Sudah tiga puluh satu hari Laviona terbaring tanpa sedikitpun bergerak di ranjang. Selama itulah, manik hijau jernihnya tidak pernah terlihat.
Tabib hingga penyihir terbaik Malachy panggil ke istana, tapi tak satu pun yang mengerti kondisi adiknya itu. Membuat Malachy beberapa kali meledak oleh amarah.
Malam itu, hal yang sebenarnya terjadi ketika Laviona jatuh ialah Malachy yang berlari kearahnya, kemudian menggunakan sihir untuk menangkap adiknya agar tidak jatuh menghantam reruntuhan di bawah.
Tapi situasi saat itu terlalu mendadak. Malachy tidak bisa menangkap Laviona atau dirinya sendiri juga bisa celaka tanpa membantu. Maka yang ia lakukan saat itu hanya mengulurkan tangannya dari pinggir balkon yang runtuh dan sebisa mungkin menggunakan sihir untuk menahan tubuh Laviona.
Tidak sia-sia memang usahanya, tapi luka perempuan itu tidak bisa dikatakan ringan. Sebab punggungnya tetap saja menghantam reruntuhan balkon. Terlebih mengingat kondisi saat itu yang diperparah dengan ledakan tidak terkendali sihir Laviona.
Malachy menghempas punggungnya di sofa kamar yang gelap. Menggunakan satu lengan untuk menutupi wajahnya sementara tangan satunya meletakkan botol anggur dengan kasar di meja.
Malachy menghembus nafas dalam. Sejak hari itu, tidak satu malam pun ia lalui dengan tenang. Hampir setiap waktu Malachy mengecek sendiri kondisi Laviona. Itu membuatnya sadar, apapun yang ia ucapkan hari itu pada adiknya, adalah omong kosong.
Sejak awal, memang Malachy langsung menyadari bahwa kalimatnya pada Laviona malam itu keterlaluan. Hanya saja ia enggan mengekspresikannya.
Sampai kemudian seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya, berucap keras mengenai kondisi Laviona di kamar. Malachy tidak mengerti mengapa saat itu ia langsung bangkit berdiri dan menghampiri kamar adiknya. Karena seingat laki-laki itu, sejak dulu hubungan mereka tidak pernah begitu baik.
Perasaan bersalah mulai menyergap Malachy ketika mendengar jerit tangis Laviona dari dalam kamarnya. Tapi saat itu, Malachy tidak bereaksi apapun di depan pintu kamar sang adik yang terkunci.
Hingga ia mendapati keanehan pada teriakan Laviona. Seolah-olah sesuatu menyerangnya, ingin membunuhnya. Seolah-olah ada suara yang mengganggunya hingga berkali-kali perempuan itu meneriakinya untuk diam.
Dan suara ledakan terdengar dari balik pintu. Mulanya, Malachy tidak percaya pada pendengarannya. Sebab suara itu terdengar seperti ledakan sihir.
Saat itu, Malachy menerobos orang-orang yang berusaha membuka pintu kamar Laviona, mendobraknya sendiri dengan bantuan sihir hingga pintu menjeblak terbuka.
Seketika itulah, dada Malachy mencelos. Mendapati Laviona terduduk di ujung balkon yang pembatasnya telah hancur. Retakan terus menjalar semakin lebar, memperjelas seberbahaya apa posisi adiknya saat itu. Gerakan sesedikit apapun, bisa mencelakakan dirinya.
Sayangnya, Laviona saat itu di ambang kesadaran. Hingga saat tubuhnya tumbang, Malachy tidak tahu mengapa ia justru berlari menghampiri sang adik, dan berusaha menyelamatkannya.
Tapi sejak malam itu juga, Malachy tahu ia tidak pernah ingin Laviona pergi.
Ia hanya terlalu khawatir, jika adiknya terus menerus menutup diri seperti itu, Laviona hanya akan menderita pada akhirnya. Ia tidak akan menemukan kebahagian terlebih mengingat hubungan keduanya tidak begitu dekat. Dan Malachy tidak ingin itu terjadi. Malachy ingin adiknya hidup dengan baik, bagaimana selayaknya. Tapi caranya mengekspresikan itu ternyata salah besar. Hingga Laviona, adiknya, berakhir seperti sekarang.
Sampai detik ini, Malachy belum mampu memaafkan dirinya.
"Yang Mulia."
Sebuah panggilan dari luar kamar terdengar. Tapi Malachy tidak berniat bergerak. Setidaknya hingga kalimat berikutnya membuat tubuhnya menegak seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare [Completed]
Fantasy[Fantasy-Romance-Familyhood] (Not a Horror Story) ||Follow sebelum membaca ya, guys. Terima kasih^_^|| __________ Laviona hanyalah gadis desa yang melarikan diri ke sebuah hutan saat seisi rumahnya dibantai habis. Ia hanyalah gadis lemah yang bertem...