9. Planning

2.5K 494 1
                                    

"Even miracles take a little time."

(Fairy Godmother - Cinderella)

__________

"Aku dengar dia sudah ada di sini."

"Itu benar. Aku yang membawanya," balas Malachy yang enggan menatap manik hijau Emilius.

"Dan kau meminta semua orang untuk memperlakukannya dengan baik hingga memberinya makanan yang sama dengan yang kau makan."

"Itu juga benar." Mal menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia menunduk menatap kertas cokelat usang dalam genggamannya yang berisi tentang daftar kerajaan yang belum mereka jatuhkan.

"Malachy."

Mal mendongak begitu panggilan itu terdengar.

"Apa kau ingin mengkhianatiku?" kali ini wajah Emilius berubah dingin.

Mal menatapnya tak kalah dingin. "Tidak."

"Lalu apa?"

"Aku hanya merasa dia masih adik kandungku. Aku tentu menyayanginya."

Emilius terdiam. "Dia harus mati. Jangan bilang kau lupa itu."

"Aku tahu." Mal mendengus. "Tapi aku tak ingin orang yang aku sayangi membenciku hingga dia mati."

Emilius memundurkan wajahnya. "Kau bahkan menyayangi orang yang membunuh ibumu."

Mal benar-benar ingin memaki Emilius sekarang. Tapi ia masih mencoba untuk menahan diri. "Sama seperti kau menyayangi istri barumu dan melupakan ibuku. Jadi, yah, aku masih menyayanginya."

Emilius terdiam lagi. Mal selalu punya cara untuk memutar balikkan ucapannya. Jika bukan karena Emilius membutuhkan kehebatan Mal, ia akan membuang anak itu sejak masih kecil. "Aku tak pernah melupakan ibumu."

"Aku tidak percaya."

"Malachy!" Suara Emilius meninggi. "Aku tidak berbohong."

"Kau tidak mungkin melupakan ibuku karena jika bukan karenanya kau tak akan memiliki anak dengan sihir sehebat aku dan Viona," balas Mal sengit.

Emilius mengepalkan tangannya. Rahangnya mengatup, giginya bergemeletuk. "Jangan menguji kesabaranku."

"Oke. Lupakan." Mal menatap Emilius dingin. "Sebenarnya aku juga tidak terima ia membunuh ibuku."

Pandangan Emilius melunak. Ia menghembuskan nafasnya kasar. "Malam ini aku lelah. Mungkin aku akan membunuhnya besok."

"Terserah." Ucapan itu Mal katakan berbarengan dengan perasaannya yang tidak enak. Mal mengernyit samar.

"Setelah itu, hanya tersisa dua kerajaan lagi dan kita menguasai semua." Emilius menatap Mal yang tiba-tiba berdiri dengan alis berkedut. "Ada apa?"

Mal tidak menjawab sama sekali. Ia melangkah dengan cepat keluar dari kamar ayahnya. Instingnya yang sangat kuat pada orang-orang yang ia sayangi menunjukkan sedang ada hal buruk yang terjadi di penjara. Dan sialnya, hal buruk itu terasa tengah menimpa Laviona.

Tiba di depan sel tempat Laviona ditahan, Mal menggeram marah mendapati sihir familiar yang menaungi sel itu hingga tampak dinding hitam tebal di sana.

Mal tahu ini pasti Sean. Dan Mal lebih dari tahu bahwa sihirnya jauh lebih kuat dan bisa dengan mudah menembus sihir Sean.

Suara pecahan kaca terdengar. Sihir Sean hancur detik itu juga bersama jeruji besi begitu Mal mengerahkan segenap kekuatannya untuk menembus dinding hitam.

Nightmare [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang