3. play favor

1.2K 104 5
                                    

Vote dan Comment

"Kapan pengumumannya?" Jonson membuka pembicaraan setelah makan malam baru saja selesai beberapa detik yang lalu. Alura melirik Loria yang sedang mengupas buah, lalu beranjak acuh sambil membawa piring-piring kotor ke tempat cucian piring.

"Dua hari lagi, sore kayaknya," ujar Loria santai. Memakan apel dengan kunyahan yang terlihat begitu berkualitas. Loria Tiffany itu anak pertama, berumur 22 tahun dan sudah semester akhir jurusan designer. Cantik, memiliki body yang bagus, walaupun lumayan pemalas ia salah satu kebanggaan Ana.

Kemudian ada Devano Kelvin, umurnya hanya terpaut satu tahun dengan Alura, disekolahkan di sekolahan yang berbeda dengan Alura. Atau lebih tepatnya, Devano lebih beruntung karena memiliki tunjangan yang lebih dari orang tua mereka saat memilih SMA. Devano itu kebanggan Jonson, kehidupannya sudah tertata sejak dini, terurus dan sudah dipastikan.

"Kalau kamu, Dev? Mau mulai kapan ikut bimbingan kepelatihan, biar Papa urus." Jonson menatap kedua anaknya yang duduk di sofa berhadapan dengannya. Alura yang sedang cuci piring hanya turut mendengarkan.

"Terserah aja sih, Pa, tapi Dev lagi butuh motor buat kemana-mana kalau mau bimbingan. Supaya nggak nyusahin Mama terus, kan Mama juga mau anterin Kak Alura ke sekolah, kalau nebeng Kak Ria juga biasa dia buru-buru," jelas Devano signifikan. Alura yakin seratus persen Jonson pasti akan menyetujuinya tanpa berpikir panjang.

Jonson mengangguk mengerti, "Yaudah nanti kalau Loria udah keluar hasilnya, kita sama-sama pergi makan malam keluarga di luar, sekalian pilih-pilih motor yang kamu mau."

Semudah dan segampang itu. Alura meremas gelas kaca yang telah ia sabuni, kadang ia berpikir mengapa Loria dan Devano dapat dengan mudah apa yang mereka inginkan. Sedangkan dirinya sendiri jika sudah berusaha pun belum tentu mendapatkannya. Jujur Alura iri, ia selalu ingin menangis jika melihat perbedaan yang signifikan itu. Dadanya sakit, perasaannya hancur, bukan lebay. Tapi Alura merasa keberuntungan tidak pernah berpihak padanya, padahal ia selalu berbuat baik, dan tidak pernah macam-macam. Alura selalu berusaha jadi anak yang baik tanpa pernah mengeluh sana-sini.

Apakah dunia tidak pernah adil pada orang yang sudah berusaha dan berdoa?

••••••

"Mau kemana Lo?!"

Alora memberhentikan langkahnya, sepatu baru berwarna putih polos sudah melekat di kedua kakinya, tak perlu takut dimarahi Ana karena memakai sepatu dalam rumah. Sebab sepatunya ini benar-benar baru, belum tersentuh tanah sedikitpun.

Devano yang baru saja turun dari tangga sambil menyangga tas hitamnya di bahu kiri, menyugar rambut blondenya ke samping.

"Ke teras," jawab Alora kembali ingin melanjutkan langkahnya. Sembari menunggu Ana yang siap-siap untuk mengantarnya, lebih baik ia menghirup udara segar di teras rumah.

Ternyata Devano mengikuti langkah kakinya, lalu duduk di salah satu kursi yang terbuat dari rotan yang sama seperti Alora. Cowok itu mulai memakai kaos kaki, setelah selesai, ia memasang sepatunya lalu menyimpulnya dengan sempurna.

"Ck! Sepatu Lo kebalik, nyet," decak Devano menarik kaki Alora ke atas pahanya. Membuka kedua sepatu cewek itu lalu memasangnya dengan tepat, menyimpulnya dengan begitu indah.

Hi, Dear!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang