"Guin? Ini kan masih pukul 7 pagi, sedang apa kau di sini?" Tanya Granger. Ia sedang membuat sarapan hingga akhirnya Guin mengetuk pintu rumah.
"Apa kau bisa pergi denganku hari ini?" Tanya Guin. Mukanya penuh harap.
"Ehm...seharusnya bisa. Ada apa memangnya?" Tanya Granger. Guin menyodorkan kotak hadiah yang berisi syal pada Granger.
"Selamat ulang tahun, Granger. Hari ini, aku ingin mengajakmu pergi berdua bersamaku. Anggap saja ini sebagai hadiah, kau mau, kan?" Tanya Guin. Granger terdiam menatap hadiah yang Guin sodorkan.
"Bagaimana kau bisa ingat ulang tahunku?" Granger menerima hadiah Guin dan senyumnya merekah.
"Aku ingat karena kau adalah orang yang penting di hidupku. Ayo, buka hadiahnya." Ucap Guin semangat. Granger tersenyum dan menarik lengan Guin menuju ruang tamu.
"Kau duduk dulu di sini, aku selesaikan masakanku dulu. Setelah nanti kita sarapan, baru kita akan pergi." Ucap Granger.
"Siap, bos!" Seru Guin semangat. Granger mengusap kepala Guin dan segera berbalik menuju dapur.
Sembari menunggu, Guin menyiapkan rencana kencannya hari ini dengan matang. Pertama, ia akan mengajak Granger ke sebuah panti asuhan tempatnya dulu berada, sebelum Selena mengadopsinya. Ia mengetahui hal tersebut karena membaca catatan adopsi yang ada di kamar Selena secara tidak sengaja.
Saat itu, Guin hanya ingin membereskan kamar mendiang ibu angkatnya tersebut dan tiba-tiba saja melihat berkas itu. Hati kecil Guin kembali sakit mengingat bahwa ia bukanlah anak kandung Selena. Namun, di sisi lain ia bersyukur karena setidaknya ia telah mengetahui satu jejak hidupnya sebelum Selena mengadopsi dirinya.
Setelah ke panti asuhan, ia akan mengajak Granger ke tempat favoritnya dulu saat masih bersekolah di sekolah sihir. Di sana terdapat hamparan taman luas lengkap dengan bunga dan berbagai macam kuliner kota. Kemudian, mereka berdua akan menghabiskan waktu berdua hingga petang datang.
Namun, rencana hanyalah rencana. Ketika pintu rumah Granger tiba-tiba diketuk dan Granger membukakan pintu, wajahnya langsung menatap Guin dengan perasaan bersalah.
"Maaf, Guin. Aku harus menjalankan tugasku hari ini. Ini sangat mendadak, tiba-tiba saja Perdana Menteri bagian Timur memanggilku. Kalau kau mau, kau bisa ikut denganku. Mungkin kita bisa berjalan-jalan setelah pekerjaanku selesai." Ucap Granger setelah tamu yang mendatanginya tadi pergi.
Wajah Guin tertekuk. Ia kesal, tapi tak bisa berbuat banyak. Ia tahu Granger memang berperan penting di istana Alucard. Ia memegang peranan yang cukup besar dan tidak bisa ditinggalkan hanya karena urusan jalan-jalan.
"Baiklah." Ucap Guin. Ia tidak punya banyak pilihan. Ia hanya bisa ikut dengan Granger dan sabar menunggu hingga pekerjaannya tuntas. Granger tersenyum dan menepuk lengan Guin.
"Terima kasih, aku janji ini tidak akan lama. Sekarang, ayo kita cepat sarapan dan segera berangkat ke negara bagian timur." Granger memimpin Guin untuk berjalan ke dapur untuk menikmati sarapan mereka.
°°°
Guin kembali menendang kerikil yang ada di depannya. Hari sudah siang dan Granger belum juga keluar dari kantor Perdana Menteri bagian Timur. Granger meminta Guin untuk tetap menunggu di kendaraan sementara ia menuntaskan urusannya. Namun, hingga matahari tepat berada di atas kepala pun, Granger belum kunjung selesai.
"Huft ... harus berapa lama lagi aku menunggu?" Gumam Guin. Ia kesal karena seharusnya sekarang ia sudah berada di taman dekat sekolah sihir, jika rencananya berjalan dengan lancar. Namun itu semua hanya rencana. Guin kembali menghela napasnya panjang.
Tiba-tiba, matanya menangkap kehadiran seseorang yang tak asing. Ia lantas memanggil laki-laki tersebut.
"Lance!" Seru Guin. Lancelot menyapukan pandangannya dan berhenti ketika mendapati Guinevere tengah berdiri di samping tiang lampu jalan. Lancelot segera menghampiri Guin.
"Selamat siang, Guin." Sapa Lance. Ia sedikit membungkukkan tubuhnya. Bagaimanapun, status Guinevere adalah pemilik kerajaan dan Lancelot tahu bahwa ia harus bersikap hormat terhadap Guin. Namun, Guin sendiri tidak suka diperlakukan begitu oleh saudaranya sendiri.
"Tidak usah membungkuk." Ucap Guin. Lance hanya tertawa.
"Kau sedang apa di sini?" Tanya Guin. Di sini cukup jauh dari kerajaan, walau sebenarnya masih merupakan wilayah kerajaan Land of Dawn.
"Aku...aku sedang mengurus sesuatu. Kau sendiri sedang apa?" Tanya Lance. Ia sedikit gugup menjawab pertanyaan Guin.
"Aku menemani kekasihku, ia sedang bertugas di kantor Perdana Menteri." Ucap Guin. Lance mengangguk paham.
"Apa kau sudah makan siang?" Lancelot tampak mengalihkan pembicaraan. Guin menggeleng.
"Mau makan siang denganku?" Tanya Lancelot. Guin tampak berpikir.
"Tapi bagaimana kalau nanti Granger mencariku?" Tanya Guin.
"Granger?" Lance tampak bingung mendengar nama yang disebut saudaranya.
"Iya. Kau kenal Granger?" Tanya Guin penuh selidik. Lance lantas menggeleng.
"Ah, tidak. Aku tidak mengenalnya. Kalau begitu, biar aku belikan makanan untukmu. Kau bisa makan di kendaraan agar Granger tidak kesulitan mencarimu. Bagaimana?" Tawar Lance.
"Apa tidak merepotkan?" Tanya Guin. Lance menggeleng.
"Baiklah, aku akan tunggu di sini. Terima kasih, Lance." Ucap Guin. Lance mengangguk dan bergegas meninggalkan Guin untuk membelikannya makanan.
Guin mengamati sosok Lancelot yang kian menjauh. Ia merasa ada yang laki-laki itu sembunyikan darinya. Guin harus mengetahui hal ini segera.

KAMU SEDANG MEMBACA
The New Kingdom
Hayran Kurgu🚀 Sequel Best Hero 🚀 ⚠️ Disarankan membaca Best Hero terlebih dahulu agar mengerti jalan cerita ini. ⚠️ Pasca perang, Guinevere harus memimpin kerajaannya seorang diri. Ia memutuskan untuk membangun diplomasi dengan Kerajaan Land of Dawn dan menon...