s e v e n

389 45 2
                                    

2 minggu kemudian..

"Apa ini tidak keterlaluan, yeobo?"

Taehee menatap cemas sang suami di depan ruangan kamar si bungsu.

Seojoon tak bergeming. Dirinya masih sibuk memasukkan beragam piala dan piagam serta sabuk dan baju olahraga milik bungsunya ke dalam sebuah tas besar. Malam ini, ia bertekad harus menyingkirkan segala hal yang berbau taekwondo dari hidup bungsunya selamanya.

Saat segala piagam dan piala itu sudah menghilang dari tempatnya. Seojoon berbalik dan menghadap sang Istri.

"Ini demi kebaikannya. Lagipula, aku tidak akan benar-benar membuangnya." ujarnya meyakinkan.

Taehee hanya bisa mengangguk pasrah. Seojoon adalah kepala keluarga di sini. Keinginannya telah menjadi peraturan mutlak dalam keluarganya.

Di sisi lain, Seojoon sebenarnya tidak masalah dengan semua piagam dan piala itu. Rasa bangga juga dirasakannya melihat tumpukan benda itu. Tapi, jika semua itu hanya bisa menyakiti bungsunya dikemudian hari. Maka, Seojoon akan dengan senang hati menjauhkannya.

•••

Di sebuah stasiun keberangkatan kereta. Terlihat tiga namja tampan bersaudara yang sedang duduk menunggu kedatangan kereta selanjutnya.

Taehyung selalu mencuri pandang untuk menatap wajah kedua adiknya. Sebenarnya, keputusan ini sangat berat untuk dilakukannya.

Pergi ke Ibu Kota sebesar Seoul, bermodal seadanya dari tabungan miliknya yang sisanya sudah ia berikan pada kedua adiknya. Dan yang paling berat adalah, kali ini ia harus meninggalkan keduanya sendirian di rumah mereka yang kecil.

Meskipun hanya satu minggu, namun tetap saja Taehyung tidak rela. Dan lagi, sejak tadi Taehyung melihat keduanya hanya diam tanpa suara.

Membuat lubuk hatinya bertanya-tanya, apa kedua adiknya sudah benar-benar mengizinkannya atau hanya terpaksa?

Di sisi lain, Sunghoon yang duduk di samping kiri Taehyung hanya menatap kosong ke arah kakinya. Sesekali ia menatap orang-orang yang berlalu lalang di stasiun ini. Dan juga terkadang ia akan sesekali melirik Taehyung dan adiknya Sunoo di sampingnya.

"Hyung harus pergi ke Seoul untuk Audisi. Hyung berjanji akan kembali setelah sukses."

Entah kenapa ucapan Taehyung kemarin malam kembali terlintas di benaknya. Tangan Taehyung saat ini menggenggam erat tangannya. Entah Taehyung menyadarinya atau tidak.

Tapi Sunghoon merasakan tangan sang Kakak terasa begitu dingin. Padahal suasananya siang hari. Bukan pagi hari yang bisa dijadikan alasan penyebab telapak tangan menjadi dingin.

"Hyung, berjanjilah kalau kau akan pulang dengan selamat."

Taehyung menoleh mendengar celetukan tiba-tiba itu. Ia hanya bisa memberikan senyum tulusnya.

"Hyung berjanji."

"Hyung, kau tidak akan melupakanku dan Sunghoon hyung kan?"

"Kenapa bertanya begitu?"

"Tidak, aku hanya takut. Hyung akan melupakanku saat sudah sampai di Seoul."

Taehyung terkekeh mendengarnya. Tangannya menggengam erat tangan adik bungsunya itu. Menatap lekat mata lawan bicaranya.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya mereka bahas. Terhitung sudah dua kali ia mendengar kedua dongsaeng-nya mengatakan kalimat yang sama seperti itu.

"Baiklah, hyung berjanji tidak akan melupakan kalian dan akan pulang dengan selamat."

Taehyung melihat ada kegelisahan dari mimik wajah kedua dongsaeng-nya.

"Kenapa? Masih ada yang kurang? Kenapa kalian menatap hyung seperti ini?"

"Aku pasti akan sangat merindukanmu hyung."

"Hiks..Sunghoon hyung benar. Hyung jangan lama-lama."

Taehyung segera merangkul bahu kedua adiknya. Ia menunduk dan sesekali menghela nafas berat. Inginnya mencoba menenangkan namun malah ia sendiri yang tidak mampu mengontrol hatinya dari perasaan gelisah.

"Hyung kan sudah berjanji. Jadi percayalah pada hyung hm."

Akhirnya hanya kalimat itu yang bisa ia keluarkan. Tangannya menepuk kedua punggung pemuda yang sedang memeluk erat dirinya. Ahh Taehyung jadi  semakin tidak rela meninggalkan mereka.

TBC.

Can You Trust Me Again?(Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang