Galtra Banyak Tanya

16 2 0
                                    

Hujan rintik-rintik mulai menyapa Bumi dengan riangnya. Hujan memang selalu membawa cerita bagi kebanyakan orang.

Entah meneduh bersama Pacar, berbagi Indomie bersama teman, atau masuk angin karena kehujanan pun kerap terjadi.

Qiwa mendambakan bahwa jika turun hujan akan terjadi hal-hal yang menyenangkan. Tapi bagi Qiwa, tidak sama sekali.

Lutut dan bagian kaki lainnya lecet, jalan nya terpincang-pincang, bahkan bagian siku nya juga ada yang lecet. Ciri-ciri terpeleset dengan gaya akhir tengkurap.

"Sial banget gue sial sial,"

Gerutu Qiwa. Ini semua disebabkan oleh Gizz dan Cella yang meninggalkannya di Perpus pada jam pelajaran terakhir.

Tidak ada guna nya juga mengomel ada mereka berdua, toh nanti mereka berdua akan menjawab 'siapa suruh tidur lo kayak simulasi jadi mayat?' jadi, Qiwa memilih memendam semuanya sendirian.

Baju nya yang kotor itu perlahan bercampur dengan basahnya Hujan, Rumah nya yang memang dekat dengan sekolah, Qiwa setiap hari berjalan jika pulang dari kegiatan menuntut ilmu itu.

Pagar yang sudah berkarat itu dibuka perlahan oleh Qiwa, menciptalan suara yang nyaring. Maklum, Pagar itu sudah berusia kurang lebih 17 tahun. Seusia Qiwa.

"Mamaaaa, Qiwa pulang," riangnya kala memasuki rumah yang.. sedikit kumuh dan terkesan seram.

Itu sebabnya Qiwa jarang mengajak Gizz dan Cella bermain kerumahnya. Karena alasan ini.

"Cepet mandi ya, kamu harus bantuin Mama cuci baju nya Bu Dena,"

Qiwa mengangguk dengan senyum. "Siap Bos!"

Qiwa memang seringkali membantu Mamanya bekerja seperti menyuci, menggosok baju dari rumah kerumah. Keterbatasan ekonomi yang membuatnya sedikit malu untuk membuka diri ada Gizz dan Cella.

Pilar aka Sekolah yang ia tempati memang Sekolah paling bergengsi di Kota ini. Qiwa berhasil masuk Pilar karena bantuan Beasiswa, ah, Qiwa memang cukup pintar dan layak untuk masuk dalam Sekolah bergengsi itu.

"Ayo," ajak Mamanya sambil bersiap untuk mengunci pintu.

Qiwa mengangguk sambil menghabiskan Air es yang tadi ia teguk itu.

"Ma, tapi mau hujan. Bawa payung gak?" kata Qiwa sambil melihat langit yang berubah warna menjadi mendung itu.

Mamanya ikutserta melihat keatas, "Gak usah,"

"Ah, kita sekarang cuci baju dirumah orang kaya, Kak. Jaga sikap ya,"

Qiwa mengangguk kembali sambil menggandeng lengan Mamanya yang membawa Dompet itu.

Qiwa dan Mamanya memang lebih sering memakai Angkot jika pergi bekerja.

Istilahnya, Mama Qiwa itu pegawai Laundry yang bertugas mencuci dari rumah kerumah.

Jadi ya, seperti itu lah. Tapi tidak setiap hari ia menerima panggilan dari Bos nya untuk bekerja.

"Ma? Serius di Perumahan ini?" bingung Qiwa kala melihat Portal megah dan bangunan tinggi itu.

Mamanya mengangguk, "Iya, Mama juga tadi sempet bingung, tumben Mama dapet kerja dirumah gede-gede kayak gini,"

"Cari rumah 3 tingkat, warna Putih, Kak. Yang Gerbang nya warna emas," suruh Mama saat melihat kembali pesan dari Bosnya itu.

Qiwa segera menggerakan Matanya, mencari-cari. Ia sedikit pernah mendengar nama Perumahan ini.

Arendelle.

DPR; Gizz & GaltraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang