“Love is putting someone else’s needs before yours.”
(Olaf - Frozen)
__________
"Siaaaaall!!"
BRAK!!
Emilius menghempas seluruh barang yang ada di sekitarnya. Ia bangkit keluar dari tenda merah dengan tangan terkepal.
Ia sudah berusaha begitu keras. Mengerahkan sihirnya sedalam mungkin demi mencapai sihir Malachy, darah dagingnya, yang seharusnya akan mudah, sama sekali tidak membuahkan hasil. Bahkan dengan bantuan peramal terbaik di negerinya, semua sia-sia. Malachy terlalu kuat.
Emilius menyesal. Seharusnya ia bunuh saja anak itu sejak istri dan putri bungsunya pergi. Seharusnya Mal tidak dibiarkan hidup. Dan seharusnya Emilius tahu Mal tidak akan membenci adiknya begitu saja.
Tapi mengapa? Bukankah ia tidak tahu bahwa pembunuh ibunya adalah Emilius sendiri? Bukankah yang Mal ketahui sejak kecil adalah bahwa adiknyalah, Viona, yang membunuh ibunya.
Emilius meraup wajahnya gusar. Ia kemudian mengalihkan wajahnya pada orang tangan kanannya yang setia berada di sisi Emilius.
"Bonaventura? Bagaimana dengannya? Apa jiwanya sudah berhasil terbebas?"
"Segera, Yang Mulia. Jiwa Sang Kegelapan Bonaventura akan terbebas tidak lama lagi."
***
"Jika kau memang dipihak kami, aku yakin sudah seharusnya kau menceritakan apa yang terjadi."
Mal menatap Key dalam diam. Seperti biasa laki-laki itu selalu berbicara tajam dengan tatapan dingin mengintimidasi. Tapi bukan Malachy namanya jika hanya karena itu ia gentar. Mal jusru beralih menatap Laviona yang menunduk sambil memakan daging bakarnya yang hampir habis dalam diam, tanpa membuka suara dan menatap ke sekeliling sedikitpun.
"Apakah cukup? Ambil punyaku."
Laviona mendongak. Menatap Mal dan daging bakar dalam genggaman pria itu bergantian dengan ragu.
"Tidak apa-apa. Aku sudah cukup, dan kau masih kekurangan," ucap Mal lagi.
"Tapi aku sudah ..."
"Viona."
Saat mendengar nama yang Mal ucapkan padanya, Laviona terdiam. Hanya sebuah nama, tetapi itu sudah cukup menyadarkannya siapa sosok yang ada di hadapannya sekarang.
"Oke." Laviona menerima daging itu dengan ragu. Ia lalu tersenyum. "Terima kasih."
"Apakah sudah?" suara Key terdengar lagi. Kali ini sedikit terdengar lebih kesal dari sebelumnya.
Mal menoleh kembali ke depan, ke arah laki-laki itu. "Jika aku bercerita, itu sama saja bunuh diri."
Key sontak tertawa sinis. Sekarang ia mulai meragukan kemampuannya sendiri. Key hampir tidak percaya bahwa apa yang ia lihat dari kemampuan khususnya itu adalah kejujuran, tanpa setitik kebohongan sekalipun.
"Setiap kami yang telah di sumpah berarti mengabdi pada ayahku, termasuk aku. Aku bisa menghindar darinya karena aku mengunci sihirku. Tetapi dengan melanggar sumpah, dia bisa langsung menemukanku," Mal berujar dengan tenang.
"Tapi ada sihir ibumu yang kau punya."
Masih dengan raut tenang dan tatapan datarnya, Mal menjawab, "Ibuku sudah mati. Artinya, sihir dalam diriku tidak berkepemilikan lagi."
Jawaban itu sudah cukup membuat Key bungkam. Tatapan mengintimidasinya pudar. Key merasa tidak punya alasan untuk mencecar Mal lagi.
Tiba-tiba Mal bangkit berdiri. Ia menepuk pakaiannya menyingkirkan debu yang menempel karena duduk di tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare [Completed]
Fantasy[Fantasy-Romance-Familyhood] (Not a Horror Story) ||Follow sebelum membaca ya, guys. Terima kasih^_^|| __________ Laviona hanyalah gadis desa yang melarikan diri ke sebuah hutan saat seisi rumahnya dibantai habis. Ia hanyalah gadis lemah yang bertem...