"You look like a shit."
Ini dia ciri khas Yera yang tidak pernah hilang meskipun mereka sempat berpisah. Yera selalu berbicara apa adanya, dan memang saat ini penampilan Rayadinata sekacau itu. Apa lagi yang mau disanggah? Rara mengulas senyum, merentangkan tangan untuk memeluk dara yang sudah lama tidak ia jumpa sejak lulus dari bangku sekolah menengah kejuruan. Mereka berdua kini berada di pusat perbelanjaan yang berada tidak jauh dari Flyover Janti, berencana untuk makan siang dan melepas rindu.
"Kurang tidur, Yer."
Yera memutar kedua bola matanya sambil berdecak, rupanya tak lupa dengan salah satu kebiasaan buruk Rara di masa sekolah, yaitu begadang. "Ck, payah. Ya udah, ke situ dulu aja biar melek."
Dan mau tak mau, Rayadinata mengikuti Yera yang sudah menarik lengannya memasuki toko yang menjual beragam donat dan yoghurt di Ambarrukmo Plaza. Masing-masing dari mereka memesan donat, disambung mocha panas untuk Rara dan yoghurt untuk Yera. Setelah membayar pesanan, keduanya memilih tempat duduk yang berada di pinggir jendela.
"Jadi, apa kabar, Yer? Masih suka kepingin lotek nggak, selama di Korea?"
"Pakai nanya?" sahut Yera. "Selama di Korea, aku kangen lotek tapi di sana nggak ada yang jual, ngeselin. Kata Ello, kamu sekarang satu kampus sama kakak sepupu dia, ya? Mas Jo?"
Ello yang dimaksud oleh Yera adalah Marcello Harimurti, adik sepupu kakak tingkat Rara yang bernama Jonathan. Ello dan Yera merupakan teman satu SMP, dan secara kebetulan mereka masuk di kampus yang sama. Lucunya, Ello juga teman satu angkatan Hendy di SMA. Gara-gara pertemanan Yera dan Ello inilah Rara jadi kerap bertukar sapa dengan Jo tatkala mereka bersilang jalan di lorong fakultas, sebab Jo juga menyadari eksistensi seorang Rayadinata berkat cerita dari Ello serta bagaimana ia dan Hendy kerap pergi berdua.
"Iya, tapi beda jurusan." Rara menyesap mocha yang ia pesan secara perlahan, merasakan sensasi hangat yang menjalar di tubuhnya. Entah sugesti semata atau bukan, Rara mulai merasa kafein yang terkandung dalam espresso-nya bekerja, membuat puan tersebut merasa lebih 'segar' dari sebelumnya. "Di luar tadi hawanya dingin banget."
"Dingin?"
"Iya, aku ke sini naik motor tadi."
Yera tampak terkejut kemudian menepuk punggung tangan Rara sambil menatap temannya tak percaya.
"Kamu udah berani naik motor lagi?"
"Udah, dong. Kayanya awal kuliah udah mulai berani, kok."
"Syukur, deh." Yera mengangguk-angguk, senang dengan kabar yang ia dengar barusan.
Keduanya berbicara tentang banyak hal. Entah itu soal keluarga dan kuliah Yera, suasana di Korea, kemudian cerita Rara tentang sang adik, juga bagaimana Rayadinata bisa berteman dengan sosok Hendy yang nyentrik. Yera bahkan menyebutkan kalau pertemanan Rara dan Hendrasaka tampak seperti sebuah takdir; di mana setelah tergabung dalam satu kelompok pada ospek universitas, mereka berdua justru disatukan lagi di kelompok yang sama saat ospek fakultas.
Tak lupa, Rara juga menyebutkan tentang program cerita horor yang ada di radio kampusnya.
"Ih, ada program acara horor di radio kampusmu? Asyik, tuh," celetuk Yera dengan iri. "Tapi baca kumpulan cerita horor di Reddit buat aku udah cukup menghibur, sih. Sharing dong, Ra, itu radio kampusmu cerita apa aja."
Dan Rayadinata pun menceritakan semuanya. Mulai dari pencarian Inneke terhadap tukang sate gaibnya, William dan kunci motornya yang sering disembunyikan entah oleh siapa, Coraline dan ketukan-ketukan peringatan supaya ia segera tidur, Melinda dengan shower curtain di tempat magangnya, juga cerita Tora tentang pengalaman jaga malamnya semasa persami di sekolah dasar.

KAMU SEDANG MEMBACA
After Midnight
KorkuI thought everything was normal, until I realized how wrong I was. - Bathed in Fear, 002. © 2021 nebulascorpius