mulai terbiasa

128 9 0
                                    

Tiga setelah Revan sembuh akhirnya kedua remaja itu menjalan rutinitas nya seperti biasa. Mengingat seminggu lagi akan di adakan ya ulangan kenaikan kelas semester akhir, dan ujian kelas dua belas telah di laksanakan hanya menunggu pengumuman kelulusannya.

Hari ini Lolita tengah berjalan menuju kantin, class free tidak ada pembelajaran semua guru sibuk dengan rapat kelulusan, dan persiapan ulangan untuk anak kelas sepuluh dan sebelas.

Gadis berjalan sambil menyapa siswa siswi yang menyapa dengan senyuman, di arah berlawanan terlihat Bram berjalan dengan Kay.
Lolita memutuskan untuk menghampiri Kay.

"Kay" panggil Lolita.

"Eh Loli" ucap Kay bergantian memandang Bram dan Lolita.

"Kak Bram, Lolita pinjam Kay bentar ya" ucap Lolita diangguki oleh Bram. Tanpa ba-bi-bu Lolita menarik tangan Kay membuat sang empu terperanjat kaget.

"Ih... Loli lo mau bawa gue kemana sih" setelah sampai di lorong yang terhubung dengan taman belakang sekolah dan kantin, disana agak sepi karna jarang sekali siswa siswi kesana. Mengingat betapa sunyi nya tempat itu membuat siapa saja yang melihatnya bergidik ngeri.

"Mau ngapain sih Lol"

"Ih, lo bego apa tolol sih" sarkas Lolita

"Eh__"

"Lo tau kan ada Revan disini, mata mata nya Bara juga ada disini, lo mau di masak hidup hidup"

"Masalahnya dimana lolita?" Geram Kay

"Ih nih anak dasar lemot. Lo enggak tau si Revan dkk itu posesif nya tingkat akut" kata Lolita dramatis

"Emang iya?" Tanya Kay polos

"Dasar lemot!" Cibir Lolita.

"Gue harap lo enggak akan buat masalah Kay" gumam Mila yang entah sejak kapan menguping pembicaraan Kay dan Lolita.

"Udah ayo kekantin" ajak Kay yang langsung di angguki oleh Mila.

***

Sepulang sekolah, Lolita pulang bersama Revan. Rencana pria itu ingin bertemu dengan keluarga Lolita, sekaligus belajar bersama untuk persiapan ulangan kenaikan kelas.

Revan psikopat dingin dan tampan itu, memiliki otak di atas rata rata, sebelas dua belas dengan Lolita yang tak kalah pintar nya juga, namun soal akhlak Revan jauh lebih unggul melihat Lolita gadis bar-bar, toxic, dan juga tengil membuat banyak kaum Adam rebutan alias antri untuk menjadi pacarnya, namun semenjak rumor yang beredar, kabar mengenai hubungan Revan dan Lolita, siswa siswi yang awalnya mengidamkan kedua sejoli itu kini harus mundur alon alon.

"Assalamualaikum, mama!" Teriakan yang diselingi tawa itu membuat penghuni rumah Lolita berdecak kesal, putrinya memang tidak tau etika.

"Ck! Punya anak perawan tapi akhlak minim" celetuk ningsi lalu melangkah keruang tamu.

Pemandangan pertama yang ia lihat putrinya tengah bersama dengan seorang pria remaja seumuran dengan putri nya.

"Halo mah" sapa Lolita lalu mencium tangan ibunya, dan juga pipinya.

"Siapa ca" tanya Ningsih

Panggilan oca memang jarang sekali di pake, panggilan itu hanya khusus keluarganya dan juga teman masa kecilnya yang sempat menjadi kekasihnya dulu.

Semenjak kedatangan kembaran Ken, Ningsih dan Hildan merasa senang sekaligus lega. Awalnya mereka ingin menjodohkan Lolita dengan Kean, namun dengan cepat Kean menolak alasannya? Karna ia sudah mempunyai kekasih, begitupun dengan Lolita. Kedua orang tua remaja itu tak bisa membantah, selain menurut keinginan anak mereka. Toh, kapan lagi mereka bisa bahagia.

"Pacar Loli mah" ucap Lolita mengulum senyum, melihat putrinya membawa kekasihnya kerumah membuat Ningsih semakin yakin bahwa anaknya ini tidak belok, alis lesbi.

"Halo Tante" sapa Revan sembari mencium punggung tangan Ningsih, melihat keramahan Revan membuat Ningsih semakin yakin dengan pilihan putrinya.

"Kamu pacarnya Lolita" tanya Ningsih diangguki oleh Revan"

"Nama kami siapa?"

"Revan Tante"

Ningsih hanya ber,oh ria sembari menatap kekasih putrinya, yang memang kalo di lihat lihat ternyata tampan juga, sifat nya ramah baik, namun ada satu hal yang mengganjal.
Wajah datar nya!

"Revan ijin belajar bareng Lolita, boleh Tante?" Tanya Revan dengan wajah datarnya.

Ningsih menghela napas, Lolita melihat itu hanya terkekeh lalu ia membisikkan sesuatu.

"Revan emang gitu orangnya mah, jadi maklumi aja" bisik Lolita

Ningsih mengerti sekarang, ia pun mengangguk, lalu melenggang pergi kedapur untuk menyiapkan cemilan dan minuman untuk kedua remaja tersebut.

***
"Aww, anj__" ucapan Mila berhenti kala melihat yang mencubit perutnya tadi itu adalah Dito.

Hari ini Dito berencana pergi ke pasar malam, yang diadakan malam Minggu. Dengan janji Dito akan menjemput Mila 15 menit sebelum acara dimulai.

Mila berdecak kesal, ia sudah menunggu terlalu lama di teras rumahnya sendiri, dari setengah jam yang lalu. Karna menunggu terlalu lama, Mila pun tertidur di kursi kayu Ulin yang bercat warna putih itu.

Mila menatap Dito yang tampak kacau malam ini, rambutnya acakan, bajunya yang terlihat kotor, wajahnya yang penuh dengan lebam. Bisa Mila simpulkan kekasihnya ini pasti habis bertengkar, tapi dengan siapa?

Tak mau berlarut dalam pikiran, Mila pun langsung mearih tangan Dito menariknya masuk kedalam rumahnya, membawanya keruang tamu. Hari ini berada dirumahnya karna kedua orang tua yang lagi di luar kota, untuk mengecek salah satu cabang bisnis butik ibunya yang ada di Kalimantan.

Mila kembali dengan memegang obat p3k, dan duduk disamping Dito.

"Sini" titah Mila

"Mau ngapain?"

"Mau aku potong" sarkas Mila membuat Dito bergidik ngeri.

"Kenapa?" Tanya Mila saat melihat gelagat aneh kekasihnya itu.

"Emang kekurangan makanan, sampe harus makan aku juga?" Mila menghela napas panjang, kali ini ia melihat sisi baru Dito, selain manja pintar gombal, Dito juga lemot orangnya.

"Ya, mau aku obatin lah. Yakali mau dimakan, aku masih normal ya" ucap Mila lalu mulai mengobati luka yang ada di wajah Dito dan di lengannya.

"Kamu habis ngapain?" Tanya Mila.

Mila melihat Dito terdiam berdecak kesal, ia sudah sangat hapal dengan sikap Dito. Jika sudah begini, ada rahasia yang tersembunyi.

Walau belum ada sebulan hubungan mereka, Mila yang di kenal selalu berpikir dengan logika nya, kini menjadi bucin tingkat akut. Saat tau kabar minim Dito yang suka membunuh, dan bertengkar membuat Mila kehilangan akal. Bahkan bakatnya yang selalu menggunakan logika seolah sirna. Semenjak menjalin hubungan kekasihnya Mila jadi merubah kebiasaannya yang suka mengambil kesimpulan dengan logika menjadi bukti nyata.

Contohnya saat Kay melihat Dito keluar dari club, dari tampangnya malam itu Mila tau Dito habis dari club karna bau alkohol dimana dimana, namun ia berpikir jernih, saat ia melihat Dito mengeluarkan kresek berisikan makanan.

Lihat betapa nyatanya bukti itu, namun Mila tetap menyangkalnya. Sampe akhirnya ia melihat sendiri dengan mata kepalanya sendiri Dito selalu keluar masuk club, saat itu Mila menggunakan alibinya.

Apa benar Dito punya wanita simpanan

Kata kata Kay yang pernah di lontarkan untuk nya membuat Mila was was sendiri. Namun dugaan itu salah, justru Dito kesana hanya untuk mengawasi sahabat yaitu Bara, dari situlah Mila lebih mempercayai bukti nyata, sedangkan Kay? Ia tak mempermasalahkan Bara, karna ia menganggap Bara hanya teman tapi tidak dengan Bara, ia berharap hubungan mereka bisa lebih serius lagi.

Cinta PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang