14

67 7 0
                                    

"Lancelot, maafkan aku. Aku ... aku tidak pernah tahu kalau kau sakit sejak dulu. Aku hanya--"

"Tidak apa-apa, Granger. Aku sudah sangat senang karena kau mau menjadi temanku yang sangat baik. Aku lebih senang lagi ketika Guin berkata ia mengenalmu dan bahkan sekarang kalian menjadi sepasang kekasih. Aku tenang sekarang, Guin adalah orang yang tepat untuk bersanding denganmu. Karena sebenarnya kalian sudah saling mengenal sejak kecil." Lancelot tersenyum menatap Granger.

"Kenapa kau baru memberitahu hal ini padaku, Lance? Kita bahkan sudah saling mengenal lebih dari setahun." Ucap Guin di sela tangisnya.

"Karena aku harus mempersiapkan diriku dulu. Aku harus punya bukti yang kuat agar kau percaya. Makanya, aku sedang berusaha mengurus status kekeluargaanku agar kita bisa menjadi keluarga sedarah secara hukum." Jawab Lancelot. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Guin.

Lancelot berhenti tepat di hadapan Guin. Ia berlutut di depan gadis itu.

"Maafkan aku, Guin. Maafkan segala kesalahanku dulu. Ayo kita bangun kembali kerajaan Baroque. Kali ini tanpa peraturan bodoh itu. Aku janji akan bersungguh-sungguh untuk hal ini." Ucap Lancelot seraya menunduk.

Guin segera menerjang Lancelot dengan pelukan yang sangat erat. Ia merindukan sosok keluarga, ia merindukan pelukan hangat yang datang dari keluarganya. Ia tidak dapat berbohong bahwa hatinya sangat senang mendengar fakta bahwa Lance adalah kakak kandungnya.

"Terima kasih karena telah memberitahuku, Lance. Ayo kita sama-sama mendirikan kembali kerajaan Baroque, tanpa peraturan bodoh itu." Ucap Guin. Lancelot mengusap kepala adiknya dengan lembut. Ia tersenyum haru hingga air matanya ikut meluruh.

"Aku sangat menyayangimu, Guin. Terima kasih karena telah tumbuh dengan baik. Terima kasih karena telah menerimaku kembali." Kedua saudara itu saling memeluk dengan erat, seperti baru saja dipertemukan oleh takdir yang sangat jauh.

°°°

"Alucard, apa kau tertidur?" Tanya Miya seraya mengelus surai coklat milik Alucard.

Alucard hanya bergumam. Selama menunggu tiga orang di bawah untuk menyelesaikan masalah mereka, Alucard bersikap sangat manja pada Miya. Sudah lama sekali mereka tidak memiliki waktu luang di siang hari begini. Biasanya, Alucard akan segera tidur karena lelah bekerja seharian.

Sekarang, ia sedang tertidur di pangkuan Miya. Laki-laki itu membenamkan wajahnya ke perut Miya dan sesekali menyapa calon bayinya hingga Miya terkikik geli.

"Kau tidak boleh tidur dulu, Alu. Mereka pasti akan selesai sebentar lagi." Ucap Miya. Alucard menggeleng dan melingkarkan tangannya ke pinggang Miya, enggan melepas posisi nyamannya.

"Aku tidak mau pergi. Aku mau seperti ini dulu." Ucap Alucard. Miya memandang suaminya bingung sekaligus gemas.

"Tapi ini masih siang, Alucard. Lagipula, kita sedang menunggu tamu kita untuk bicara, bukan sedang dalam waktu luang." Ujar Miya.

"Kalau begitu kita pura-pura tidur saja, agar mereka tidak bisa mengganggu kita berdua." Usul Alucard. Miya mencubit lengan Alucard.

"Jangan begitu. Kau kan sudah berniat membantu mereka, jangan setengah-setengah." Tegur Miya. Ia melepas lengan Alucard yang tadi melingkari pinggangnya.

"Aku ingin membuat teh dulu, pasti mereka membutuhkan penenang setelah menjelaskan semuanya." Ucap Miya. Ia menyingkirkan kepala Alucard dan membuat laki-laki itu menampilkan ekspresi sedih.

"Aku kan masih ingin berduaan denganmu, Miya. Kau tega sekali." Alucard mulai meracau.

Miya mencium pipi Alucard sekilas dan bangkit dari duduknya.

"Itu hadiah dariku, sekarang kau harus jadi anak baik karena aku telah memberimu hadiah. Kau harus membantuku membuat teh untuk mereka." Ujar Miya. Walaupun ia malu untuk melakukan aksinya tadi, tapi Alucard saat ini memang terlihat sangat menggemaskan.

"Ah, kau tadi menciumku?" Tanya Alucard, lebih tepatnya untuk meyakinkan.

"Tidak. Mana mungkin aku menciummu." Ujar Miya seraya mengedikkan bahunya acuh. Ia sudah berada di depan daun pintu dan bersiap membuka pintu, hingga tiba-tiba Alucard menarik lengannya dan membalik tubuh wanita itu.

Alucard memberikan Miya sebuah ciuman hangat, tepat di bibirnya. Ia ingin menunjukkan bahwa ia juga bisa beraksi tiba-tiba seperti Miya.

Setelah Alucard melepas ciuman itu, ia menatap Miya yang kini wajahnya merah padam.

"Aku juga bisa beraksi tiba-tiba, kan?" Ujar Alucard seraya terkekeh. Ia merasa menang sekarang.

♡♡♡

Haii guyss!

Part selanjutnya udah epilog nih, gak kerasa ya udah hampir selesai ceritanya :")

Saya buat cerita ini cukup lama, sekitar satu bulan dan sempat berhenti selama beberapa minggu karena ide cerita yang tak kunjung muncul 😅

Tapi saya bersyukur dapat menyelesaikan cerita ini dengan baik, setidaknya demi para pembaca yang dengan sabar membaca cerita ini hingga akhir 😘 terima kasih.

Selamat menikmati part epilog!

The New KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang