18. case

887 115 48
                                    


Hai semua!!!

Makasih yang udah vote dan comment di part sebelumnya, aku hargai banget usaha kalian untuk ini. Maaf udah maksain sesuatu yang bikin kalian harus nahan cinta kalian terhadap cerita ini.

Kalian tahu nggak hari ini aku lihat story' Ig penulis favorit aku, dia ditanya waktu awal nulis itu gimana dan lain-lain. Setelah aku baca, aku nyadar sesuatu, bahwa semua butuh proses, semua butuh waktu, dan semua butuh usaha.

Kalau aku kayak kemarin, ngasih target padahal cerita aku belum punya banyak pembaca itu namanya terlalu memaksakan. Maksud aku, disini aku penulis yang baru menggait pembaca tapi udah pasang target tinggi, itu pasti salah kan?

Padahal tujuan awal aku nulis buat nuangin imajinasi aku, bukan tentang vote dan comment atau apapun itu. Karena semua itu ada timbal baliknya, kayak aku pengen kalian ngehargain cerita aku, tapi kalau aku nggak ngehargain pembaca setia aku, sama aja omong kosong.

Jadi aku putusin buat update tanpa pasang target aja, supaya aku puas dan kalian juga puas. Nggak ada yang terbebani dan cerita ini cepat selesai.

Happy reading love.

"DEVANO!"

Jonathan memasuki rumah sambil berteriak memanggil putra tunggalnya, berjalan cepat mencari ke dalam seluruh rumah.

Saat ada suara mobil ia cepat-cepat turun dari lantai dua. Masih dengan berpakaian seragam wajibnya ia menghampiri Devano yang baru masuk rumah dengan wajah frustasi.

Langit sudah gelap, jam di dinding menunjukkan waktu delapan malam lewat lima menit.

"Dimana Kakak kamu?" tanya Jonathan tegas. Devano menunduk, masih dengan pakaian sekolah ia berhadapan dengan Papanya. "Jawab Papa, Devano."

"Aku nggak tahu, Pa. Pas aku sampai di sekolah Kak Alura, udah nggak ada orang, aku udah nanyain satpam disana tapi mereka bilang kalau Kak Alura udah pulang jalan kaki."

BUGH.

Pukulan telak mengenai pipi Devano hingga cowok itu tersungkur di lantai, Jonathan menatap marah putranya. Tidak pernah dalam sejarah ia memukul Devano, Devano itu anak emasnya. Anak kesayangannya.

"Papa udah bilang. Selama Papa pergi kamu jagain Alura, kalian saling menjaga. Kenapa malahan sekarang Kakak kamu jatuh ke tangan musuh Papa?!" Marah Jonathan mengusap wajahnya kasar. Saat sedang menjalankan tugas tadi, ia dihubungi oleh nomor tidak dikenal dan mengatakan bahwa putrinya sedang disandera.

Jonathan benar-benar merasa frustasi, padahal ia sudah sebaik mungkin menutupi seluruh identitas keluarga kecilnya, tetapi mengapa identitas Alura yang selama ini ia jaga bocor juga ke tangan musuhnya.

"Maafin Devano, Pa." Sesalnya berdiri tegap di depan Jonathan. Ia tidak pernah diajarkan lemah apalagi mengeluh jika dipukul. Semua ini juga kesalahannya karena harus menanggapi Cakra di sekolah tadi sore. Dan berakhir membuat Alura hilang entah kemana.

"Kakak kamu itu nggak bisa bedain arah, Devano. Dia nggak kenal siapapun di kota ini karena kekurangannya, ponselnya juga nggak bisa dihubungi." Jonathan kemudian mengubungi anak buahnya untuk menyebar ke seluruh kota mencari keberadaan Alura.

Hi, Dear!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang