1

158 9 2
                                    


Gadis cantik dengan rambut berombak itu kini sedang tersenyum lebar menatap hasil kerja kerasnya. Setelah kejadian suram yang menimpanya pasca perang, Guinevere atau yang akrab disapa Guin, memutuskan untuk membangun diplomasi antara kerajaannya dengan kerajaan pimpinan Alucard. Walaupun ini semua membutuhkan proses yang sangat panjang, namun gadis itu kini menikmati hidupnya. Ia juga berhasil menemukan saudara jauhnya, Lancelot, saat tengah berlibur di tahun lalu.

"Kau sudah memutuskan gaun mana yang akan kau kenakan saat pesta malam nanti?" Sapa Alucard seraya menaruh senampan makan siang milik Guin.

"Sudah, aku ingin pakai yang warna merah jambu itu. Kurasa aku akan terlihat sangat cantik." Seru Guin dengan senyum manisnya.

Alucard menahan tawanya.

"Merah jambu? Kurasa warna itu kurang cocok untukmu. Kesannya terlalu feminin, tidak cocok untuk gadis pemberani sepertimu." Ucap Alucard. Ia duduk di meja kerjanya.

"Keterlaluan." Gumam Guin kemudian bersedekap kesal. Alucard melepaskan tawanya dengan puas.

"Oh iya, kenapa kau yang mengantarkan makananku? Ke mana Zilong? Bukankah seharusnya sekarang ia berada di sini juga?" Tanya Guin penasaran. Ia merapikan tumpukan kertas dan pensil yang berserakan di mejanya.

"Ah, orang itu sedang mabuk cinta. Biarkan saja, biar cepat cepat menikah. Kasihan, umurnya sudah hampir kepala 3." Ucap Alucard.

"Iya juga. Pergi ke mana dia memangnya?" Tanya Guin lagi. Alucard mengangkat kedua bahunya.

"Aku jadi iri. Aku ingin bertemu Granger, kau mau menemaniku?" Tanya Guin dengan mata penuh harapan.

"Tidak. Aku ingin menghabiskan waktu luangku dengan Miya. Kalau dia ingin ikut, baru aku menemaninya." Ucap Alucard.

Guin mencibir. Ia sia-sia bicara dengan orang yang bucin akut seperti Alucard.

"Ya sudah, habiskan makananmu dan pergilah temui Granger. Biar aku yang membereskan pekerjaanmu. Oh iya, kerajaanmu sekarang siapa yang bertugas jaga?" Alucard mengambil alih kertas-kertas yang ada di meja Guin dan memindahkannya ke meja miliknya.

"Lancelot dan keluarganya sekarang tinggal di kerajaanku. Ia yang memegang kendali kerajaan selama aku berada di sini." Ucap Guin.

"Sesekali kau harus menengok ke sana, Guin. Mereka membutuhkan arahan langsung darimu. Walaupun sebenarnya aku sangat senang jika kau mau tetap tinggal dan menetap di sini." Ucap Alucard.

"Iya, tentu saja. Aku di sini kan hanya untuk mencari teman ngobrol, dan juga pekerjaanku jauh lebih ringan jika dibantu olehmu dan Zilong." Ucap Guin seraya terkekeh. Alucard menatapnya jengkel.

"Iya, karenamu Miya jadi sering marah-marah di malam hari. Katanya, aku tidak pernah lagi menyisihkan waktu untuknya dan terus saja bekerja." Ucap Alucard. Guin tertawa mendengarnya.

"Wajar saja, ibu hamil memang lebih sensitif, bukan?" Ucap Guin seraya mengedipkan sebelah matanya. Alucard tersenyum tipis dan mengangguk.

°°°
Gadis itu membawa sekotak kue jahe, makanan favorit kekasihnya, dan hendak mengetuk pintu rumah Granger. Namun, gerakannya terhenti ketika pintu rumah Granger terbuka dan terdapat sepasang sepatu perempuan di depannya.

"Apa dia sedang kedatangan tamu?" Pikir Guin. Guin mengetuk pintu.

"Selamat siang! Hun? Apakah kamu ada di dalam?!" Seru Guin seraya mulai memasuki rumah Granger. Ia sibuk menyapukan pandangannya ke seluruh sudut rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya.

"Ah! Seharusnya kau memasukkan telurnya dulu!" Suara perempuan yang memekik tadi berhasil menarik perhatian Guin. Ia menaruh kotak kue jahe di meja ruang tamu dan berjalan menuju sumber suara, dapur.

"Kubilang apa tadi?! Kau ini sepertinya harus ikut kursus memasak kue, ya?!" Seru perempuan bertubuh kurus tersebut. Ia melompat-lompat gemas karena Granger yang terus saja salah memasukkan bahan.

"Wanwan, bersabarlah sedikit. Aku memanggilmu karena ingin minta tolong, bukan ingin dimarahi." Ucap Granger sedikit terganggu. Ia tetap fokus pada adonan kue yang tengah dibuatnya.

"Hun?" Guin berusaha memanggil Granger dan panggilan itu berhasil membuat Granger dan Wanwan berbalik menatapnya.

"Hun?" Ulang Wanwan. Wajah Granger memerah malu. Wanwan yang melihat hal itu lantas tertawa keras. "Apa-apaan panggilan konyol itu? Astaga!" Ucap Wanwan di sela tawanya.

Granger melepas sarung tangannya dan menghampiri Guin. "Kapan kau datang?" Tanya Granger.

"Belum lama. Kau sedang apa? Membuat kue? Mau aku bantu?" Tanya Guin antusias. Granger memegang kedua bahu Guin dan menuntunnya berbalik menuju ruang tamu.

"Hey! Kuemu belum selesai!" Seru Wanwan.

"Nanti saja, yang ini lebih penting." Ucap Granger tanpa memerdulikan Wanwan yang sudah menghentakkan kakinya kesal.

"Kau boleh melanjutkan kuenya dan memberinya pada Ling." Lanjut Granger, sejurus kemudian, Wanwan kembali tersenyum cerah dan melanjutkan proses membuat kue. Namun kali ini, ia membuatnya dengan sepenuh hati.

The New KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang