[ 16 ]

384 66 22
                                    

In author's eyes..

_______

"Pembunuh.."

"Hahaha, kenapa lo ga ikutan mati aja waktu itu."

"Eh, kalian tau nggak? Denger - denger nih, dia suka sama Rey loh.."

"Pecundang.. Jijik liat muka lo tau nggak."

"Hih, masa cowok suka sama cowok."

"Kata nyokap gue itu tuh penyakit tau, namanya homo."

"Ew, Arsaka homo. Jauh - jauh lo dari kita."




Deg!

Pagi hari, Arsaka terbangun dari tidurnya dengan kening penuh keringat dingin. Nafasnya berderu dan berantakan.

Setelah sekian minggu Arsaka bisa tidur dengan tenang, kini mimpi buruknya datang kembali.

Dengan tangan gemetaran, Saka meraih air putih di atas nakas kemudian meminumnya sampai tandas.

Sembari mengatur nafas, Saka melirik kalender. Ah, tanggal tujuh belas, jadwal Arsaka mengunjungi orangtuanya.

Arsaka memandang ke depan dengan tatapan kosong. Entah mengapa, ia tiba - tiba jadi rindu. Beruntung hari ini hari minggu, jadi Saka tak perlu membolos sekolah untuk bulan ini.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk pelan dari luar lalu Joan muncul, memberikan senyuman khas-nya.

Saka jadi teringat kejadian semalam, tepat setelah keduanya berciuman.

Joandra menyatakan perasaannya.



"Sarapan yuk. Udah gue siapin semuanya," ajaknya.

Hening, tak ada jawaban. Arsaka bahkan tak bergeming sedikitpun dari ranjangnya.

Joan lantas menempelkan punggung tangannya di dahi yang lebih muda, "Saka? Lo sakit?"

Entah dorongan darimana, Arsaka menepis tangan Joan. Meski pelan tetapi cukup membuat yang lebih tua terkejut.

"Ada apa? Lo kenapa, Sak?"

Arsaka tetap diam, namun kini tatapannya berubah tajam.

Ditatap seperti itu Joandra merasa ada sesuatu yang salah, "Arsaka Dewa Baskara. Jawab gue!"

"Leave me alone, Joandra."

"Nggak. Jawab pertanyaan gue dulu, lo kenapa? Lo ada masalah? Bilang sama gue jangan diem aja."


Joan bersikeras membuat Saka bicara. Sebaliknya, Saka merasa kehadiran Joandra di saat suasana hatinya sedang keruh tidaklah tepat. Arsaka ingin sendiri.

"Gue nggak bisa."

"Kenapa? Please, tell me if there's something wrong. Dan jangan minta gue buat pergi. Selama ini lo selalu ada saat gue down, dan sekarang waktunya gue ngelakuin hal yang sama. Sak, lo harus tau kalo gue sayang sama lo-"

"Just leave this place! Can't you?!"

Joan memandang Arsaka dengan tatapan tidak percaya. Apa ia baru saja diusir?

Tapi kenapa? Ada apa dengan sikap Arsaka pagi ini? Ah, apa karena pernyataan perasaannya semalam? Arsaka tidak menyukainya?

Joandra menggeleng cepat, "Nggak, Saka. Gue gak bisa ninggalin lo, tolong minta apapun dari gue selain pergi. Gue mohon jangan gini, hm?"

Perlahan, air mata mulai bercucuran di pipi Arsaka, "Gue yang nggak bisa kalo lo disini... Joandra."

"Lo... serius?"

"Dan lagi.. Gue nggak bisa nerima perasaan lo, maaf," setelah berkata demikian, Saka menunduk dalam sembari menahan isakannya.

"Kenapa? Gue pikir lo juga suka sama gue, buktinya lo balas ciuman gue. Jadi mau lo apa, Arsaka?"

Hening sejenak sebelum akhirnya Arsaka menjawab dengan suara bergetar.

"G-gue.. Terlanjur nyaman sama status kita sebagai temen, Jo. Gue juga nggak bisa ngejalanin hubungan sesama jenis, maaf."

Rahang Joandra mengeras. Ia kecewa. Bukan pada insan di hadapannya akan tetapi pada dirinya sendiri.

Joan pikir, semuanya akan mudah. Namun ternyata dirinya salah.

"Sementara ini, tolong j-jangan temuin gue dulu. Biarin gue sendiri. Kalo kita papasan di sekolah, jangan sapa gue."

"Mana bisa gitu!" tolaknya mentah mentah.

Arsaka mendongak, menatap Joandra dengan pipinya yang basah.

"Joandra, please.."

Ah, sungguh. Joandra benci tatapan itu.

"Fine, gue turutin semua mau lo. Tapi janjiin satu hal sama gue."

"Satu hal?"

"Ya. Kalo ada apa - apa, lo harus langsung hubungin gue. Bisa?"

Saka terlihat ragu, ia bukannya tak mau. Tetapi entah mengapa permintaan itu terdengar sulit baginya.

"Tolong, Sak. Gue cuma minta itu. Gue tau lo nggak punya siapapun disini."


Setelah mempertimbangkan hal tersebut, akhirnya Saka mengangguk pelan.

"Good boy. Habis ini gue beresin semua barang gue di kamar tamu, gue bakal pergi setelah mastiin lo udah sarapan."

Setelah mengusap puncak kepala Saka beberapa kali, Joandra bangkit dari duduknya kemudian berjalan keluar dari kamar bernuansa ungu tersebut.

Arsaka hanya diam sembari menggigit bibir bawahnya, memandang punggung tegap itu dari belakang.

Setelah pintu tertutup, Saka menunduk dengan penuh rasa bersalah.

"Maafin Arsaka ya... Joandra."

_______

• author's corner :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


• author's corner :

Hi, bestie! Maaf ya update nya agak lama. Makasih juga buat yang masih nungguin ceritanya Joan sama Saka.

Fyi, chapter ini juga baru banget diketik soalnya kemaren tangan kananku sempet kekilir sampe susah digerakkin, tapi sekarang udah nggak papa, hhe ^.^

Udh dulu ya kita jumpa lagi hari sabtu.. atau mungkin minggu depan? Idk.

See you.

niskala - jayhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang