Gizz melangkahkan Kakinya memasuki Rumah yang tak terlalu besar itu.
Yap, dia memang tinggal sendirian, jarak tempat ia dan Mamanya jauh.
Hari ini adalah jadwal Gizz untuk mengunjungi Wanita paruh baya itu.
Gizz menyalakan Keran Wastafel, mencuci beberapa Piring yang sudah ia pakai Kemarin.
Tak banyak Stok makanan disini, hanya ada beberapa Telur, Mie dan frozen food. Semua itu ia beli dengan hasil kerja kerasnya sebagai Pekerja Paruh waktu di Kedai Coffe didepan Jalan.
Yaa walaupun tak terlalu besar, tapi itu cukup untuk kebutuhan Gizz.
Terkadang juga Gaji nya dibagi dua untuk membeli keperluan Mamanya, seperti Pampers, selimut, atau bahkan baju baru.
"Udah beres deh!" riangnya kala melihat Piring itu sudah mengkilat bersih.
Ia segera mengganti Baju seragam nya dengan Pakaian lebih santai seperti celana Kulot dan baju Croptop.
Ia mengunci Pintu dengan tidak sabaran, "Pak! Saya Gizz, yang tadi chat Bapak,"
Gizz menghampiri tukang Ojek yang tepat sekali didepan Rumahnya.
"Oke neng, ke tempat biasa kan?"
Gizz yang sedang pakai Helm itu mengangguk, "Iya dong Pak,"
"Kadang itu saya teh iri sama Orangtua nya kamu. Punya anak baik gini, rajin, anak Bapak mah neng, gak ada nurut-nurutnya.."
Curhat Mang Edi selaku tukang ojek itu.
Gizz mengangguk, "Mungkin faktor lingkungan juga, Pak. Kadang sikap anak-anak sekarang kan dipengaruhi sama Lingkungan teman, atau lingkungan dia bergaul."
"Iya neng, dia juga temen nya modelan begitu semua. Bapak bisa apa,"
"Yang sabar ya Pak, anak Bapak pasti berubah," Gizz menenangkan sambil turun dari Motor, memberikan dana yang sesuai.
"Terimakasih ya Neng, nanti kaau mau pulang chat Bapak lagi aja," Mamg Edi sambil tersenyum.
Gizz memberikan Jempolnya, "Siap Pak!"
Gizz segera masuk, menemui Kamar nomor 103 itu.
Pemandangan yang pertama kali ia lihat, masih sama seperti hari kemarin-marin.
Mamanya menatap Kosong jendela luar, dengan tubuh ringkihnya itu.
"Mama? Gizz dateng,"
"Wahhh Mama udah wangi, mandi sama Suster ya?"
"Mama harus banyak makan biar gak sakit,"
Gizz membereskan sisa makanan yang masih tersisa banyak itu.
"Pergi,"
Satu kata yang sangat jelas itu memasuki indra pendengaran Gizz.
"Pergi kamu, karena kamu keluarga saya hancur."
"Mama, Gizz sayang Mama," Gizz memeluk wanita yang sedang menangis itu, Mamanya meronta ingin dilepaskan.
"Sssst, Mama tenang ya, nanti kalau Mama berisik nanti Mama disuntik lagi," kata Gizz sambil mengusap Rambut wanita itu.
Sudah 7 tahun Mamanya tinggal disini, setiap hari Gizz berharap jika Mamanya sembuh, atau Mamanya bisa memeluk Gizz dan mengucapkan 'mama kangen', tapi tak kunjung berhasil.
Tidak menghasilkan buah, sama saja seperti tahun-tahun kemarin.
"Mama, maafin Gizz kalau belum jadi anak yang seperti Mama inginkan. Maafin Gizz karena Mama gak bisa jalanin hidup dengan selayaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DPR; Gizz & Galtra
RomanceKalau mau pacaran sama Galtra, inget kata tukang Parkir. - Pay. © All Rights Reserved