[ 03 ]

651 95 7
                                    

In author's eyes..


August 2018,
12th grade.

_______

"Sak, menurut lo gue cakep nggak?" celetuk Joan tiba - tiba.

"Hm."

Joan mendengus kesal, padahal dia tanya betul betul tapi hanya dibalas gumaman.

"Lo percaya nggak kalo aslinya gue tuh pinter, eh nggak deng bukan pinter lagi tapi masuknya jenius," mulai deh ini anak, inner Saka membatin.

"Hm, percaya deh gue."

Kelihatan banget Saka menjawab sekenanya, lagian ini masih terlalu pagi untuk mendebat dan memperpanjang ocehan ngawur si Joan.

Jadi diiyakan saja, biar cepat.

"Bohong, lo pasti nggak percaya 'kan kalo gue tuh kecerdasan nya setara sama profesor,"

Saka menatap lawan bicaranya itu dengan raut wajah seolah mengatakan 'lo tuh maunya apasih?'

Joan abai dengan tatapan itu dan malah mengangkat bahu, "Sayangnya kita enggak pernah sekelas tiap kali kena sistem acak."


"Jelas aja nggak pernah. Kita beda jurusan, bodoh."

Joan cemberut, padahal baru saja ia membual dengan menyebut dirinya jenius setara profesor. Eh, langsung dikatain bodoh oleh Saka.

Memang terkadang mulut jujur Saka itu menyakitkan. Tetapi bukan Joan namanya kalo perkara gitu doang dimasukin hati.

.

Ngomong ngomong saat ini mereka berdua sedang berada di rooftop.

Suasana sekolah masih sangat sepi. Bahkan satpam belum datang ketika keduanya sampai, hanya ada tukang kebun yang memang selalu datang pagi, beliau kebetulan memegang kunci gerbang cadangan sehingga dua sejoli itu bisa masuk.

Ini semua gara - gara Joan. Ingin rasanya Saka menghantam kepala sahabatnya itu dengan batu. Tapi jangan deng, nanti kena pidana dia kalau mencelakakan anak orang.

Pagi buta sekitar jam lima tadi Joan ribut menelepon Saka supaya bangun dan menyuruhnya supaya cepat berangkat. Mengancam bahwa dia bakal mogok bicara jika Saka tidak menuruti kemauannya.

Seharusnya bukan masalah bagi Saka jikalau Joan mogok bicara, malah bagus sih, pikirnya. Tetapi mana tega ia biarkan sahabatnya itu sendirian pagi buta seperti ini di sekolah.

Saka paham betul, pasti telah terjadi sesuatu dirumah Joan semalam sampai sahabatnya itu memilih berangkat lebih awal dan enggan bertemu orang orang rumahnya ketika pagi.

Mengenal Joan beberapa bulan membuat Saka hafal betul tabiat sahabatnya yang satu itu.

Dia tebak sepulang sekolah nanti pun Joan tidak akan pulang ke rumahnya. Melainkan memilih menginap di apartemen miliknya.

Ah, Saka harus bersiap. Malam ini bakal menjadi malam yang merepotkan. Namun, ia pikir disaat seperti inilah perannya sebagai seorang sahabat benar - benar dibutuhkan.

Saka tidak keberatan direpotkan jika itu berkaitan dengan sahabatnya. Baginya, tidak apa - apa selagi itu Joan, lain cerita jika itu orang lain.

Lagipula, dia adalah sandaran nomor satu bagi Joan.

Ya. Sahabat memang seharusnya seperti itu, bukan?

Karena itulah, Arsaka menjadi satu - satunya yang paham, bahwa dibalik celotehan tidak bermutunya pagi ini, Joandra Pradipta sedang tidak baik - baik saja.

_______

tbc.

niskala - jayhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang