15. Full Moon

193 56 7
                                    

Saat ini Junkyu dan jiya duduk berdampingan diatap rumah sakit.
Dengan wajah penuh biru junkyu memegangi tangan jiya dengan erat

"Seharusnya tadi jangan-"

"Tidak perlu disesali itu sudah terjadi" potong gadis itu

"Jun. Aku ingin menyerah" lanjutnya "namun jika aku menyerah. Kamu bagaimana?"

Air mata Gadis itu mulai berjatuhan. "Aku tidak ingin hidup seperti ini"

"Aku harus bagaimana-"

"Kak. Kak jiya?"

Seseorang memotong pembicaraan jiya. Dia melirik kebelakang. Terlihat anak lelaki tinggi memakai baju pasien

Anak itu berjalan menghampiri jiya dan junkyu "Maaf menganggu. Nama saya junghwan. Ini ada beberapa makanan dari bunda junghwan. Makanan nya banyak. Bisa dimakan oleh dua orang lebih. Hehe"

Jiya menghentikan tangisannya. Mengambil rantang makanan dari lelaki itu

"Oh kamu anak kecil di depan koridor kemarin ya? Jadi nama mu junghwan. Apa kabarmu junghwan?"

"Lebih baik dari kemarin kak. Kakak sendiri bagaimana?"

"Bohong jika aku mengatakan baik. Hahaha" tawa nya canggung

"Sini duduk sini" ajak jiya

tanpa alas. Mereka duduk melingkar dibawah

"Kak jiya Terimakasih. Berkat kakak Junghwan tersadar. Jika hidup itu anugerah. Dan mati itu bukan hal biasa"

"Kemarin itu Junghwan hanya sedih. Kenapa Junghwan harus mati secepat itu?"

"Namun sekarang Junghwan sadar. Jika kematian itu cepat atau lambat akan datang"

Jiya tersenyum. Menatap Junghwan penuh arti "ah... Aku malu" lirihnya

"Seharusnya aku bisa belajar dari kamu. Kamu sangat menghargai hidup. Tapi kenapa aku terus menyesali hidupku?"

Junkyu yang mulai tadi terdiam membuka suara "ji... sebenarnya saya juga ingin mengakhiri semua ini. Menghakiri hidup saya penderitaan saya, semua beban beban saya"

"Namun. Jika kita menghakirinya secepat ini. Apakah kamu tidak berpikir pasti Tuhan punya rencana lain"

Jiya semakin terisak kencang "aku minta maaf... "

Junkyu menghela nafas memeluk jiya dengan hangat. "Tidak perlu meminta maaf. Itu bukan kesalahan mu"

Diam diam junghwan ikut terisak

Malam itu Rooftop rumah sakit diisi dengan tangisan ketiga remaja yang penuh duka

**✿❀❀✿****✿❀❀✿****✿❀❀✿**

"Ah kenyanggg. Masakan bunda enak banget Jung" puji jiya megacungkan dua jempolnya

Junghwan tersenyum lebar "iyakan? Bunda memang jago memasak"

Jiya mengangguk menyengir lebar sembari memegangi perut buncit nya

"Junkyu tidak makan sih. Jadi tidak merasakannya betapa enaknya makanan ini"

Junkyu tertawakan kecil "makan yang banyak"

"Junghwan sekarang sekolah dimana?"

"Homeschooling kak"

"Ahhh... Pasti berat ya?"

Junghwan mengangguk "sedikit hehe"

Mereka bertiga berdiri didekat pembatas atap. Dengan jiya ditengah nya

"Jika nanti ada kehidupan selanjutnya. Jiya ingin Junghwan dan junkyu hidup bahagia dan kita bertemu lagi dengan keadaan yang sama sama bahagia. Aamin"

"Aamiin" balas Junghwan

"Kak jiya sendiri bagaimana? Sekolah dimana?"

"Sekolah di treasure high school. Sebenarnya aku sekarang ini sedang mengalami amnesia Jung. Aku tidak tau bagaimana kehidupan ku sebelumnya"

Junghwan menghela nafas "semoga ingatan kak jiya cepat pulih" doa nya

"Mm... Kak junkyu sendiri?" tanya Junghwan kembali

"Kamu tau presidir kim junmyeon CEO perusahaan JM tidak?" bukannya Junkyu, melainkan jiya yang menjawab pertanyaan junghwan

"Tau lah!. Perusahaan game terbesar itu kan?"

"Ya benar!. Junkyu anaknya CEO itu"

"Hah?" beo Junghwan "Maaf.. Tapi bukannya pak junmyeon cuman punya anak satu?"

Jiya tertawa parau "iya kan? Anak sehebat ini-" ucapnya mengelus kepala junkyu lembut "tidak diakui" lanjutnya

Junghwan menghela nafas kembali "Kak junkyu hebat ya? Jika aku jadi kak junkyu mungkin tak bisa se tegar ini"

Jiya mengangguk. Menahan air matanya agar tak terjatuh kembali "padahal junkyu hampir sempurna. Tapi mengapa orang orang mencacinya?. Junkyu itu hampir seperti Malaikat tau" puji nya kepada Junghwan

Junkyu terdiam sejenak "Tidak ada malaikat pembawa sial, jiya" jawab nya

**✿❀❀✿****✿❀❀✿****✿❀❀✿**

"Kamu tinggal ama dokter aja ya?"

Jiya menahan air mata nya agar tak menetes. Menatap dokter baik itu berkaca kaca "dokter memang tinggal dengan siapa?"

Dokter menggeleng "dokter tinggal dengan anak dokter. Kebetulan anak dokter... Berkebutuhan"

"Saya ingin kamu menjaga dan mengawasi nta. Untuk biaya makan tidur kamu jangan khawatir. Bahkan saya akan menggaji kamu nanti"

"Tapi dok. Jiya saja tidak bisa menjaga diri"

"Tidak. Saya percaya kamu jiya. Anak saya laki laki, dia home schooling. Anak saya tidak bisa berbicara Karena trauma. Dia anak yang baik walaupun sedikit apatis"

"Saya..." Jiya terisak memegang kedua pergelangan dokter itu dengan haru

"Ternyata saya tidak semenderita itu dok. Saya mempunyai teman teman dan orang baik seperti dokter. Terimakasih banyak..."

Still life | Junkyu TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang