mereka mungkin akan menganggapku berubah karena masalah itu dan akhirnya tidak lagi ingin dekat denganku. Ngeri juga ya ?.

PBL kelompokmu minggu ini sama dokter siapa ?” tanya Haikal

Ambe dokter Harris.” Julian tiba-tiba cemberut.

Mateng kon, kalau ditanya terus nggak bisa jawab di semprot nggak sih ?” timpal Reyna.

“Makanya sinau sing genah, jok PUBG ae.” sindir Danny.

“Eh, aku kok dibilangin kalau kamu ke kampus balik kampus kemarin sore, ngapain ?” Haikal menutup atlas anatomi setelah dirasa cukup memenuhi otaknya untuk menghadapi post test sebentar lagi.

“Jaketku ketinggalan, untung ada Javier. De’e sing nyimpenin.”

“Javier ngapain sampai sore di kampus ?”

“Nggak tau tuh.”

“Itu padahal cuma jaket, ngapain balik lagi coba dari kosnya Rendy.”

Cangkem mu, iki ga boleh ketinggalan. Masuk angin lek aku mulih nggak pakai ini.”

478 (Set Me Free) | Lee Jeno (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang