6. Different nature

1.1K 103 3
                                    


Vote And Comment ✨

Alura menatap dirinya di pantulan cermin yang memperlihatkan tubuhnya. Ia menghela nafas, menatap bawah mata satunya yang kini membengkak. Karena semalam nangis, dampaknya justru membuat matanya menjadi mata panda.

"Ck! Ngeselin!" Alura berdecak, mencari di laci putih kaca mata baca agar menyamarkan mata pandanya.

Alura Cathleen, cewek itu mengikat rambutnya menjadi satu, tidak perlu tinggi-tinggi karena kulit kepalanya akan terasa sakit. Di sekolahannya jika hari Sabtu seperti ini murid-murid tidak belajar, ekstrakurikuler dan organisasi yang berlangsung. Poin plusnya juga bajunya di bebaskan, tidak bergantung pada aturan. Setiap murid wajib memiliki satu organisasi atau satu ekstrakurikuler.

Awalnya Alura tidak menginginkannya, ia lebih suka berdiam di dalam kamar, mendengarkan lagu dan membaca buku sepanjang hari.

Tapi karena ini diwajibkan, jadilah Alura dengan terpaksa memilih ekstrakurikuler dengan peminat paling sedikit. Yaitu jurnalistik.

"Kak Alura cepetan turunnn!"

Alura tersadar dari lamunannya, dengan terpaksa ia kembali menatap tubuhnya yang kini terbalut celana boyfriend jeans berwarna biru, perpaduan antara low rise jeans dan straight leg jeans membuat kaki kecil Alura menjadi sangat nyaman. Lalu dipadukan kaos putih polos berlengan pendek yang ia selipkan dalam celana.

"Iya bentar," sahut Alura lalu menyambar tas selempangnya yang senada dengan bajunya.

Sudah menjadi rutinitas Alura akan memasak sarapan, lalu bersiap-siap setelah semua masakan jadi.

"Makan dulu gih," ujar Jonson yang baru saja selesai menyantap kopinya. Devano melahap roti bakarnya setelah melirik Alura.

Alura mengangguk, kemudian meneguk segelas susu putih kesukaannya. Menyambar selembar roti tawar lalu ia celupak di susu.

"Kamu sama adek kamu ya hari ini, Papa mau siap-siap dulu!" Jonson berdiri mengusap rambut Alura dan Devano kemudian berlalu ke dalam kamar.

Devano berdiri dari duduknya lalu berhenti tepat di belakang Alura yang sedang asyik meminum susu.

"Apaan sih di cepol rambutnya? Nanti cowok banyak yang nafsu pas lihat leher Lo," ujar Devano tak suka. Kemudian tanpa banyak kata ia menarik ikat rambut Alura, membuat rambut panjang Alura terurai di bahu cewek itu.

"Devvvvv! Lo tuh yang apa-apaan, panas tahu. Kembalikan," teriak Alura kesal. Ia bangkit kemudian keluar menyusul Devano.

Alura bersedekap dada menatap Devano yang bersender di pilar, "Kembalikan ikat rambut gue sini!"

"Nggak mau," tolak Devano mentah-mentah. Ia melengos ke arah mobil yang sedang dipanasi.

"Itu ikat rambut gue, Devano. Lo kenapa sih? Jakarta lagi panas," ujar Alura menaikkan nada suaranya. Devano menoleh, menatap kakaknya itu kemudian berdecak kesal. Ikat rambut yang tadi ada di genggamannya ia lempar ke kolam ikan.

"Lo yang kenapa? Biasanya juga digerai," balas Devano tidak ingin kalah. Alura menghentakkan kakinya di lantai, lalu berlalu masuk ke dalam mobil, ia benar-benar akan hilang kendali jika buka mulut nanti.

Hi, Dear!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang