T H I R T Y O N E

34 9 0
                                    

Keesokan harinya, Zalfa sudah bersiap dengan seragam olahraganya. Ia sedang berkumpul dengan teman sekelasnya yang mewakili lomba basket. Tentu saja bukan Ivanna dan Renata, cewek-cewek anti olahraga.

Selaku leader, Zalfa mulai memberikan briefing pada anggotanya sebelum melawan anggota basket putri dari kelas Shaka.

"Lo semua udah makan kan?" tanya Zalfa pada anggotanya.

"Kalau belum, lo mau traktir?" salah seorang dari mereka menyahuti.

"Silakan ke kantin terus pesen sepuasnya!" seru Zalfa.

"Wasiyap, Ndan!" seru mereka dengan wajah sumringah.

"Gue nggak bayarin," lanjut Zalfa.

Mereka kompak memasang wajah ingin makan orang ke arah Zalfa. Zalfa menyengir lalu mengangkat dua jarinya tanda perdamaian.

Mereka menyatukan telapak tangan di tengah-tengah lingkaran yang mereka buat lalu berseru dengan semangat sebelum memasuki area lapangan basket.

"IPA 1?!!!"

"HEBAT!!"

Zalfa terus menerus menyemangati dirinya sendiri. Dia harus menang, demi membuktikan bahwa ia punya talenta yang tidak bisa diremehkan. Bukan hanya sekadar cewek yang bisa dompleng nama sama cowoknya, seperti kata mulut ndower Jovinka.

"Gue kasih sosis rasa nanas kalo lo menang!"

Zalfa mendapati Shaka yang entah sejak kapan ada di sampingnya. Zalfa mencibir, sosis rasa nanas? Sudah cukup kemarin Zalfa dikibulin sama Shaka gara-gara air mineral rasa mangga.

"Ogah! Yang ada lo celupin sosis ayam ke sirup rasa nanas."

Shaka terkekeh geli melihat Zalfa yang terlihat kesal. Tangannya tanpa apa aba-aba menjitak kepala Zalfa sampai si empunya terpekik.

"Kok lo KDRT sih?"

"KDRT? Kasih sayang dalam rumah tangga? Kelembutan dalam rumah tangga? Keharmonisan dalam rumah tangga? Kapan kita pernah berumah tangga sih?"

Zalfa mendelik tajam. Semakin kesini sifat Shaka semakin menyebalkan. Namun Zalfa tidak bisa membalas ucapan Shaka karena setelah itu tangannya ditarik oleh salah satu temannya untuk segera masuk ke lapangan basket.

"Semoga menang, Anak manjanya Abi Zaki!" seru Shaka sebelum Zalfa benar-benar pergi menjauh.

Zalfa tidak sempat menjawab namun semburat merah di pipinya menandakan bahwa ia sedang salah tingkah. Diberi semangat oleh cowok yang kita suka, siapa yang nggak bahagia sih?

Zalfa segera menormalkan sikapnya karena setelahnya ia harus memfokuskan tenaga dan pikirannya pada sebuah bola yang akan di perebutkan oleh dua tim. Sekali lagi, Zalfa ingin menang.

Zalfa mulai memainkan bola basket dengan keahlian yang ia punya, mengopernya pada teman-temannya dan begitu seterusnya sampai tiga puluh menit kemudian, skor dua tim seri.

Pertarungan makin sengit, rupanya lawan Zalfa kali kini tidak selemah lawan sebelumnya. Mereka punya pertahanan yang sama kuat dengan tim Zalfa walaupun dengan teknik yang berbeda.

Zalfa menghembuskan nafas kasar. Ini skor penentuan, kalau salah satu dari timnya bisa memasukkan bola dalam ring lagi, maka mereka akan menang. Begitupun sebaliknya, kalau tim lawan yang berhasil membuat skor, maka tim Zalfa kemungkinan besar kalah.

Bola mulai dimainkan oleh tim lawan. Dengan tenaga yang ia punya, Zalfa berusaha merebut bola itu, kembali mengoper pada temannya. Bola kembali ke tim lawan, lagi-lagi Zalfa harus berjuang merebut bola itu.

SHAKA FOR ZALFA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang