47. Renggang

7.2K 1.9K 92
                                    

Dan perlahan, jarak mulai tercipta di antara keduanya. Kian membesar setiap detiknya.

Usai turun dari motor Aksal dan melihat punggung cowok itu yang menjauh dengan cepat, Candy dikejutkan oleh tumpukan kardus di teras. Dua orang yang tidak dikenalnya memindahkan sebuah kardus besar ke atas pick up dengan susah payah. Sementara Yayah, terlihat baru saja menumpuk satu buah kardus seukuran kardus mie instan ke atas tumpukan lain dan Om Dicky terlihat menyeret tas besar. Candy mendekat ke arah mereka.

"Ini ... ada apa, Yah?" Dia menyapu seluruh pemandangan asing itu sekali lagi, kebingungan.

"Eh, Yayah belum bilang, ya?" Yayah balik bertanya. "Om Dicky sama Navy pindahan hari ini."

"Hah?!"

"Iya. Kemaren Om Dicky udah ketemu rumah yang cocok. Udah deal juga, jadi hari ini udah mulai pindahan."

Perlu sekian detik bagi Candy untuk mencerna informasi itu. Pertama-tama, ia seketika mati rasa, tidak tahu harus berbuat apa. Navy tidak pernah memberitahunya. Namun kemudian dia sadar, mereka tidak saling bicara. Dan cowok itu ... mungkin memang menganggapnya hanya permainan sejak awal.

Dan pemikiran bahwa dia telah dibodohi membuat cewek itu segera naik ke kamarnya, menutup pintu dengan keras dan menenggelamkan diri di bawah selimut. Hari ini, rasanya dia tidak ingin bertemu siapapun.

Ia mendengarkan suara-suara di kamar sebelahnya. Barang-barang yang dipindahkan, obrolan yang sebagian besarnya tentang perpisahan.

"Makasih ya, Nak Navy sudah sering bantu Bubun dan Candy di sini," terdengar suara Bubun. Candy membayangkan, wanita itu tengah memeluk Navy dengan hangat. "Bubun harap Nak Navy senang ya, selama tinggal di tempat Bubun."

"Tentu, Bun. Terima kasih."

"Sering-sering main ke sini lagi."

"Iya..."

Lalu sunyi, selain suara koper yang digeret dan langkah-langkah kaki.

Sempat, setelah beberapa saat, Candy mendengar ketukan pelan di pintunya. Tidak ada suara. Hanya ketukan, yang tidak berulang. Candy mendengarkan, tetapi yang kemudian dia dengar adalah ...

... langkah kaki yang menjauh.

***

"Ya ampun! Lo kunti, bukan?!"

Dengan raut wajah lelah, Candy menepis tangan Poppy yang seenaknya menangkup pipinya dengan terlalu bersemangat. Pakai menyebutnya kunti, pula.

"Apaan, sih!" sungutnya.

Poppy terkekeh, lantas duduk di tempat duduk di sisi Candy. "Abisnya. Kantung mata lo gede banget tahu, kayak kunti! Panda aja mungkin minder liat kantung mata lo!"

"Bener!" Deera menambahkan, membuat Candy membatalkan tatap mengancam yang dia alamatkan untuk Poppy. "Lo tidur nggak sih, tadi malem?"

"Tidur lah!" Ya... walaupun susah.

Lalu, ia menenggelamkan wajah di atas kedua tangan yang terlipat rapi. Candy tidak ingat kapan dia akhirnya bisa tertidur. Mungkin jam tiga atau empat pagi, setelah nyaris semalaman bolak balik di tempat tidur, memejamkan mata namun tidak dapat mengistirahatkan pikiran hingga kepalanya sakit.

Semua hal terasa mengganggunya. Dan sebanyak apapun Candy bertanya, ia tidak menemukan jawabannya.

Kerenggangan ini terasa semakin jelas seiring hari yang berganti. Biassanya, tidak sulit untuk menemukan Navy meski di antara ratusan siswa dan sekolah yang luas. Tetapi tiba-tiba, ia seakan menghilang ditelan bumi. Jikapun bertemu, seperti yang pernah sekali terjadi, cowok itu akan menganggapnya tidak ada. Dia tidak melirik bahkan sedikitpun.

Cinderella Effect [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang