Para mahasiswa yang berada di aula terbuka itu tampak membereskan peralatan melukis mereka masing-masing setelah mata kuliah berakhir. Semua mahasiswa maju ke depan mengumpulkan tugas mereka."Abis ini kita ke toko perlengkapan melukis, yuk. Cat warna gue udah pada abis, nih," ajak Dira pada kedua sahabatnya setelah dosen berpamitan.
"Kirain elo bakal ngajak ke kafe depan kampus lagi," sahut Jesslyn malas.
"Ya, ke sana abis dari toko perlengkapan ngelukis, kan bisa," timpal Dira enteng.
"Heran, kenapa pada suka banget ke sana, sih? Apa jangan-jangan ... kafe itu pakai penglaris kali, ya?" Jesslyn lagi-lagi sarkastik, membuat Trisha menoleh ke arahnya.
"Sembarangan, jangan su'udzon!" balas Dira memperingatkan.
"Ya, jaman sekarang pakai penglaris kayak gitu tu udah biasa kalik."
"Ya, kalau pake, kalau enggak? Jatuhnya fitnah tahu!"
Jesslyn mengendikkan bahu--cuek.
Trisha mengabaikan ocehan kedua sahabatnya yang lagi-lagi memperberdebatkan hal tak penting, atensinya terpusat penuh pada sebuah pesan masuk.
Ervan
Udah selesai kuliahnya?Senyum tipis tercetak saat Trisha membaca pesan singkat dari kekasihnya itu, meski kemudian ia samarkan dengan sedikit gerakan mengetik balasan. Entah mengapa setiap mendapat notif dari Ervan, refleks membuatnya tersenyum. Apalagi mereka baru saja jadian, hubungan mereka baru hangat-hangatnya.
"Ada yang senyum-senyum sendiri, nih." Jesslyn menangkap gerak-gerik Trisha. Gadis itu menoleh, kemudian segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana setelah mengirim balasan.
Trisha berpikir, apakah perlu ia memberitahu kedua sahabatnya kalau ia dan Ervan sudah resmi menjalin hubungan. Entah mengapa ia merasa ragu, apakah kedua sahabatnya akan mendukung atau justru sebaliknya? Terutama Trisha ragu pada reaksi Jesslyn.
"Yuk, ah!" Dira sudah bangkit.
Ketiga gadis itu kini berjalan beriring menyusuri koridor menuju area parkir. Hari ini hanya Jesslyn yang membawa mobil ke kampus, Trisha dan Dira diantar supir mereka masing-masing.
Jesslyn sudah duduk di jok kemudi, Dira berada tepat di sampingnya, sementara Trisha duduk di belakang. Gadis itu tengah sibuk dengan gawainya.
Ervan
Nggak mampir kafe dulu?Lagi-lagi ia mendapat notifikasi dari Ervan. Gadis itu mengetikkan balasan kalau ia dan kedua sahabatnya sedang menuju toko perlengkapan melukis tak jauh dari kampus, setelahnya Ervan terlihat tidak sedang online.
Lagu dengan irama easy listening mengalun dari audio mobil Jesslyn. Kedua gadis yang duduk di depan, kompak ikut menyanyikan sepenggal lirik lagu berbahasa asing itu dengan penuh penjiwaan. Di antara ketiganya, hanya Trisha yang terlihat kalem dengan hanya menjadi pendengar konser dadakan kedua sahabatnya. Bukan ia tidak tahu lagu yang tengah berputar, justru ia sedang menikmati makna tiap bait pada lagu itu sendiri. Sebuah lagu tentang jatuh cinta yang membuat segalanya tampak indah.
Tatapan Trisha beralih ke sisi jalan. Pemandangan silih berganti yang tersaji dari luar kaca jendela, justru berubah menjadi penampakan danau buatan sore hari itu dalam pikirannya. Trisha mengerjap--berusaha mengembalikan fokusnya. Dadanya berdebar mengingat momen itu lagi.
Mobil sedan merah milik Jesslyn sudah terparkir di area toko perlengkapan melukis dan kesenian dengan dua lantai. Ketiganya mulai memasuki lantai satu yang berisi perlengkapan kantor dan perlengkapan alat tulis sekolah. Mereka meneruskan langkah menuju lantai dua melalui anak tangga, tempat di mana perlengkapan melukis yang mereka butuhkankan berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Raya Trisha (Completed)
RomanceAwalnya Ervan berniat untuk mempermainkan gadis bernama Trisha Putri Admaja, menghancurkan masa depannya, lalu ia tinggalkan begitu saja. Persis seperti perlakuan yang didapat kakak perempuannya dulu. Dendam serta kebencian mengalir deras di dalam d...