t e n

471 49 1
                                    

2 tahun kemudian..

Butiran salju turun dari langit Seoul malam ini. Suhu udara medadak menjadi rendah dan cukup dingin. Tak tau kapan pastinya ini akan berakhir.

Cuaca hujan salju kadang bisa merubah suhu menjadi sangat exstrem dalam waktu singkat.

Namun sepertinya, hal itu tidak menjadi penghalang untuk seorang pemuda tetap memantapkan niatnya menikmati hujan salju yang cukup indah itu.

Balkon.

Tempat yang cukup disukainya untuk menyendiri. Sesekali ia merentangkan tangannya melewati pagar pembatas balkon demi menyentuh butiran es yang jatuh bagai kapan lembut di tangan lentiknya.

Taehyung POV

Aku merindukanmu.

Tapi aku tidak tahu siapa kau sebenarnya.

Renungan dalam hati kecilnya. Serasa kosong dan hampa saat dua kalimat itu melintas dalam benaknya.
Mata hazel itu terpejam. Meresapi udara dingin yang membuat hidung bengirnya nampak memerah. Uap tercipta setiap kali hembusan nafas ia lakukan.

Mencoba menghilangkan beban aneh dari hatinya. Namun selalu menjumpai kegagalan.

...

"Aku pasti akan merindukanmu hyung."

"Hiks Sunghoon hyung benar, hyung jangan lama-lama."

....

"Shhhhh..."

Ringisan pelan keluar dari kedua bilah bibirnya yang bergetar. Tangannya terangkat menyentuh kepalanya yang mulai berdenyut nyeri.

"Sial! Shhh--datang lagi."--batinnya menjerit.

Kedua mata hazel itu terpejam erat. Tubuh ringkihnya mencoba bertopang pada pagar pembatas yang menjadi sandarannya saat rasa sakit itu kembali menyiksanya.

"Bi-sakah, beri aku petunjuk lain?" Ujarnya sembari terkekeh hambar.

"Kau-- ekhh..shh..se-la-lu datang da-lam mimpiku. Tapi--" Dengan susah payah kalimat itu ia ucapkan. Sungguh ini adalah saat yang paling ia benci. Saat dimana rasa sakit itu seakan mengambil alih tubuhnya.

"Ta-pi ke-napa aku ti-dak bi-sa me-ngingatmu?"

Pertanyaan itu keluar dengan ringan namun cukup membuat dadanya serasa sesak. Ia mendongak menatap langit di atasnya. Sesuatu mengalir begitu saja dari kedua lubang hidungnya.

Tangan lentik itu mengusap cairan berbau amis itu dengan wajah tenang. Sudah terlalu hafal bagaimana keadaannya jika serangan itu datang lagi.

Darah.

Menjijikan.

Lemah.

Pemuda itu kembali terkekeh miris. Menyadari keadaannya yang terlihat begitu menyedihkan.

"Ji-ka a-ku bo-leh me-minta, da-tang-lah ke si-ni. A-ku ha-rap, ki-ta bi-bisa bertemu."

"Argh!"

Pemuda itu terkulai lemas di tempatnya. Pipinya kini telah sempurna menyentuh dinginnya lantai marmer balkon kamarnya.

Matanya terpejam. Namun, kesadaran masih ada padanya. Hingga pendengarannya samar-samar menangkap suara langkah kaki yang berlari mendekat ke arahnya.

"TAE-HYUNG..!!!"

Gelap.

Ia telah sepenuhnya jatuh dalam kegelapan.

Taehyung POV End


***

"Bagaimana keadaannya hyung?" tanya seorang namja kelinci kala ia melihat hyung tertuanya keluar dari kamar itu.

Seokjin melonggarkan dasi di lehernya sembari menghela nafas. Namja berbahu lebar itu tersenyum, "Kau tenanglah, itu hanya serangan ringan. Hyung masih bisa mengatasinya."

"Benarkah? Tapi aku melihat Tae- hyung sangat kesakitan tadi," gumam Jungkook, yang masih bisa didengar oleh Seokjin di depannya.

"Kau tidak percaya pada hyung?"

Jungkook terlihat berpikir sejenak. Tak lama sebuah cengiran Seokjin dapatkan. Membuatnya memutar bola matanya malas.

"Ya sudah hyung. Kookie mau melihat Taetae- hyung."

"Kau tidak melupakan obatmu kan?"

Deg.

Jungkook terdiam. Sungguh itu bukan topik yang Jungkook sukai untuk mereka bahas saat ini. Melihat Seokjin berekspresi serius di depannya. Jungkook menelan salivanya agak sulit.

"Ishhhh...hyung menyebalkan! Mana mungkin aku bisa lupa. Jimin hyung yang bantet itu pasti akan menceramahiku terus."

Seokjin mencari jejak kebohongan di wajah adiknya.

"Kau tidak bohong kan?"

Jungkook mendengus pelan, "Berhenti menjadi cerewet hyung! Kau seperti yeoja saja. Aku mau melihat Taetae-hyung saja."

Setelahnya, ia benar-benar meninggalkan Seokjin dan segera memasuki kamar Taehyung.

Seokjin mengerjap bingung, "Cerewet?! Seperti yeoja?! ------ Yakk berhenti di sana Jeon Jungkook!!!"

Tapi kelinci itu sudah menghilang dari pandangannya. Membuat Seokjin menggeram kecil.

"Yaishh..imma!!"

"Ada apa ini hyung?"

Seokjin refleks menoleh ke belakang. Ia mendapati Jimin yang lengkap dengan piama tidurnya. Sepertinya dongsaeng-nya itu juga terbangun. Apa itu karenanya? Entahlah, Seokjin tidak tahu.

"Kau belum tidur, eoh?!"

Jimin menggeleng, "Bukan hyung, aku mendengar Jungkook membawa-bawa namaku. Setelahnya aku putuskan untuk menghampiri kalian. Lalu kulihat kau berteriak."

Seokjin menghela nafas berat, "Kelinci itu membuatku kesal Jim."

"Lalu dimana Kookie?"

"Di kamar Taehyung," jawab Seokjin singkat.

"Apa anak itu--collaps lagi?"

Ada sedikit jeda sebelum Jimin menyelesaikan kalimatnya. Sebuah anggukan dari Seokjin yang Jimin dapatkan. Keduanya lalu terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.

"Hyung mau ke kamar. Tolong periksa mereka sudah tidur atau belum."

"Baiklah, hyung."

Sudah menjadi kebiasaan. Jungkook pasti akan tidur bersama Taehyung dan menemani anak itu. Setiap kali hyung kesayangannya itu collaps.


***

Jungkook menatap lamat wajah pucat Taehyung. Tangannya memeluk erat pinggang sang hyung.

"Sunghoon..."

Taehyung bergumam lirih. Sepertinya ia sedikit mengigau. Jungkook terdiam mendengarnya.

Kau pasti sangat tersiksa ya hyung. Tapi aku berharap kau terus bersamaku. Izinkan aku untuk egois kali ini.

.
.
.

Mereka tidak sadar. Jimin memperhatikan keduanya di balik celah pintu kamar itu.

Jangan mengecewakannya Tae. Kau sudah masuk terlalu jauh dalam hidup kami. Aku berharap kau bisa menjaga kelinciku.

TBC.

Can You Trust Me Again?(Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang