Siap untuk perang?
Siapkan dulu alat tempurnya! ⛏🔨🔧🧨💣🔪
Selamat membaca~
***
"Navy? Kamu di dalem?"Terdengar dua ketukan sekaligus. Di pintu, dan di dalam rusuk Candy. Yang jika dibandingkan, mungkin yang kedua terdengar lebih keras dari yang pertama.
"Navy?" panggil Bubun sekali lagi begitu tidak ada sahutan. Suaranya mendayu-dayu. "Navy, Bubun masuk, ya~"
Deg deg deg. Candy memegangi dada, suara jantungnya semakin keras, mendobrak-dobrak.
"Bubun buka pintunya, nih."
Detik berikutnya, pintu itu didorong terbuka. Bubun melongok ke dalam, senyum bersemangat di wajah dan mata yang gesit mencari-cari keberadaan Navy. Namun, senyumnya itu harus luntur, matanya membulat terbuka begitu mendapati ...
Navy yang tertidur pulas dengan mulut sedikit terbuka dan kedua lengan terbuka lebar. Sebelah kakinya yang panjang bahkan jatuh ke lantai.
Bubun berdecak. "Oh, udah tidur, rupanya."
Dari balik kolong kasur, sebagian diri Candy bersyukur Bubun tidak melihatnya, sementara sebagian yang lain berdoa agar Bubun segera pergi. Tetapi berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan, Bubun justru melangkah mendekat, baru berhenti di tepi tempat tidur Navy. Dari tempatnya, Candy dapat melihat sandal rumah Bubun dan kuku-kuku yang dicat kuteks ungu.
Bubun meraih selimut yang tadinya jatuh menjuntai di sisi tempat tidur dan melindungi Candy di persembunyiannya. Selimut itu ia gunakan untuk Navy, membiarkan Candy merasa seakan terekspos. Jika Bubun iseng sedikit saja mengintip kolong tempat tidur, maka ... tamatlah riwayatnya.
Candy tidak bisa lebih bersyukur lagi ketika Navy melepaskan genggaman tangannya di detik terakhir, memberinya cukup waktu untuk melempar diri ke bawah tempat tidur tepat sebelum pintu terbuka. Benar-benar nyaris. Dan sekarang, ketegangan itu masih belum mereda. Tidak sebelum Bubun berada setidaknya dalam radius lima puluh meter dari sini. Ia hanya dapat berdoa sekarang agar Bubun tidak mendengar suara jantungnya.
Bubun menggeleng dan melanjutkan monolognya. "Coba Candy kayak Navy. Tidurnya cepet, bangun pagi," tatapannya berkeliling ruangan. "Rapi, baik pula."
Di dekat kakinya, anak yang dimaksud sedang berusaha menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Seandainya Bubun tahu betapa iblisnya Navy, mungkin Candy akan terlihat seperti malaikat baginya.
"Nggak kayak Candy yang pemalas!" lanjut Bunda. "Mana, ini lagi itu anak. Dicariin dari tadi."
Demi napas Candy yang nyaris putus karena terlalu lama ditahan, Bubun akhirnya beranjak ke pintu. Ia menutupnya dengan hati-hati, lantas kembali berteriak di depan kamar memanggil-manggil nama Candy.
"Dedek~ ini Bubun mau nonton drama kenapa nggak ada subtitlenya? Dek~ lagi tegang-tegangnya ini lho! Bubun penasaran siapa yang bunuh Min Seol-A!"
Suara Bubun menggema kian jauh seiring Candy yang menarik napas lega. Nyaris saja. Ia merayap keluar dari kolong kasur, membiarkan diri telentang di atas lantai dan meraup oksigen serakus-rakusnya. Navy dan segala masalah yang ia timbulkan benar-benar membuat Candy ingin menjambak kepalanya sendiri.
Perlu beberapa waktu baginya untuk memulihkan diri. Tetapi Candy tahu, bisa kembali kapan saja. Jadi sebisanya, ia merangkak menuju pintu, baru berdiri dengan memegangi handle pintu tersebut. Ia sempat menoleh, memberikan Navy tatapan jahat untuk terakhir kali sebelum meninggalkan kamar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Effect [Completed]
Teen Fiction𝚃𝚑𝚎 𝙴𝚏𝚏𝚎𝚌𝚝 𝚂𝚎𝚛𝚒𝚎𝚜 #1 "Mulai sekarang, lo gue angkat jadi babu." Candy pikir, dia bisa menjadi Candyrella dan hidup bahagia bersama Pangeran crushnya. Sial, dia malah bertemu Navy yang kejamnya melebihi ibu tiri! Navian Adraha, gitaris...