❄️ Akhir untuk Embun❄️

31 10 15
                                    

Embun terperanjat kaget saat merasakan sesuatu menubruk kakinya. Lalu, ia merasakan sesuatu melingkar di kakinya juga rasa geli saat menerima usakan gemas. "Unda~"

Embun menunduk, melihat putra kecilnya duduk di lantai sambil memeluk kakinya. Jangan lupa, wajahnya yang cemberut lucu, mirip sekali dengan si jelek suaminya itu.

"Dedek kenapa, sayang?" Tubuh gempal sang putra ia angkat untuk digendong. Dengan manjanya batita yang akan memasuki umur 3 seminggu lagi menelusupkan wajahnya ke ceruk leher sang bunda.

"Yayah, nathal. Malahin!" Oh rupanya si kecil mengadu. Aksen cadel yang menggemaskan membuat Embun terkekeh pelan. Terlampau hafal dengan drama Tom and Jerry antara putranya dan sang suami.

"Axy, sini pakai celana dulu. Ngga malu apa cuma pakai popok. Nanti burungmu dipatok ayam, Nak!" Terlihat seorang pria dewasa dengan napas tersengal-sengal sembari membawa celana kecil milik sang putra. Cukup melelahkan ternyata menjaga anaknya yang sangat hiperaktif itu. Dia jadi membayangkan betapa kelelahannya sang istri yang mengurus 24 jam penuh ditambah dirinya yang juga sering bertingkah menyebalkan.

Melihat kehadiran sang ayah, Axy atau lebih tepatnya Galaxy langsung meronta di pelukan sang bunda. "Huwaa ... Unda, ada monstel!!" jeritnya.

Tak tinggal diam si suami malah semakin mendekat dan menggelitiki sang putra menimbulkan pekikan yang dapat merusak gendang telinga saking nyaringnya. Disusul tawa keduanya.

"Ayah, udah ih, nanti malam dedek ngga bisa bobok!" Embun yang sedari tadi diam mulai mengambil suara.

"Nah, dedek nakal, ikut ayah dulu, ya? Bunda mau masak." Lalu menyerahkan Axy kepada sang suami.

Sang suami segera membuka tangannya. "Sini, bakso aci-nya ayah," ujarnya mendapatkan geplakan tangan kecil di wajahnya.

"Wah, jagoan neon ayah udah berani, hmm? Hiyaa!!" Selanjutnya mengayunkan tubuh sang anak yang di gendongannya ke udara. Sesekali melempar tubuh sang putra ke atas lalu ditangkap kembali. Menimbulkan gelak tawa sang putra juga dengusan sebal sang ibu.

"Ayah, berhenti! Nanti dedek nangis kalo kebanyakan ketawa!" teriaknya dari dapur.

"IYA, tapi bohong," suaranya melirih di akhir kalimat. Namun sayang, Embun masih bisa mendengarnya.

"BARA!!"

"IYA, SAYANG!"

Sementara Galaxy hanya tertawa pelan di gendongan ayahnya. Bocah itu memang sangat bahagia bila sang ayah dimarahi bundanya. "Ha ha, unda malah. Kacian ndda boyeh peyuk unda," ledeknya dengan aksen cadel yang menggemaskan.

Bara hanya mencibir. "Halah. Ingat, ya, Dek, bunda punya ayah."

"Puna Akcy."

"Ayah!"

"Akcy!"

"Ayah!"

"AKCY!! POKONA UNDA PUNA AKCY. YAYAH JAUH-JAUH!"

"Eh, apaan? Bunda lebih dulu kenal sama Ayah. Yang baru kenal tiga tahun belum ada minggir, deh!"

"Yayah!" seru Galaxy yang kesal karena Ayahnya yang tak mau mengalah.

"Axy!"

Berakhirlah keduanya adu gulat di lantai.

Ya, dia adalah Baraga Narawangsa. Si arogan, bad boy dan tukang bully semasa remaja. Namun jangan salah paham, kini dia telah bertranformasi menjadi lelaki dewasa dengan sejuta kharisma, sosok suami yang begitu mencintai istrinya, superhero terbaik untuk jagoan kecilnya dan kepala rumah tangga yang selalu memprioritaskan keluarga.

Embun bersyukur mendapatkan pendamping hidup yang begitu baik. Melihat seberapa keras Bara meyakinkan dirinya untuk menjalin hubungan membuatnya tersentuh saat mengingatnya. Butuh 2 tahun Bara meyakinkan dirinya yang sebelumnya hatinya telah rusak parah. Sedikit demi sedikit menambal hingga kini utuh kembali. Lalu mengisinya dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Membayangkan saja membuat pipi Embun bersemu.

Terlepas dari sifat jahil dan sering membuat putranya menangis, Embun menerima Bara apa adanya. Sebab ia tahu, mungkin dengan cara bertengkar Bara menyalurkan perhatian dan kasih sayangnya pada sang putra.

"Terima kasih Langit atas semua yang kamu berikan padamu. Kini aku telah bahagia. Semoga kamu pun berbahagia di sana. Sampai kapan pun aku tidak akan melupakanmu. Selamat tinggal dan sampai jumpa di surga."

{ SELESAI }

Pesan Penulis :

Dari kisah Embun kita bisa mempelajari untuk tidak terus terpuruk oleh keadaan. Terlarut-larut mengenang masa lalu hanya menyesatkan masa depan. Seandainya dia lebih cepat bangkit, maka kebahagian juga semakin cepat ia raih. Namun sayang, ia memilih stuck di tempat tanpa pergerakan sama sekali. Hanya berharap sesuatu yang hilang kembali lagi. Itu salah! Sangat salah! Seharusnya puncak bahagia itu ia ciptakan sendiri. Bukan menanti hal yang tak pasti.

Bahagia itu kau ciptakan sendiri, bukan menanti kapan keajaiban itu terjadi. Seperti halnya pelangi, dia muncul setelah langit mengucurkan hujan deras. Intinya, kita boleh bersedih asal tidak terpuruk oleh keadaan. Jemput bahagiamu sendiri karena kalau hanya menanti sedikit pun rasa manis tak akan kau cicipi.

16 Juli 2021, kisah Embun selesai ditulis. Nantikan kisah-kisah romance selanjutnya dari penulis. Salam literasi dan sampai jumpa👋

Belenggu Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang